BerandaHits
Kamis, 5 Jun 2024 18:46

Pandemic Treaty, Langkah Kesiapan dan Respons terhadap Pandemi

Seluruh negara di dunia perlu waspada akan potensi datangnya pandemi baru. (Kominfo)

Meski Covid-19 bukan lagi pandemi, namun seluruh pihak harus senantiasa waspada. Indonesia bergabung dengan WHO serta negara-negara lain di dunia untuk mencegah potensi pandemi.

Inibaru.id - Pengalaman pahit pandemi Covid-19 mendorong pembentukan instrumen internasional baru untuk kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, yang dikenal sebagai Pandemic Treaty atau Pandemic Agreement. Inisiatif ini berasal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan didukung oleh Presiden RI Joko Widodo bersama 25 kepala negara dan pemerintahan lainnya.

Pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa banyak negara nggak mampu melindungi kesehatan masyarakatnya secara efektif. Sistem ketahanan kesehatan global, terutama di negara berkembang, terbukti sangat rapuh dalam hal kekuatan finansial dan akses terhadap vaksin, obat, serta diagnostik (VTD).

Selama pandemi, kesenjangan antara negara maju (global north) dan negara berpenghasilan rendah dan menengah (global south) semakin terlihat. Isu nasionalisme sempit, populisme, pendanaan global, hak cipta, berbagi patogen, dan manfaat dari produk terkait pandemi semakin memperbesar kesenjangan ini.

"Kesenjangan tersebut menyebabkan, hingga saat ini, masih ada 30% penduduk dunia yang belum pernah mendapatkan vaksin," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. M Syahril.

Menurut dr. Syahril, Pandemic Treaty diharapkan dapat mendorong negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mendapatkan akses yang setara terhadap vaksin, obat, dan alat diagnostik seperti negara maju.

"Proses negosiasi telah berlangsung sejak Desember 2021, namun belum mencapai kesepakatan. Sidang World Health Assembly ke-77 memutuskan untuk memperpanjang negosiasi hingga sidang WHA berikutnya," ujar dr. Syahril.

Dalam negosiasi tersebut, Indonesia berpartisipasi aktif dalam perundingan Pandemic Treaty di Intergovernmental Negotiating Body (INB), memperjuangkan kepentingan nasional terutama dalam isu-isu strategis seperti sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses dalam menghadapi pandemi.

Negosiasi yang sulit telah dilakukan lebih dari 10 kali hingga batas waktu 24 Mei 2024. Namun, beberapa pasal belum disepakati, terutama terkait Pathogen Access and Benefit Sharing (PABS), pencegahan dan instrumen One Health, transfer teknologi dan ilmu pengetahuan, kompensasi tanpa kesalahan, dan pendanaan.

"Pemerintah Indonesia akan terus memperjuangkan prinsip kesetaraan antara negara maju dan negara berkembang agar masuk dalam Pandemic Treaty," lanjut dr. Syahril.

Secara spesifik, ada empat poin yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia dalam komponen Pandemic Treaty, yakni PABS, instrumen One Health, transfer teknologi, dan pendanaan. Empat poin ini berkaitan dengan kesenjangan antara negara maju dan berkembang.

Mengenai PABS, Pemerintah Indonesia mendorong agar setiap data sharing, terutama yang melibatkan patogen dan informasi sekuens genetik, disertai pembagian manfaat yang setimpal.

Pemerintah juga mendorong pengaturan internasional mengenai standar data dan interoperabilitas, dengan Indonesia menginisiasi Material Transfer Agreement (MTA) untuk spesimen virus avian influenza.

Selanjutnya, Indonesia mendorong pembentukan instrumen One Health yang mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif dengan dukungan negara maju.

Kemudian, Pemerintah Indonesia mendorong transfer teknologi yang berkeadilan untuk kebutuhan kesehatan masyarakat. Transfer teknologi ini diharapkan dapat digunakan oleh Indonesia dan negara berkembang untuk membangun kapasitas manufaktur lokal guna menciptakan kemandirian dalam produksi vaksin, terapi, dan diagnostik.

Mengenai perizinan, Indonesia mendorong transparansi dan non-eksklusivitas, terutama saat pandemi. Selain itu, Indonesia mengupayakan agar teknologi dan inovasi dapat diakses oleh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang.

Sumber Pendanaan

Transfer pengetahuan dan teknologi antar-negara perlu dilakukan. (via UAI)

Dalam hal pendanaan, Pemerintah Indonesia mendukung pendanaan yang setara dan dapat diakses oleh seluruh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang, untuk implementasi Pandemic Treaty. Pendanaan ini dapat dilakukan melalui mekanisme pembiayaan yang telah ada seperti Pandemic Fund dengan sedikit penyesuaian sesuai konteks Pandemic Treaty.

Indonesia berupaya agar negosiasi Pandemic Treaty selesai secepatnya, dan terus memperjuangkan kesetaraan akses untuk mendorong transfer pengetahuan dan teknologi antar negara sehingga dapat membangun kapasitas industri farmasi dengan prinsip kesetaraan antara negara maju dan berkembang.

"Pemerintah RI juga akan memperkuat legislasi di tingkat nasional agar siap menghadapi ancaman pandemi lainnya," kata dr. Syahril.

Dr. Syahril juga menjelaskan kesalahpahaman tentang peran WHO selama pandemi Covid-19, yaitu bahwa WHO memiliki kewenangan mengatur negara dan penduduk di dunia selama pandemi.

Dia menegaskan bahwa anggapan tersebut tidak benar. WHO tidak memiliki wewenang untuk mendikte negara atau penduduk, serta tidak dapat mengendalikan pergerakan penduduk melalui paspor digital, pemaksaan vaksinasi, lockdown, dan pengerahan militer.

"Kedaulatan negara tetap dihormati dan dijunjung tinggi. Keputusan terkait penanganan pandemi di setiap negara menjadi tanggung jawab pemerintah negara masing-masing," jelas dr. Syahril.

"Cukup sudah jutaan nyawa melayang, kehilangan pekerjaan, gangguan mental, dan kerugian ekonomi masif selama pandemi Covid-19. Kita harus mewariskan dunia yang lebih aman dan lebih baik bagi anak cucu kita," tutup dr. Syahril.

Semoga dunia siap siaga dalam menghadapi potensi pandemi ya, Millens! (Siti Zumrokhatun/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Checklist Persiapan Ramadan: Fisik, Mental, dan Spiritual

27 Feb 2025

Memaknai Kirab Dugderan, Tradisi Penanda Ramadan di Semarang yang Akan Digelar Jumat

27 Feb 2025

Peci Kang Santri Kudus; Jelang Ramadan, Orderan Naik Terus

27 Feb 2025

Di Jepang, Ada Gunung yang Tingginya Hanya 6,1 Meter!

27 Feb 2025

Memang Bisa Konsumen Pertamax Tuntut Ganti Rugi ke Pertamina Jika Terbukti Dapat Oplosan?

27 Feb 2025

Cinta pada Pandangan Pertama: Romantis atau Sekadar Ilusi?

27 Feb 2025

Beda Rute, Berikut Pengalihan Jalan selama Kirab Dugderan 2025 di Semarang

27 Feb 2025

Susun Strategi Keamanan Siber, Nezar Patria: Sedia Payung sebelum Hujan

27 Feb 2025

3 Cara Pemkot Semarang Antisipasi Kecelakaan di Tanjakan Silayur

28 Feb 2025

Diskon Listrik Prabayar Berakhir Hari Ini, Akankah Sisa Token Hangus?

28 Feb 2025

Menembus Kemacetan demi Kuliner Legendaris Semarang: Sate Ayam Jembatan Mrican

28 Feb 2025

Benarkah Jepang Butuh Tenaga Kerja dari Indonesia?

28 Feb 2025

BRIN: Ada Potensi Awal Puasa 2025 Berbeda, Tapi Lebaran Bersama

28 Feb 2025

Optimalisasi Fungsi Sosial Tanah, Warga Terima Sertifikat Konsolidasi

28 Feb 2025

Mencegah Anak Menjadi 'People Pleaser', Ajarkan Batasan Sejak Dini

28 Feb 2025

Sah; 1 Ramadan 1446 H Mulai Sabtu, 1 Maret 2025!

28 Feb 2025

Kerajinan Rebana di Demak; Menjaga Tradisi sembari Terus Berinovasi

1 Mar 2025

Menanti Aksi Pemerintah setelah Raksasa Tekstil Sritex Resmi Ditutup Hari Ini

1 Mar 2025

Dari Mana Asal Nama Stasiun Lempuyangan Yogyakarta?

1 Mar 2025

Carmen Hearts2Hearts Lakukan Gestur 'Permisi', Bikin Heboh Publik Korea

1 Mar 2025