BerandaHits
Jumat, 15 Sep 2022 13:30

Pembebasan Bersyarat 23 Maling Negara, Perlukah Diberikan?

Ilustrasi: Sebanyak 23 maling negara menerima program bebas bersyarat. (Pxhere)

Dengan dalih berkelakuan baik, 23 maling negara dinyatakan bebas belum lama ini, termasuk di antaranya Pinangki Sirna Malasari, mantan jaksa yang terjerat kasus korupsi dan pencucian uang. Sebetulnya, perlukah pembebasan bersyarat para koruptor ini?

Inibaru.id - Kamu mungkin ikut geram mendengar berita tentang status hukuman bebas bersyarat yang diberikan kepada 23 maling negara belum lama ini. UU No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (PAS) yang dijadikan dasar hukum terasa melukai keadilan publik.

Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio dalam program Hot Room Metro TV, Rabu (14/9/2022) mengatakan, keputusan menggunakan UU tersebut nggak mengacu pada perspektif kepentingan masyarakat.

"Masyarakat Indonesia sangat kesal dengan para pelaku korupsi. Namun, mereka juga nggak bisa berbuat apa-apa terhadap hukum yang ada saat ini," ungkap Hendri.

Dasar hukum pemberian program bebas bersyarat, lanjutnya, mengacu pada Pasal 10 UU PAS. Setiap narapidana, termasuk terpidana kasus korupsi, berhak menerima program bebas bersyarat apabila telah menjalani dua per tiga dari total masa hukuman dengan berkelakuan baik.

"Peraturan ini adilnya untuk siapa? Itu pertanyaannya," tegas dia. "Kalau untuk kasus korupsi, tentu pertimbangannya banyak. Menurut saya, ini tidak tepat."

Penilaian Cenderung Subjektif 

Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti menuturkan Pinangki telah melewati dua per tiga masa tahanan dan berkelakuan baik di dalam lapas. (MI/Adam Dwi)

Hendri menilai, konsep pemberian hukuman yang ada sekarang terhadap koruptor sama sekali belum menimbulkan efek jera. Lagipula, imbuh Hendri, petugas lapas faktanya cenderung subjekif dalam menilai kelakuan baik para maling negara. Apa indikator kelakuan baik itu?

"Penilaian kelakuan baik itu sangat subjektif. Nampak ada tebang pilih penegakan hukum dari penguasa. Pemberantasan korupsi selama ini hanya jadi lip service saja saat kampanye," ujar dia.

Perlu kamu tahu, Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti sempat menuturkan, para terpidana tipikor memiliki hak yang sama dengan narapidana lainnya. Untuk dapat program bebas bersyarat, mereka harus memenuhi ketentuan yang sudah diatur dalam UU PAS.

Rika menjelaskan, selain berkelakuan baik dan melewati dua per tiga masa tahanan, para napi wajib mengikuti pembinaan kemandirian hingga keagamaan spiritual.

"Kami punya sistem penilaian narapidana," tegasnya belum lama ini. "Tahun ini ada 58 ribu napi dari semua kasus yang dapat hak bersyarat."

Dia menambahkan, hak yang sama juga diberikan kepada Pinangki Sirna Malasari, mantan jaksa yang dipenjara karena menggasak uang negara dan terlibat pencucian uang. Menurutnya, Pinangki telah melewati dua per tiga masa tahanan dan berkelakuan baik di dalam lapas.

"Jaksa Pinangki sama hitungannya dengan narapidana lain. Dia juga memiliki hak yang sama dengan puluhan ribu narapidana yang menerima program bebas bersyarat.

Perlu Melibatkaan Pihak Luar

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan sebaiknya Ditjen Lapas melibatkan pihak luar sebagai legislator yang bertugas menilai kelakuan baik para narapidana. (MI/M Irfan)

Agar nggak terkesan subjektif, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menuturkan, ditjen lapas perlu melibatkan pihak luar sebagai legislator untuk menilai kelakuan baik narapidana. Dengan begitu, keputusan bebas bersyarat berdasarkan kelakuan baik bisa lebih objektif.

"Perlu tim independen. Saat ini konsep KUHAP dan UU PAS tidak berdimensi korban tapi ke pelaku. Dimensi korban selalu terpinggirkan. 23 napi koruptor yg bebas bersyarat menurut saya tidak layak," ungkap Boyamin.

Ya, kabar pembebasan bersyarat para maling negara memang bikin nyesek di dada. Bagaimana nggak, mereka merugikan negara dan rakyat hingga bermiliar-miliar. Menurut kamu gimana, Millens? (Siti Khatijah/E03)

Artikel ini telah terbit di Medcom.id dengan judul Pemberian Bebas Bersyarat kepada 23 Koruptor Dinilai Mencederai Kepercayaan Publik.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024