Inibaru.id – Sosok lelaki paruh baya dengan cangklong di mulut hampir selalu ada di tribun saat Persib Bandung menggelar laga kandang. Namanya Abah Ipin. Tujuan utamanya datang ke stadion bukan menonton sepak bola, tapi menunda atau mengalihkan hujan saat laga berlangsung.
Abah Ipin adalah pawang hujan yang hampir selalu menjadi bagian dari laga kandang Persib. Di tengah pandemi, agaknya pekerjaan utamanya itu terpaksa nggak bisa banyak diandalkan lantaran kompetisi sepak bola ditiadakan. Acara lain yang banyak mengandalkan para juru rayu alam ini juga setali tiga uang.
Hampir tiap daerah di Indonesia mengenal profesi pawang hujan. Tugasnya adalah mengendalikan, menahan, atau memindahkan hujan. Terkadang, mereka juga mengirimkan hujan ke suatu tempat dengan pelbagai tujuan.
Masyarakat Tanah Air sudah lama mengenal profesi yang acap dikaitkan dengan unsur mistis ini. Untuk melakukannya, ada beberapa ritual dan peranti yang digunakan. Untuk Abah Ipin, dia memakai perantara rokok kretek yang diembuskan di tengah venue.
Selain rokok, ada pula yang menggunakan peranti seperti sesajen, mantra, dan lain-lain. Konon, pawang hujan sudah dikenal sejak masa kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Mereka menjadi andalan untuk berbagai hajatan, mulai dari nanggap wayang, resepsi pernikahan, hingga pengajian akbar.
Di tengah pandemi, pekerjaan para pawang hujan tentu saja terancam karena hajatan-hajatan harus ditiadakan. Lalu, gimana nasib para pawang hujan saat ini?
Manuver Bisnis
Santoso Joko Purnomo, salah seorang pawang hujan dari Semarang, Jawa Tengah, mengatakan, larangan menggelar konser musik dan acara lain yang mengundang kerumunan membuatnya sepi job. Padahal, dia biasa menjadi pengendali hujan di tengah perhelatan besar yang biasa digelar di kota itu.
"Hanya itu (pawang hujan) penghidupan saya," ungkap lelaki yang akrab disapa Joko Menthek itu, dikutip dari IDN Times, Rabu (10/2/2021). "Ya, nganggur tujuh bulan!"
Nggak patah arang, Joko memilih untuk jemput bola. Dia mendatangi rumah-rumah orang yang dia kenal yang akan menggelar pernikahan. Joko pun menawarkan jasanya agar acara pernikahan nggak sampai terganggu oleh hujan, khususnya pada prosesi bleketepe dan midodareni.
Joko mengaku penghasilannya turun drastis selama pandemi. Dulu, jika ada konser musik, dia mendapatkan bayaran antara Rp 5 juta sampai Rp 12 juta. Kini, untuk acara bleketepe dan midodareni yang berdurasi sekitar tiga jam, dia dibayar Rp 750 ribu.
“Kalau dibikin perbandingan ya jauh banget sama bayaran waktu sebelum pandemi,” keluh Joko.
Harusnya, musim hujan yang bertepatan dengan musim nikah seperti sekarang ini menjadi waktu yang tepat untuk Joko Menthek atau Abah Ipin panen rezeki. Sayang, pandemi membuat semuannya buyar.
Di tempatmu, adakah profesi lain yang juga mengalami nasib serupa, Millens? (Kum,Idn/IB09/E03)