Inibaru.id - Kamu pasti sudah dengar bahwa mulai tahun ini nggak ada lagi penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di sekolah menengah atas (SMA)? Yap, itu memang jadi salah satu perubahan signifikan sejak diberlakukannya Kurikulum Merdeka pada sistem pendidikan di Indonesia. Keputusan tersebut menandai langkah revolusioner menuju pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif.
Namun, perubahan sistem ini mengundang banyak protes dan pertanyaan bagi masyarakat awam. Hal itu bisa kita maklumi mengingat penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa memang selalu ada sejak puluhan tahun lalu.
Apakah kamu juga ikut bertanya-tanya, jika nggak ada penjurusan, lalu apa yang dipelajari siswa SMA? jawabannya, Kurikulum Merdeka justru memberikan tantangan baru bagi siswa untuk menentukan pilihan pendidikan mereka sendiri.
Dalam konteks ini, fokus nggak lagi hanya pada pembagian tradisional antara ilmu alam, ilmu sosial, atau bahasa. Kurikulum ini menginginkan adanya penekanan yang lebih besar pada pengembangan keterampilan lintas disiplin dan pemahaman yang menyeluruh terhadap berbagai aspek kehidupan.
Menurut Pakar Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Holy Ichda Wahyudi, pemberian kesempatan yang lebih luas bagi peserta didik untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan menjadi suatu hal penting dalam pendidikan, tanpa adanya pengotak-ngotakan jurusan.
"Justru siswa bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya. Sebab, selama ini, siswa memilih jurusan terkadang karena dorongan banyak faktor, seperti ikut teman dekatnya, karena gengsi dan permintaan orang tua sehingga memilih IPA, nah jadi bukan karena berbasis kebutuhan, minat, dan bakat," jelasnya, dikutip dari Kumparan (19/7/2024).
Sekolah Mengarahkan
Wah, apa yang menjadi tujuan dari ditiadakannya penjurusan ini terdengar bagus ya, Millens? Tapi tentu saja rencana dan harapan yang besar nggak semudah itu terwujud. Butuh kerja sama yang baik antara siswa, orang tua, dan pihak sekolah untuk bisa menjadikan sang murid menentukan masa depannya dengan tepat.
Holy menambahkan, ditiadakannya penjurusan justru menjadikan sekolah berperan penting dalam mendampingi siswa-siswanya menjalani pendidikan dan merencanakan studi untuk bekal di masa depan.
"Sekolah tetap memiliki PR untuk mengawal dan mengarahkan perancangan studi tersebut agar kebijakan ini dapat menjadi peluang bagi terwujudnya pendidikan yang holistik dan pengintegrasian yang harmoni antar disiplin ilmu sehingga siswa dapat menyerap dengan optimal,” terangnya.
Nah, kita lihat saja nanti bagaimana kebijakan soal penghapusan jurusan di SMA ini diaplikasikan ya, Millens! Benarkah membuat siswa menjadi lebih leluasa menentukan disiplin ilmu yang dia sukai atau justru bikin kebingungan. (Siti Khatijah/E07)
