BerandaHits
Minggu, 30 Nov 2024 16:03

Mengapa Perempuan Menyatakan Cinta Terlebih Dulu Dianggap Tabu?

Perempuan sah-sah saja mengungkapkan perasaan lebih dulu. (Freepik)

Stereotipe yang mengatakan bahwa perempuan tidak seharusnya menyatakan cinta terlebih dahulu masih sering ditemui. Pandangan ini berakar pada norma patriarki yang menempatkan perempuan dalam posisi pasif, meskipun di era modern, semakin banyak yang menilai bahwa cinta adalah tentang kejujuran dan keberanian tanpa memandang gender.

Inibaru.id - Dalam budaya banyak masyarakat, terdapat stereotipe yang menyatakan bahwa perempuan seharusnya nggak menyatakan cinta terlebih dulu. Tindakan ini dianggap sebagai sesuatu yang agresif, nggak sopan, atau bahkan melanggar norma gender tradisional.

Fenomena ini berakar dari konstruksi sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan dalam hubungan romantis.

Akar Stereotipe: Perempuan Harus Menunggu

Pandangan ini berasal dari norma patriarki yang telah mengakar kuat, di mana laki-laki dianggap sebagai pihak yang lebih dominan, termasuk dalam hal memulai hubungan. Perempuan, di sisi lain, ditempatkan dalam posisi yang lebih pasif, dengan anggapan bahwa mereka "harus menunggu" untuk didekati. Ketika perempuan melawan norma ini dengan menyatakan perasaannya terlebih dulu, tindakan tersebut sering kali dianggap melanggar batasan gender tradisional.

Label Negatif dan Dampaknya

Perempuan yang menyatakan cinta terlebih dahulu sering kali diberi label negatif, seperti terlalu agresif, kurang "bermartabat," atau nggak sabar. Akibatnya, banyak perempuan merasa ragu untuk mengekspresikan perasaan mereka, meskipun hal itu bisa menghambat mereka untuk membangun hubungan yang sehat dan jujur.

Ketakutan akan penolakan juga menjadi faktor lain. Jika perempuan ditolak, mereka mungkin merasa lebih terekspos secara emosional karena tekanan sosial yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dapat memunculkan perasaan malu yang tidak proporsional dibandingkan dengan jika laki-laki mengalami penolakan.

Perubahan Perspektif dalam Era Modern

Kini, siapa pun boleh menyatakan cinta terlebih dulu. (Freepik)

Meskipun stereotipe ini masih ada, perubahan mulai terlihat, terutama di generasi muda yang lebih terbuka terhadap gagasan kesetaraan gender. Di era modern, banyak orang mulai menyadari bahwa cinta adalah tentang kejujuran, terlepas dari siapa yang menyatakannya lebih dulu. Memulai sebuah hubungan nggak seharusnya ditentukan oleh gender, melainkan oleh keberanian untuk menjadi autentik.

Mengapa Perempuan Berhak Menyatakan Cinta?

1. Ekspresi Kejujuran

Mengungkapkan cinta adalah bentuk kejujuran emosional. Perasaan nggak seharusnya dikekang hanya karena norma sosial yang sudah usang.

2. Menentang Norma yang Nggak Setara

Dengan menyatakan cinta terlebih dahulu, perempuan menunjukkan bahwa mereka mampu mengambil inisiatif, yang merupakan langkah penting dalam menciptakan hubungan yang setara.

3. Mengurangi Ambiguitas

Menyatakan perasaan dapat membantu mengurangi ketidakpastian dalam hubungan. Hal ini memungkinkan kedua belah pihak untuk segera memahami posisi masing-masing.

Menormalisasi Perempuan Menyatakan Cinta

Agar stereotipe ini dapat terkikis, masyarakat perlu mulai menormalisasi tindakan perempuan yang menyatakan cinta terlebih dahulu. Edukasi tentang kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberanian individu dalam mengekspresikan diri adalah langkah penting.

Kalau dipikir-pikir, cinta memang nggak seharusnya dibatasi oleh aturan-aturan yang diskriminatif ya? Baik laki-laki maupun perempuan berhak menyatakan perasaan mereka tanpa takut dihakimi. Ketulusan adalah esensi dari cinta, dan siapa yang mengungkapkannya lebih dulu nggak akan mengurangi nilainya.

Dengan mendobrak stereotipe ini, kita membangun ruang bagi hubungan yang lebih jujur dan setara. Kalau menurutmu, perempuan yang menyatakan cinta duluan gimana, Millens? Yey or ney? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mencicipi Rasa Legendaris yang Disajikan di Warung Mi Lethek Mbah Jumal

20 Nov 2024

Nggak Ada Perayaan Tahun Baru di Shibuya, Tokyo, Jepang

20 Nov 2024

Petani Milenial, Berhasilkah Bikin Anak Muda Berkarier Jadi Petani?

20 Nov 2024

Mau Pertama atau Berkali-kali, Pengalaman Nonton Timnas Indonesia di GBK Membekas Abadi

20 Nov 2024

Pastikan Kehalalan, Juru Sembelih di Rembang Dilatih Sesuai Syariat Islam

20 Nov 2024

Bagaimana Orangtua Menyikapi Anak yang Membaca Manga dengan Unsur Kekerasan

20 Nov 2024

Lawang Keputren Bajang Ratu, 'Peninggalan Majapahit' yang Terlempar hingga Lereng Muria

20 Nov 2024

Mengenal 4 Budaya Kota Semarang yang Kini Berstatus Warisan Budaya Takbenda

21 Nov 2024

Memahami Perempuan Korea di Buku 'Bukannya Aku Nggak Mau Menikah' Karya Lee Joo Yoon

21 Nov 2024

AI Bikin Cerita Nyaris Sempurna, Tapi Nggak Mampu Bikin Pembaca Terhanyut

21 Nov 2024

Dilema Membawa Anak ke Tempat Kerja

21 Nov 2024

La Nina Masih Berlanjut, BMKG Minta Kita Makin Waspada Bencana Alam

21 Nov 2024

Kematian Bayi dan Balita: Indikator Kesehatan Masyarakat Perlu Perhatian Serius

21 Nov 2024

Ketua KPK Setyo Budiyanto: OTT Pintu untuk Ungkap Korupsi Besar

22 Nov 2024

Menelisik Rencana Prabowo Pengin Indonesia Hentikan Impor Beras Mulai 2025

22 Nov 2024

Meriung di Panggung Ki Djaswadi, sang Maestro Kentrung dari Pati

22 Nov 2024

Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan, Itulah Prinsip Wabi-Sabi

22 Nov 2024

Mencegah Kecelakaan Maut di Turunan Silayur, Ngaliyan, Semarang Terulang

22 Nov 2024

Apa Alasan Orang Jepang Tidur di Lantai?

22 Nov 2024

Rute Baru Semarang-Pontianak Resmi Dibuka di Bandara Ahmad Yani Semarang

22 Nov 2024