BerandaHits
Rabu, 20 Feb 2018 13:15

Mengulik Wayang Potehi dari Sejarah hingga Ceritanya

Pentas wayang potehi. (Inibaru.id/Ida)

Wayang potehi menjadi kesenian yang kerap dipertunjukkan dalam menyambut Imlek. Namun, tahukah kamu apa itu wayang potehi?

Inibaru.id – Menjelang Imlek, banyak perayaan yang digelar masyarakat “keturunan” Tionghoa. Lampion, kembang api, petasan, pernak-pernik merah dan emas, serta nggak lupa bazar kuliner khas Imlek biasa digelar di mana-mana. Salah satu yang nggak pernah ketinggalan dalam perayaan yang biasa disebut Sinchia itu adalah pelbagai kesenian, di antaranya pertunjukan wayang potehi. Ada yang tahu wayang yang satu ini?

Yap, potehi! Pamornya mungkin kalah dengan wayang golek atau kulit yang dianggap lebih "lokal" dan identik dengan budaya Jawa dan Sunda. Namun, siapa menyangka wayang yang "diimpor" dari Tiongkok ini nyatanya sudah ada dan dipertunjukkan di di Indonesia sejak abad ke-16?

Istilah potehi berasal dari bahasa Mandarin, yakni pou, te, dan hi. "Pou" berarti kain, "te" bermakna kantong, sedangkan "hi" yaitu boneka. Nah, wayang potehi kurang lebih berarti boneka dari kain yang berbentuk kantong. Karena alasan ini pulalah sebagian masyarakat juga menyebutnya wayang kantong.

Baca juga:
Wayang Potehi Dulu dan Kini
Akulturasi Fesyen Tionghoa-Indonesia dalam Kebaya dan Batik

Wayang potehi kali pertama dibawa ke Indonesia oleh pedagang dari negeri Tiongkok. Namun, kesenian kuno berusia sekitar 3.000 tahun itu konon justru dipopulerkan sejumlah terdakwa hukuman mati pada masa penjajahan Jepang di negeri ini. Hal itu seperti diungkapkan Herdian Chandra Irawan (48), pegiat wayang potehi Tek Gie Hien Semarang.

“Dulu, waktu penjajahan Jepang, ada lima pesakitan yang dihukum mati. Sambil menunggu waktu eksekusi, mereka menghibur diri dengan memainkan wayang potehi ini,” kata Herdian. 

Sejak saat itu wayang potehi mulai tersebar ke seluruh Indonesia. Namun, kesenian asal Tiongkok bagian selatan sempat mendapat tindakan represif pada era Orde Baru. Nggak cuma potehi, segala kesenian, tradisi, dan budaya khas Tiongkok lainnya kala itu juga dilarang. Para seniman potehi pun nggak nggak bisa tampil secara terang-terangan.

Namun, situasi itu berubah setelah Soeharto lengser dan masuk Era Reformasi. Presiden terpilih berikutnya, yakni Abdurrahman Wahid, yang lebih terbuka terhadap budaya Tionghoa, membuat para seniman potehi bisa kembali bernapas lega. Mereka bebas manggung di mana saja, terlebih setelah Imlek resmi dijadikan sebagai hari libur dan dirayakan secara nasional pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Kisah Legenda 

Sesuai dengan akar budaya yang melatarinya, cerita wayang potehi pun nggak jauh-pun dari legenda-legenda yang ada di negeri Tirai Bambu. Cerita yang sering dipertunjukkan di antaranya Sie Djin Kwie, Sun Go Kong, Poei Sie Giok, dan Pertahanan Perang Jenderal Yang.

Cerita-cerita itu biasanya dituturkan menggunakan bahasa Hokkian, kendati saat ini sudah banyak yang menggunakan bahasa Indonesia. Durasi ceritanya pun beragam. Ada yang habis diceritakan empat jam, tapi ada pula yang membutuhkan waktu dua bulan. Wah!

Herdian mengungkapkan, salah satu kisah paling panjang dalam wayang potehi adalah lakon Sie Djin Kwie. Untuk menyelesaikan kisah legendaris tentang jenderal Tiongkok paling terkenal pada awal masa Dinasti Tang itu, ungkapnya, dibutuhkan waktu seenggaknya dua bulan.

Baca juga:
Lasem, Kota Pusaka yang Lambangkan Persatuan
Menyambut Imlek, Puluhan Siswa PAUD Kucica Belajar Bikin Bakpao

“Cerita Sie Djin Kwie memang panjang banget, bisa sampai dua bulan. Semasa hidup, papa senang mendalang dengan cerita itu,” terang anak dari mendiang dalang potehi legendaris Semarang, Thio Tiong Gie, tersebut.

Hm, menarik nih! Ini sudah jadi kesenian kita juga lo, Millens! Yeah, nggak jauh berbeda dengan wayang kulit dan golek yang sudah lebih dulu kita kenal dan banyak dipakai dalam perhelatan tradisional di Indonesia, mungkin kamu juga harus mulai memikirkan, wayang potehi semestinya juga bisa dipentaskan sejajar dengan wayang kulit atau golek. Sepakat, Millens? (IF/GIL)

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: