Inibaru.id - Kemajuan teknologi terus membuka tabir masa silam Nusantara. Kali ini, sinar laser dari udara dan gelombang georadar menyingkap jejak Kerajaan Majapahit yang selama berabad-abad tersembunyi di bawah tanah Trowulan. Hasil pemindaian terbaru menunjukkan bahwa kawasan yang dulu dianggap “lahan kosong” itu ternyata menyimpan pola bata, jalur struktur, hingga sisa bangunan kuno yang sama sekali tak terlihat oleh mata manusia.
Berkat teknologi LiDAR (Light Detection and Ranging) dan georadar, para arkeolog menemukan petunjuk penting tentang tata kota Majapahit. Struktur yang semula tertutup tanah dan vegetasi kini muncul kembali dalam bentuk pola yang teratur, membuka dugaan bahwa Trowulan bukan sekadar situs peninggalan acak, melainkan pusat kota yang direncanakan dengan sangat matang.
LiDAR bekerja dengan memancarkan ribuan titik laser dari udara untuk membaca bentuk permukaan tanah dengan akurasi tinggi. Sementara itu, georadar (Ground Penetrating Radar/GPR) menembus lapisan bawah tanah untuk menangkap keberadaan struktur yang tak terlihat, tanpa perlu menyentuh sekop atau menggali tanah. Kolaborasi keduanya membuat gambaran kota Majapahit yang selama ini terfragmentasi menjadi lebih utuh.
Hasil pemetaan awal menunjukkan adanya pola grid, sebuah penanda kuat bahwa kota Majapahit dibangun dengan sistem perencanaan ruang yang rapi. Dugaan lama bahwa peninggalan Majapahit tersebar tanpa pola pun mulai terpatahkan. Justru, struktur-struktur yang muncul dari pemindaian memperlihatkan keterhubungan yang fungsional, seolah memperlihatkan kehidupan masyarakatnya yang terorganisasi dengan cermat.
Temuan ini disebut-sebut bakal mengubah peta arkeologi Majapahit. Para arkeolog dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI menemukan indikasi adanya zona permukiman bangsawan, jalur prosesi kerajaan, hingga struktur keagamaan yang selama ini belum pernah terekskavasi. Area di sekitar Segaran dan Kedaton bahkan memperlihatkan pola bata besar yang diduga milik kompleks bangunan monumental.
Dengan temuan tersebut, penelitian Majapahit kini memasuki babak baru. Arkeolog dapat membaca peta kota kuno tanpa melakukan penggalian yang berisiko merusak struktur. “Menembus tanah tanpa menggali” kini bukan lagi sekadar konsep, melainkan metode ilmiah yang membuka jalan bagi rekonstruksi sejarah secara lebih presisi.
Teknologi ini juga membuka pintu bagi pengalaman baru dalam memahami Majapahit. Data LiDAR dan georadar sedang diolah menjadi model 3D, memungkinkan publik maupun akademisi melihat bentuk kota Majapahit secara digital. Pemerintah daerah bersama Kemendikbudristek berencana memanfaatkannya sebagai media edukasi virtual dan wisata sejarah berbasis teknologi di Trowulan.
Melalui visualisasi tersebut, masyarakat bisa menjelajah lanskap Majapahit seolah sedang berada di masa lalu—melihat bagaimana jalan-jalan dibangun, permukiman disusun, hingga bagaimana pusat spiritualitas Majapahit pernah berdiri.
Namun, inovasi ini juga membawa tantangan: bagaimana menjaga keseimbangan antara pelestarian situs sejarah dan modernisasi kawasan?
Teknologi LiDAR dan georadar menjadi contoh bahwa keduanya dapat berjalan beriringan. Pendekatan non-destruktif ini membantu menjaga keaslian struktur bawah tanah sekaligus memperkaya penelitian arkeologi dengan data yang lebih komprehensif.
Pada akhirnya, terobosan ini menegaskan bahwa Majapahit bukan hanya cerita kejayaan masa lalu. Ia adalah warisan hidup yang masih bisa dipelajari, dihayati, dan dikembangkan dengan sentuhan teknologi masa kini. Dengan pemetaan ulang ini, Trowulan kembali bersuara, mengajak kita melihat sejarah bukan sebagai artefak, tetapi sebagai lanskap peradaban yang terus memberi inspirasi. Duh, nggak sabar lihat hasilnya deh, Gez! Kamu juga? (Siti Zumrokhatun/E05)
