Inibaru.id – Ironi. Di tengah masih tayangnya film Budi Pekerti di Indonesia, muncul kasus hoaks dugaan pelecehan seksual pengurus BEM FMIPA UNY. Layaknya di film itu pula, warganet di Indonesia menghujat pihak yang dianggap melakukan kesalahan secara daring.
Meski yang bersangkutan sudah membantah tuduhan tersebut dan pihak kampus juga sempat mengungkap adanya dugaan isu tersebut hoaks belaka, hujatan nggak kunjung mereda.
Untungnya, pihak kepolisian segera menindaklanjutinya. Per hari ini, Senin (13/11/2023), satu orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas penyebaran berita bohong alias hoaks atas kasus tersebut. Inisialnya RAN dan usianya masih 19 tahun. Warga Kota Yogyakarta ini juga berstatus mahasiswa.
“Kasus in bermula dari adanya unggahan dari satu akun media sosial X (Twitter) tentang dugaan pelecehan seksual yang dialami mahasiswa baru oleh salah satu pengurus BEM FMIPA UNY. Kami pun akhirnya mencari korban. Apalagi, yang bersangkutan juga belum melapor ke polisi,” terang Dirreskrimsum Polda DIY Kombes Idham Mahdi sebagaimana dilansir dari Kompas, Senin(13/11).
Pihak yang dihujat warganet karena dituding sebagai pelaku pelecehan, MF (21), akhirnya memutuskan untuk membuat laporan ke polisi pada Minggu (12/11). Polisi pun akhirnya melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi. Dari hasil penyelidikan itulah, RAN akhirnya ditetapkan sebagai tersangka penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik.
“Yang bersangkutan mengakui perbuatannya dengan membuat draf narasi kekerasan seksual di WhatsApp lalu mengunggah postingan di media sosial X,” jelas Idham.
Marak Hoaks Kasus Pelecehan Seksual, Kepercayaan Publik Bisa Turun
Kaus hoaks pelecehan seksual yang dialam pengurus BEM FMIPA UNY ini disebut-sebut bisa memberikan efek fatal pada kasus-kasus pelecehan seksual ke depannya. Khususnya bagi yang mulai memberanikan diri untuk speak-up. Jika biasanya warganet bakal langsung membela mereka, bisa jadi ke depannya warganet lebih memilih untuk menahan diri demi mencari tahu apakah kasus ini benar atau nggak.
Padahal, menurut penelitian Indonesia Judicial Research Society pada 2020, nggak mudah bagi korban kekerasan seksual untuk speak up. Alasannya, mereka merasa takut (33,5 persen), merasa malu (29 persen), bingung harus melaporkan kasusnya ke mana (23,5 persen), serta merasa bersalah (18,5 persen).
Mereka juga takut jika cerita mereka nggak dipercaya oleh orang lain karena dianggap mengada-ada atau kebohongan. Mirip-mirip dengan kasus hoaks yang sedang kita bahas belakangan, bukan? Mereka juga khawatir pelaku akan membalas jika mereka speak up dan akhirnya usaha mereka untuk mengungkap atau melaporkan kasus ini menjadi sia-sia belaka.
Semoga saja, ke depannya kasus hoaks pelecehan seksual yang dialami pengurus BEM FMIPA UNY ini nggak sampai membuat kebiasaan warganet untuk mendukung korban jadi berkurang ke depannya, ya, Millens? (Arie Widodo/E05)