Inibaru.id - Medina Putri mengaku sudah tiga tahun "pisah ranjang" dengan suaminya. Bukan karena cekcok, perempuan asli Wonosobo itu mengaku sengaja tidur terpisah dengan pasangannya lantaran dirinya mengalami gangguan tidur.
"Sejak remaja aku memang punya insomnia. Susah tidur ketika malam. Awal-awal menikah, situasi semakin parah karena ternyata aku nggak bisa tidur dengan nyaman jika ada gerakan atau suara lain di ranjangku. Berdasarkan saran suami dan konsultasi ke dokter, rekomendasinya begitu (pisah ranjang)," tuturnya.
Awal-awal memutuskan untuk tidur terpisah, Medina mengaku merasa bersalah pada suaminya. Namun, karena waktu itu anaknya masih bayi, perempuan 30 tahun itu bisa menjadikan alasan "menjaga anak" yang sudah diberi kamar sendiri sejak lahir berhasil menepis perasaan campur aduk itu.
"Kami bergantian menjaga anak. Tidur terpisah seperti itu cukup membantu, sih. Nah, kalau sekarang kami tidur sekamar, tapi ranjangnya sengaja sendiri-sendiri. Kalau lagi pengin tidur bareng ya tinggal saling berkunjung saja!" kelakarnya, diikuti tawa panjang.
Kehilangan Kehangatan, tapi Lebih Nyaman
Hal serupa juga dilakukan Syaiful Qohar. Sudah setahun ini lelaki asal Kabupaten Sragen itu memutuskan untuk tidur terpisah dengan istrinya. Dia mengaku yang mengusulkannya setelah melihat istrinya nggak jenak tidur di sisinya karena acap terganggu dengan suara dengkurannya.
"Saat melihat istri terbangun pada malam hari karena terganggu oleh dengkuranku, tentu saja aku juga merasa tidak nyaman. Jadi, meskipun merasa seperti kehilangan kehangatan, rasanya lebih nyaman saat tidur terpisah. Kualitas tidur kami juga lebih baik," terang Qohar via pesan singkat, Senin (3/11/2025).
Apa yang dialami Medina dan Qohar rupanya bukan kasus yang unik. Sebuah survei dari Sleep Foundation menyebutkan bahwa sekitar 23 persen pasangan di AS memilih tidur di tempat berbeda. Sebanyak 34 persen pasangan di Kanada juga melakukan hal serupa. Mengapa fenomena ini muncul?
Perlu kamu tahu bahwa sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Sleep and Biological Rhythms menemukan bahwa perempuan tidur lebih gelisah saat berbagi tempat tidur dengan pasangannya, sementara laki-laki justru tidur lebih nyenyak ketika ada perempuan di sebelahnya.
Dengkuran Bukan Satu-satunya Alasan
Menurut Mark Mahowald, Direktur Minnesota Regional Sleep Disorders Center sekaligus profesor neurologi di University of Minnesota Medical School, jumlah pasangan di dunia yang tidur secara terpisah jauh lebih banyak dari yang orang-orang bayangkan.
"Perempuan sering kali lebih sulit berbagi tempat tidur karena laki-laki cenderung mendengkur. Dalam banyak kasus, perempuanlah yang akhirnya harus pindah ke tempat lain ketika suara dengkuran suami mencapai tingkat yang tak tertahankan," sebut Mahowald.
Namun, dengkuran bukan satu-satunya alasan yang membuat perempuan gagar tidur dengan nyenyak di samping pasangannya. Sebuah penelitian yang mengukur pergerakan tubu saat tidur terhadap pasangan berusia 21-31 tahun menemukan bahwa tidur perempuan cenderung terfragmentasi saat berbagi ranjang.
Para peneliti menduga hal ini berkaitan dengan perbedaan biologis otak antara perempuan dan laki-laki. Secara evolusioner, perempuan diyakini cenderung masuk mode “tidur ringan” saat malam karena perannya yang terbiasa harus sewaktu-waktu terjaga untuk menjaga bayi pada malam hari.
Lelaki Lebih Nyaman Tidur di Samping Pasangan
Meski nggak menjadi satu-satunya alasan, masalah dengkuran memang nggak bisa dikesampingkan, apalagi pada pasangan yang lebih tua. Ahli tidur sekaligus Direktur Sleep Research Lab di University of Rochester Michael Perlis mengungkapkan, masalah dengkuran akan lebih serius seiring bertambahnya usia laki-laki.
Hal tersebut nggak bisa dianggap sepele, mengingat lelaki sejatinya akan tidur lebih nyenyak saat berada di samping pasangan. Psikolog Wendy Troxel dari University of Pittsburgh mengungkapkan, lelaki cenderung lebih bergantung pada kedekatan emosional dibandingkan perempuan.
“Penelitian saya menunjukkan bahwa lelaki menikah jauh lebih bahagia dan sehat dibanding yang tidak menikah,” kata Troxel. “Temuannya jauh lebih tidak konsisten pada perempuan.”
Menurut Troxel, pria memperoleh manfaat yang lebih jelas dari hubungan romantis yang stabil, termasuk dalam kualitas tidur mereka. Artinya, dari POV laki-laki, tidur terpisah demi kualitas tidur yang lebih baik nggak relate untuk mereka.
Adakah Solusi yang Lebih Baik?
Jika kamu memiliki masalah tidur pada malam hari, mempertimbangkan tidur terpisah dengan pasangan demi kualitas tidur yang lebih baik jelas bisa menjadi salah satu opsi. Namun, Michael Perlis sepertinya kurang merekomendasikan hal itu.
“Pada akhirnya, ada sesuatu yang sangat menenangkan dari kebiasaan (tidur bersama pasangan) ini. Begitu menenangkan hingga orang rela mengorbankan tidur sempurna demi merasakannya,” ujar Perlis. “Maka, sulit bagi saya untuk dengan gembira merekomendasikan agar pasangan tidur terpisah.”
Perlis menyarankan pasangan untuk mencari solusi terhadap masalah tidur, seperti menggunakan penyumbat telinga (ear plug) atau cara lain sebelum memutuskan tidur di ranjang terpisah. Pertanyaannya, apakah itu cukup membantu? Lalu, amankah selalu menggunakan penyumbat telinga saat tidur?
Antara kebutuhan tidur berkualitas dengan memperoleh keintiman emosional saat berada dalam satu ranjang, pada akhirnya pilihan itu ada pada apa yang disepakati pasangan. Alih-alih fokus pada tidur terpisah atau bersama, lebih baik pahami kebutuhan pasangan agar tidur bisa sama-sama berkualitas. (Siti Khatijah/E10)
