BerandaHits
Rabu, 11 Okt 2022 16:16

Kebijakan Cukai Belum Bikin Konsumen Rokok Berkurang

Ilustrasi: Besarnya selisih tarif cukai hasil tembakau (CHT) antargolongan pada struktur tarif CHT turut berkontribusi menjamurnya rokok-rokok dengan harga murah.(Antara/Arief Priyono)

Selisih tarif cukai hasil tembakau (CHT) antargolongan pada struktur tarif CHT terlalu besar. Hal itu malah belum membuat konsumen rokok berkurang karena tetap ada rokok dengan harga murah di pasaran.

Inibaru.id - Salah satu upaya mengurangi angka perokok terutama anak di Indonesia adalah dengan menaikkan cukai. Tapi kenyataannya nggak semulus harapan karena adanya selisih tarif cukai yang besar.

Ya, besarnya selisih tarif cukai hasil tembakau (CHT) antargolongan pada struktur tarif CHT turut berkontribusi menjamurnya rokok-rokok dengan harga murah. Dengan begitu, bukankah konsumen malah bebas memilih membeli rokok murah yang sesuai kemampuan mereka?

Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia (UI) Risky Kusuma Hartono mencontohkan, selisih tarif cukai antara golongan 1 dan bawahnya, untuk sigaret kretek mesin masih lebar. Bahkan selisih tarif keduanya yaitu Rp385 per batang.

"Apabila satu bungkus rokok terdapat 16 batang, maka selisih tarif cukainya sebesar Rp6.160. Ini belum termasuk PPN. Maka rentang perbedaan harganya makin tinggi lagi," katanya pada Senin (10/10/2022).

Ditambah lagi, produk ini juga dikenakan pajak rokok 10 persen untuk daerah, sehingga selisih total pajaknya bisa mencapai Rp8.000 per bungkus. Jika dilihat lebih jauh, di tingkat konsumen, variasi harga rokok ini bisa mencapai Rp10.000-an.

Menjamurnya Rokok Murah

Ilustrasi: Para anak tetap mampu membeli rokok kendati tarif cukai dinaikkan setiap tahun. (Pexels/Letit)

Kebijakan CHT itu justru menyuburkan fenomena rokok murah. Ini tentu saja nggak sejalan dengan semangat utama cukai, yaitu pengendalian konsumsi rokok.

“Perokok masih bisa leluasa membeli produk rokok yang lebih murah bahkan ketika harga rokok naik," ujarnya.

Lebih lanjut dia memaparkan hasil studi soal keterkaitan antara rokok murah dengan angka perokok anak. Pada intinya, para anak tetap mampu membeli rokok kendati tarif cukai dinaikkan setiap tahun.

Maka itu, Risky merekomendasikan pemerintah untuk melihat ulang struktur tarif cukai tembakau. Tujuannya adalah mencegah semakin banyaknya rokok murah beredar di pasar. Selain itu pemerintah juga harus mempercepat pengurangan lapisan struktur tarif CHT.

Pemerintah, melalui kebijakan tarif CHT harus mengambil langkah yang cukup signifikan di antaranya untuk mengurangi prevalensi perokok anak, menekan angka perokok usia dewasa, dan mencapai visi Indonesia yaitu mencapai SDM Unggul.

Perdekat Selisih Tarif Cukai

Ilustrasi: Perokok dapat beralih ke rokok murah ketika ada kenaikan harga. (Rokok Indonesia)

Hal serupa juga disampaikan oleh Tim Peneliti Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Lara Rizka terkait lebarnya selisih tarif CHT antargolongan. Artinya efektivitas kebijakan ini dinilai nggak berdampak terhadap pengendalian tembakau.

"Selisih tarif tertinggi dan terendah mempengaruhi harga rokok yang beredar di pasaran, sehingga mengurangi efektivitas cukai untuk pengendalian konsumsi tembakau," ujarnya.

Hal ini terjadi karena adanya ketersediaan rokok yang lebih murah sehingga perokok dapat beralih ke rokok murah ketika ada kenaikan harga.

"Oleh karena itu, selisih tarif tersebut perlu didekatkan. Skemanya, tarif yang rendah perlu dinaikkan secara signifikan," kata dia.

Ya, semoga pemerintah segera memperbaiki kebijakan tentang cukai, agar harga rokok nggak terlalu murah sehingga nggak bisa terbeli oleh anak-anak ya, Millens! (Siti Khatijah/E05)

Artikel ini pernah dimuat di Medcom dengan judul Kebijakan Cukai Saat Ini Malah Bikin Harga Rokok Semakin Bervariasi.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024