Inibaru.id - Kondisi iklim yang kian menggerogoti wilayah Kabupaten Demak menjadi pembahasan yang seharusnya tidak berhenti dibicarakan di tingkat lokal saja, melainkan menjadi perhatian serius oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, siapa pun nanti yang jadi presiden, haruslah sosok yang nggak mengabaikan permasalahan serius ini.
Seperti yang sudah kita tahu, KPU RI telah menetapkan tiga pasangan capres dan cawapres, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebagai calon pemilih, kita harus jeli dalam membedah visi misi mereka.
Festival Keadilan yang diselenggarakan di Sanggar Halaman Belajar (SHB) Jalan Sultan Trenggono, Katonsari, Demak beberapa hari lalu mencoba mengangkat isu tersebut. Pada kesempatan itu, hadir beberapa narasumber diantaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), tokoh masyarakat, aktivis Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan aktivis nelayan perempuan. Mereka mengajak warga setempat berkumpul dan bekolektif merefleksikan kondisi di Demak.
Dirut YLBHI Asfinawati mengatakan, permasalahan lingkungan yang terjadi di Demak seharusnya menjadi komitmen politik nasional untuk menyelamatkan warga. Salah satunya dengan mengurangi proyek strategis nasional.
Ia menilai, hubungan politik dengan pembangunan memiliki keterikatan kuat. Hukum menjadi produk pemerintah oligarki dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan. Sehingga penting bagi masyarakat selektif dalam memilih pemimpin yang akan membawa keberlangsungan bangsa untuk lima tahun ke depan.
"Pentingnya momen pilpres ini untuk bertanya kepada para calon presiden, mengenai komitmen melestarikan ekologis," katanya.
Jangan Tergiur Politik Uang
Tidak hanya Asfinawati, dua pemateri lainnya turut menyoroti krisis iklim yang menimpa Demak. Dua diantaranya Koordinator Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti dan penulis terkemuka Eko Prasetyo.
Pada kesempatan itu, Fatia mencoba mengajak masyarakat untuk merefleksikan diri dan tidak terbius dengan momen politik. Terutama dengan keberadaan politik uang dan politik identitas masih menjadi alat pada calon dalam mendapatkan banyak suara. Masyarakat akan lebih terdampak dan terkena imbas dari praktek itu.
Untuk itu, dia ingin masyarakat saling bersolidaritas dan menyatukan suara dalam menyuarakan krisis iklim. Melalui suara-suara pinggiran dan kolektif bersama.
"Kita harus bersolidaritas, masalah akan terus terjadi jika tidak kita hentikan," ujarnya.
Begitu pula dengan Eko Prasetyo dalam pemaparannya. Dalam hidup membutuhkan perjuangan untuk melawan ketamakan penguasa. Masyarakat tidak bisa selamanya sengsara karena imbas dari produk-produk pemerintah oligarki.
"Hidup itu berjuang, melawan, dan optimis. Sudah banyak yang susah, mari bersolidaritas. Jika sudah bersama ayo memperjuangkan bersama!" terangnya.
Pertemuan diakhiri dengan foto bersama dan pengambilan gambar kampanye "Demak Menolak Tenggelam." Meskipun membahas persoalan yang berat, masyarakat tampak menikmati dan semakin optimistis dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Jadi, sekarang kita sudah punya satu kriteria penting dalam memilih calon presiden ya, Millens? Yap, pilihlah tokoh yang aware dengan isu lingkungan! (Ayu Sasmita/E10)