BerandaHits
Kamis, 22 Nov 2023 15:59

Konferensi ICIR ke-5: Dorong Pengakuan Hukum Adat di Indonesia

Suasana konferensi pers "Democracy of the Vulnarable" di di PUI Javanologi, UNS Surakarta. (Dokumentasi ICIR)

Dalam upaya memperluas pengakuan terhadap hukum adat, The Intersectoral Collaboration on Indigenous Religions (ICIR) menggelar konferensi 'Democracy of the Vulnerable' pada 22-23 November 2023. Konferensi ini diharapkan dapat membuka wacana publik mengenai hukum adat dan hak-hak masyarakat adat di Indonesia.

Inibaru.id - Isu seputar penghayat kepercayaan, agama leluhur, dan masyarakat adat semakin memanas di Indonesia. Menghadapi kompleksitas permasalahan ini, The Intersectoral Collaboration on Indigenous Religions (ICIR) melalui program "Rumah Bersama" menyelenggarakan konferensi tahunan ke-5 dengan tema "Democracy of the Vulnerable."

Konferensi ini berlangsung pada Rabu-Kamis, 22-23 November 2023, di PUI Javanologi, UNS Surakarta, Jawa Tengah. Dengan tema tersebut, ICIR berharap dapat mendengar suara dan membuka wadah kelompok rentan yang kemudian menjadikannya wacana publik. Konferensi ini juga digelar dengan tujuan untuk memperluas pengakuan terhadap keberadaan mereka sebagai warga negara sah Indonesia.

Syamsul Maarif, penyelenggara ICIR dari CRCS UGM mengungkapkan pandangannya dalam konferensi pers pada Rabu, 22 November 2023. Dia menyoroti isu "living law" atau hukum yang hidup di masyarakat adat. Menurutnya, hukum adat di Indonesia ini masih rentan akan diskriminasi.

“Mengenai living law atau hukum yang hidup di masyarakat adat ini meskipun sudah dimasukkan dalam KUHP, tetap saja terdapat regulasi yang mendiskriminasi. Ini yang harus kita perjuangkan,” terang Syamsul dengan lantang.

Negara harus melibatkan masyarakat adat dalam musyawarah untuk mencapai pluralisme hukum yang berkeadilan. (Dokumentasi ICIR)

Syamsul menekankan bahwa negara harus memainkan peran aktif dan memiliki komitmen tinggi dalam mengurus hukum adat. Dan yang lebih penting, negara harus melibatkan masyarakat adat dalam musyawarah untuk mencapai pluralisme hukum yang berkeadilan.

"Negara harus mengakui adanya hukum adat yang berlaku di kelompok adat tertentu, serta memiliki komitmen untuk menghormati, melindungi, dan mengakui hak-hak masyarakat adat," tegasnya.

Dalam konteks ini, Sulistyowati Irianto, salah seorang pembicara konferensi, menggarisbawahi bahwa hukum adat adalah hasil dari sistem berfikir, berpengetahuan, dan berhukum. Semua etika moral mengenai hubungan manusia dengan Sang Pencipta, lingkungan, dan sesama manusia sudah diatur dalam hukum adat.

"Biarkan setiap orang memiliki budaya dan hukum adatnya sendiri. Jangan diintervensi!" ungkapnya.

Dewi Kanti memaparkan gagasannya terkait adat sebagai jati diri bangsa Indonesia. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Dewi Kanti, perwakilan dari Komnas Perempuan, juga menyampaikan pandangannya. Menurutnya, adat merupakan karakter bangsa yang mencerminkan jati diri bangsa itu sendiri.

"Adat adalah akar bangunan kebangsaan. Jika masyarakat adat tercabut, pohon bangsa kita bisa rapuh," tambahnya.

Diskursus seputar living law atau hukum adat dalam KUHP ini memang harus terus diupayakan agar nafas peradilan tidak pernah berhenti. Dengan konferensi ini, semoga akan muncul solusi dan pemahaman lebih baik terkait hak-hak masyarakat adat dan pengakuan terhadap keberadaan mereka di Indonesia ya, Millens! (Rizki Arganingsih/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024