BerandaHits
Senin, 7 Apr 2024 17:00

Erupsi Gunung Tambora dan Ihwal Mula Penemuan Sepeda

Erupsi Tambora diyakini sebagai letusan gunung terkuat dalam sejarah modern yang mengakibatkan perubahan cuaca ekstrem dan paceklik di sejumlah wilayah. (Getlost)

Membuat seisi bumi mengalami penurunan suhu hingga setahun penuh, esupsi Gunung Tambora yang terjadi pada 1815 rupanya juga menjadi ihwal mula penemuan sepeda.

Inibaru.id – Letusan Gunung Tambora pada 1815 menjadi kisah pilu bagi seisi bumi lantaran membuat dunia mengalami tahun-tahun tanpa musim panas. Suhu udara menurun secara signifikan dan belahan bumi utara menderita gagal panen besar-besaran setahun setelah letusan.

Erupsi gunung yang berlokasi di Pulau Sumbawa, NTB ini memang dianggap yang terkuat dalam sejarah modern, dengan klasifikasi Indeks Daya Ledak Vulkanik (VEI) 7. Letusan ini empat kali lebih kuat ketimbang erupsi Krakatau di Pulau Rakata pada 1883 yang "hanya" masuk skala VEI 6.

Lalu, seberapa kuat erupsi Tambora? Sebagai perbandingan, bom yang menghancurkan Kota Hiroshima di Jepang pada 1945 berkekuatan 20 kiloton TNT. Sementara, Krakatau yang mampu meluluhlantakkan dua per tiga Pulau Rakata memiliki kekuatan 200 megaton TNT. Maka, silakan dihitung sendiri, ya!

Erupsi yang terjadi mulai 5 April 1815 ini sangatlah dahsyat hingga menimbulkan anomali iklim di dunia sampai setahun setelahnya. Namun, di balik kengerian itu, bencana ini juga menjadi inspirasi dari terciptanya sepeda, lo! Bagaimana bisa? Yuk, simak!

Penurunan Suhu secara Global

Lukisan "Two Men by the Sea" karya Caspar David Friedrich menggambarkan "Year without a summer" gara-gara letusan Gunung Tambora. (Wikipedia)

Tambora adalah salah satu gunung tertinggi di Hindia Belanda yang sebelum meletus puncaknya berada pada ketinggian 4.300 mdpl. Kala itu, erupsi gunung yang hingga sekarang masih berstatus aktif tersebut diperkirakan telah merenggut sekitar 71 ribu jiwa. Namun, dampaknya nggak berhenti di situ.

Akibat muntahan material vulkanik yang sangat tinggi, erupsi yang dentumannya terdengar hingga Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku itu telah menurunkan suhu udara secara global. Hujan turun terus-menerus mengakibatkan gagal panen di pelbagai wilayah hingga setahun lamanya.

Dampaknya, kelaparan terjadi di Eropa; terlebih saat itu mereka tangah porak-poranda akibat Perang Napoleon. Nahas, secara hampir bersamaan wabah tifus juga muncul di sebagian wilayah Eropa. Total, lebih dari 100 ribu orang meninggal dunia akibat peristiwa ini.

Gagal panen juga membuat binatang ternak terpaksa disembelih karena selain pakan sulit didapatkan, ternak juga dijadikan stok bahan makanan; termasuk kuda yang saat itu jadi alat transportasi utama. Nah, karena orang jadi sulit bepergian, tercetuslah ide untuk membuat alat transportasi baru.

Awal Kemunculan Sepeda

Cikal bakal sepeda modern, Laufmaschine. (Technoseum Media Center/Rhein Neckar)

Jumlah kuda yang jauh berkurang membuat masyarakat sulit bepergian. Hal inilah yang kemudian membuat peneliti Jerman Baron Karl von Drais berpikir untuk membuat alat transportasi baru yang nggak bergantung pada tenaga hewan, hingga terciptalah Laufmaschine.

Laufmaschine adalah cikal bakal sepeda modern, tapi belum memiliki pedal sebagai pengayuh seperti sekarang. Secara garis besar, cara kerja alat yang juga dikenal sebagai draisine, dandy horse, atau hobby horse ini mirip sepeda anak "push bike" yang digerakkan dengan dorongan kaki.

Berkat alat ini, manusia bisa melaju dengan kecepatan sekitar 16 kilometer per jam atau dua kali lebih cepat dari rata-rata kecepatan orang berjalan. Tentu saja ini menjadi solusi yang tepat sebagai pengganti kuda yang populasinya tengah menurun.

Bentuk laufmaschine yang masih sederhana kemudian diubah oleh sejumlah teknisi di Prancis pada 1860 dengan menambahkan pedal pada roda depan. Sementara, sepeda dengan rantai dan pedal modern seperti yang biasa kita lihat sekarang baru tercipta pada 1885.

Wah, nggak nyangka ya? Di balik kengerian erupsi Tambora yang membuat seisi bumi kehilangan musim panas mereka, ada penemuan yang begitu bermanfaat secara global hingga sekarang. Angkat topi deh!(Arie Widodo/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024