BerandaHits
Minggu, 16 Mar 2024 17:00

Dampak Resesi Seks di Jepang, Festival Sominsai Berpotensi Punah

Festival Sominsai atau Hakada Matsuri yang mempertontonkan para lelaki telanjang memperebutkan jimat pada perayaan Imlek di Jepang diperkirakan akan segera punah. (Getty Images/Trevor Williams via The Atlantics)

Parade lelaki telanjang atau dikenal sebagai Festival Sominsai yang didominasi anak muda berpotensi punah sebagai dampak resesi seks di Jepang.

Inibaru.id – Festival Sominsai atau Hakada Matsuri memang baru saja digelar di Kuli Kokusekeki, Oshu, Iwate pada akhir Februari lalu. Namun, banyak pihak yang meyakini bahwa parade lelaki telanjang berusia ribuan tahun itu bakal jadi festival terakhir yang mereka gelar di Jepang.

Alasannya, resesi seks di Jepang berlangsung sangat parah sampai-sampai mereka kesulitan mencari laki-laki muda yang mau mengikuti festival yang digelar sepanjang malam pada hari ke-7 setelah Tahun Baru Imlek tersebut.

Sominsai atau Somin-sai memang menjadi festival yang hanya diperuntukkan untuk laki-laki. Mereka mengikuti festival di tengah cuaca dingin hanya dengan mengenakan cawat tradisional Jepang yang terbuat dari selembar kain yang dililitkan pada selangkangan dan pinggang.

Para lelaki "telanjang" ini kemudian berebut jimat kayu yang dilemparkan biksu-biksu di kuil sembari berteriak, "Jasso, joyasa!" atau dalam bahasa Indonesia berarti lenyaplah yang jahat. Masalahnya, mencari laki-laki yang mau melakukan kegiatan itu sudah sangat sulit sekarang ini.

Hanya Ratusan Peserta

Bisa jadi, tahun depan Festival Sominsai nggak lagi digelar. (AFP via Todayonline)

Pihak pengelola Festival Sominsai mengakui, mereka mulai kesulitan menemukan para anak muda yang berminat untuk mengikuti pergelaran tahunan tersebut, sementara yang lebih tua sudah nggak memiliki energi yang cukup prima untuk berebut jimat.

“Keberuntungan selama setahun bagi peraih jimat kayu ternyata nggak cukup untuk menarik minat anak muda," keluh biksu di Kuil Kokusekeki, Daigo Fujinami, 23 Februari lalu."Kali ini hanya ratusan peserta dan pasti semakin berkurang ke depan. Jadi, bakal sangat sulit untuk meneruskan festival ini."

Kekhawatiran serupa juga diungkap Yasuo Nishimura, peserta festival asal Osaka. Lelaki yang hampir tiap tahun nggak pernah absen mengikuti Sominsai itu mengatakan, tahun ini mungkin akan menjadi festival besar terahir dalam seribu tahun.

“Mungkin tahun depan formatnya akan berbeda, tapi saya harap tradisi ini bakal tetap bertahan,” harapnya.

Angka Kelahiran yang Menurun

Berkurangnya peserta Festival Sominsai kemungkinan terjadi karena semakin menurunnya angka kelahiran di Jepang beberapa waktu terakhir. (Getty Images/Trevor Williams via The Atlantics)

Nishimura meyakini, kian berkurangnya jumlah peserta Festival Sominsai nggak lepas dari semakin menurunnya angka kelahiran di Negeri Sakura. Jumlah generasi muda semakin sedikit, sementara yang tersisa nggak selalu berminat untuk mengikuti festival-festival tradisional.

Sebagaimana dikeluhkan Daigo Fujinami dari Kuil Kokusekeki, Nishimura juga mengatakan bahwa kurangnya peserta generasi muda ini diperparah dengan kondisi tubuh sebagian peserta dari generasi tua sudah nggak prima, membuat mereka nggak bisa terus-menerus menjadi peserta.

Frustrasi dengan menurunnya minat peserta festival tahun ini, sejumlah kuil telah membuat aturan baru dengan memperbolehkan para perempuan untuk ikut ambil bagian. Kuil Kokuseki bahkan telah memutuskan untuk meniadakan festival ini tahun depan dan menggantikannya dengan upacara lain.

Wah, cukup disayangkan kalau Festival Sominsai yang sudah dilestarikan selama ribuan tahun harus benar-benar menemui jalan buntu dan punah dalam waktu dekat ya, Millens? (Arie Widodo/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024