BerandaHits
Minggu, 8 Jul 2023 14:00

Kegairahan Anak Muda Menghidupkan Seni di Desa

Pertunjukkan teater bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi agar lebih menarik. (Inibaru/ Hasyim Asnawi)

Kesenian di desa nggak semata untuk hiburan. Dengan peran serta seluruh lapisan masyarakat, terutama anak muda, seni di desa bisa mewujudkan kerukunan antarwarga.

Inibaru.id - Seni selalu lekat dengan masyarakat. Nggak heran, panggung kesenian, baik berupa seni musik, tari, peran, dan lainnya tetap subur di mana-mana.

Meski zaman berganti, kesenian seolah nggak pernah kehilangan keseruannya. Ia justru bisa selalu beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan ideologi yang terus bergulir. Seni tumbuh beriringan dengan pertumbuhan masyarakatnya.

Turut menyemarakkan kegiatan berkesenian di Kabupaten Kudus, sebuah komunitas yang bernama Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW) aktif menggelar berbagai kegiatan seni melalui panggung pertunjukkan. Di sana, para anak muda Kota Kretek bebas mengeksplorasi potensi yang ada pada diri sendiri dan memadukannya dengan nilai-nilai lokal di lingkungan mereka tinggal.

Semangat dan kegairahan berkesenian sangat terasa ketika saya berkesempatan menonton salah satu pertunjukkan yang digelar oleh KBPW beberapa waktu lalu. Mengangkat tema stunting, mereka menyajikan pementasan pertunjukkan rakyat di Panggung Ngepringan Kampung Budaya Wetan di Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus.

Para artis yang terlibat dalam drama edukasi itu rata-rata adalah anak muda. Mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas dan kuliah. Bahkan, adegan menari yang menjadi salah satu bagian pada pertunjukkan malam itu dilakukan oleh mereka yang masih belia.

Menyalurkan Kegiatan Positif

Penampilan anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar (SD) menarik perhatian para penonton. (Inibaru.id/ Hasyim Asnawi)

Ketua KBPW Muchammad Zaini menyadari, anak muda memang perlu diberi wadah untuk berkesenian dan menyalurkan kegiatan positif. Oleh sebab itu, dia bersama penggerak budaya di kampungnya selalu menyemangati dan memberikan ruang kepada pemudi dan pemuda di sana untuk mengasah potensi di dunia seni.

Lewat jalur seni, komunitas itu mengajak anak kecil, remaja, mahasiswa, hingga orang tua menjadi subjek dalam pemajuan kebudayaan.

"Seperti yang disampaikan Dirjen Kemendikbud RI Hilman Farid, sudah saatnya desa tidak lagi menjadi objek pemajuan kebudayaan, melainkan desa harus menjadi subjek dalam pemajuan kebudayaan," ungkap lelaki dengan nama panggung Jessy Segitiga itu.

Pertunjukkan Semua Umur

Pentas rakyat 'Slamet Stunting' rata-rata diperankan oleh anak muda. (Inibaru.id/ Hasyim Asnawi)

Anak muda identik dengan teknologi dan hal kekinian. Tapi rupanya, hal itu bisa berpadu dengan seni pertunjukkan teater, ketoprak, tari, monolog, hingga komedi. Terlihat dari desain panggung, kostum, properti yang ada pada pertunjukkan bertajuk "Slamet Stunting". Sebagai penonton, saya merasakan betul adanya percampuran seni zaman dulu dengan pernak-pernik masa kini.

"Ini yang menjadi warna tersendiri bagi penonton. Kita tampilkan pertunjukan rakyat yang bisa diterima semua umur. Terlebih anak-anak muda agar lebih mengenal seni," akunya.

Sebagai salah seorang yang terlibat dalam pertunjukkan kala itu, Revika Rahayu Widiarsih mengaku bangga dan puas dengan kesempatan yang diberikan padanya. Perempuan 17 tahun asal Pati itu banyak belajar tentang kesenian saat bergabung dalam wadah KBPW.

Gadis yang sudah menyukai seni tari sejak kecil itu telah terbiasa berakting dan menunjukkan kemahirannya di atas panggung.

"Di KBPW kan ada kelas mingguan. Jadi, pentas ini juga sudah kami persiapkan sebelumnya. Kami latihan tiap minggu, menyesuaikan peran dan kekurangan masing-masing. Nyatanya belajar seni dan teater itu asyik," ujarnya bersemangat.

Nah, sejatinya seni memang terbuka pada perkembangan zaman ya, Millens. Jadi, sebagai anak muda, kita mempunyai banyak kesempatan untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan gagasan lewat seni, seperti yang telah dilakukan oleh kawan-kawan di KBPW Kudus. (Hasyim Asnawi/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024