BerandaHits
Jumat, 4 Agu 2022 15:05

Asal-usul Penyebutan Pedagang Kaki Lima: Berawal dari Salah Arti

Istilah pedagang kaki lima sudah ada sejak zaman penjajahan. (Medcom/Antara/Aditya Pradana Putra)

Pernahkah bertanya kenapa pedagang yang berjualan di pinggir jalan disebut kaki lima? Rupanya pedagang kaki lima sudah ada sejak zaman Belanda menjajah kita.

Inibaru.id- Orang Indonesia pasti akrab dengan sebutan pedagang kaki lima. Mereka adalah pedagang yang ada di trotoar atau pinggir jalan. Keberadaan mereka sering dianggap masalah bagi pemerintah kota. Tapi, banyak orang menganggap pedagang kaki lima sebagai tempat untuk berburu kuliner dan benda-benda lain dengan harga miring.

Istilah "kaki lima" rupanya sudah eksis sejak zaman penjajahan, tepatnya saat Hindia Belanda diperintah oleh Inggris dalam waktu singkat, yaitu 1811 sampai 1816. Kala itu, Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles sebagai pemimpin dikenal cukup revolusioner dan meninggalkan banyak warisan berharga bagi Indonesia sekarang.

Salah satunya adalah aturan yang meminta pemilik gedung di jalan utama Batavia menyediakan trotoar dengan lebar lima kaki yang disebut sebagai five foot way. Trotoar ini sebenarnya untuk pejalan kaki, ya Millens. Tapi, lambat laun banyak pedagang yang membuka lapak pada trotoar tersebut.

Nah, istilah five foot way ternyata disalahartikan oleh orang Nusantara sebagai "kaki lima", bukannya "lima kaki". Kesalahpahaman itu akhirnya membuat para pedagang yang ada di trotoar dikenal sebagai pedagang kaki lima. Istilah ini bahkan terus menyebar dari Jakarta, Medan, hingga kota-kota besar lain.

Namun, tahukah kamu jika pedagang kaki lima zaman dahulu berbeda dengan sekarang? Dulu, yang termasuk dalam golongan ini adalah pedagang barang kelontong, buku, mainan anak, hingga obat-obatan. Sementara, pedagang makanan yang dipikul atau dijajakan dengan gerobak masuk dalam kategori dagang rakyat. Kalau sekarang, PKL identik dengan pedagang makanan, ya?

Jadi Masalah Perkotaan Sejak Abad ke-19

Pedagang kaki lima pada zaman penjajahan Belanda adalah para pedagang barang kelontong. buku, mainan anak dan obat-obatan. (Boombastis)

Banyaknya orang yang mencari rezeki menjadi pedagang kaki lima ternyata memicu masalah sosial di jalanan kota-kota besar Nusantara kala itu. Menurut buku Jakarta Sejarah 400 Tahun yang ditulis Susan Blackburn, PKL-PKL yang ada di Batavia bikin resah pejalan kaki di trotoar karena sampai berteriak untuk meminta mereka membeli dagangannya.

Hal ini mendapatkan respons dari pemerintah kota Batavia dengan mengusir mereka dari jalanan. Dampaknya, banyak pribumi yang memprotesnya dengan melakukan unjuk rasa di Gemeente Road atau Dewan Kota.

Pedagang diusir dari pinggir jalan karena di sana banyak orang Belanda yang nggak mau melihat pedagang kaki lima yang kotor,” ucap Abdoel Moeis di Dewan kota pada 1918 sebagaimana ditulis Blackburn.

Hingga sekarang, kamu pasti juga sering mendengar perseteruan pedagang kaki lima dengan pemerintah kota atau kabupaten yang biasanya diwakili oleh Satpol PP, kan? Alasannya juga sama, yaitu PKL sering dianggap merusak keteraturan kota.

Namun, kalau kita amati, banyak pemerintah kota dan kabupaten yang menyediakan lahan bagi para PKL, ya? Itu kebijakan yang bagus karena bisa menjadi sentra kuliner yang justru menarik banyak orang untuk datang. Betul kan? (His/IB09/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024

Sepenting Apa AI dan Coding hingga Dijadikan Mata Pelajaran di SD dan SMP?

12 Nov 2024

Berkunjung ke Dukuh Kalitekuk, Sentra Penghasil Kerupuk Tayamum

12 Nov 2024

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024

Lindungi Anak dari Judol, Meutya Hafid: Pengawasan Ibu Sangat Diperlukan

13 Nov 2024

Diusulkan Jadi Menu Makan Sehat Gratis, Bagaimana Nutrisi Ikan Sarden?

14 Nov 2024

Mencicipi Tahu Kupat Bu Endang Pluneng yang Melegenda Sejak 1985

14 Nov 2024

PP Penghapusan Utang: Beban Utang Nelayan Rp4,1 Miliar di Batang Dihapus

14 Nov 2024

Tanda Kiamat Semakin Bertambah; Sungai Eufrat Mengering!

14 Nov 2024

Sah! Nggak Boleh Ada Pembagian Bansos dari APBD Jelang Coblosan Pilkada

14 Nov 2024

Pesan Sekda Jateng saat Lantik 262 Pejabat Fungsional: Jangan Anti-Kritik!

14 Nov 2024