BerandaFoto Esai
Senin, 4 Okt 2020 10:11

Menyapa Keluarga Pasijah, Sedekade Menjadi Yang Terakhir di Kampung Senik: Desa yang Hilang

Pada 2001, banjir rob mulai rajin menyapa Dusun Rejosari Senik, Desa Bedono, di pesisir utara Jawa Tengah. Lima tahun berselang, warga mulai pindah. Pada 2010, Bedono menjadi 'desa yang hilang'. Seluruh warganya telah pindah permanen, kecuali Pasijah dan keluarganya yang memilih tinggal di sepetak rumah di antara genangan air laut dan lebatnya hutan mangrove.

Inibaru.id - Nggak banyak yang tersisa dari "desa yang hilang", Kampung Senik, setelah sedekade ditinggalkan. Daratan telah sepenuhnya tergenang. Bekas bangunan pun jadi hutan bakau lebat yang sulit disusuri. Namun, satu keluarga masih bertahan di dalamnya. Merekalah Pasijah dan keluarganya.

Sekitar 2010 lalu, dua dusun di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, diklaim lautan. Keduanya nggak laik ditinggali. Salah satunya adalah Dusun Rejosari Senik atau yang dikenal sebagai Kampung Senik.

Bencana banjir rob yang melanda hampir seluruh pesisir pantura Jawa memang terjadi begitu cepat. Rejosari Senik termasuk yang paling parah. Mulai "disapa" banjir rob pada 2001, dusun yang berlokasi nggak jauh dari Kota Semarang itu benar-benar hilang dan tenggelam sedekade berselang.

Sejauh mata memandang, yang terlihat di dusun itu hanyalah genangan air dan pelbagai varietas mangrove lebat yang menyembunyikan puing-puing bangunan di dalamnya. Tempat ini lebih tampak seperti hutan mangrove, lengkap dengan faunanya, ketimbang kampung yang sebelumnya dihuni sekitar 200 keluarga.

Rejosari Senik memang telah habis. Namun, Pasijah dan keluarganya memilih tetap bertahan. Sejak sedekade terakhir mereka hidup "menyendiri", mendiami rumah tergenang air di ujung kampung yang berbatasan langsung dengan lautan.

Rumah Pasijah jauh dari kata laik untuk dihuni. Dia dan Rohani, sang suami, serta keempat anaknya, bukannya nggak mau pindah. Namun, pindah bukanlah perkara mudah bagi keluarga nelayan kecil seperti mereka.

Mak Jah, begitulah "orang-orang daratan" menyapanya, memilih berdamai. Di sisa usianya, dia juga punya keinginan yang lebih mulia, yakni menanam mangrove sebanyak-banyaknya agar kampung lain di sekitar Senik terbentengi dan masyarakat nggak bernasib nahas seperti dirinya.

Pasijah kini lebih dikenal sebagai petani mangrove. Suaminya nggak lagi melaut lantaran trauma setelah kapalnya pernah terbalik di laut. Bersama keempat anaknya, istri-suami itu kini membibit mangrove untuk ditanam sendiri, berdasarkan pesanan instansi dan komunitas, atau ada penanaman kolektif.

Dalam sebulan, mereka bisa menanam 8.000 bibit mangrove. Pasijah dan keluarga mungkin nggak menganggap hidup mereka ideal. Keluh-kesah tetaplah ada. Namun, sedekade tinggal sendirian di Kampun Senik, agaknya mereka baik-baik saja.

Tetap sehat, Mak Jah! Kapan-kapan kami berkunjung lagi! (Triawanda Tirta Aditya/E03)

Rumah Pasijah sudah terendam air laut sejak 2005 silam.<br>
Sosok Mak Jah yang berkeliling menanam mangrove dengan perahu dari tangki air bekas yang dibelah dan mendayung dengan kedua tangannya.<br>
Bagian depan rumah Pasijah yang sudah nggak layak huni.<br>
Rohani, suami Pasijah, kini memilih menjadi petani mangrove alih-alih nelayan di tengah laut.<br>
Rumah Pasijah terlindung dari gelombang laut berkat hutan mangrove yang tumbuh lebat.<br>
Selain Pasijah dan suami, anak-anaknya juga turut membantu membudidayakan mangrove.<br>
Qodriyah, anak perempuan Pasijah, menyapa di belakang rumah yang berbatasan langsung dengan air. Sehari-hari mereka bepergian dengan perahu.<br>
Pasijah mempersiapkan bibit mangrove yang akan ditanam<br>
Perahu kecil alakadarnya menjadi modal bagi mereka untuk bertahan di tengah kepungan air laut.<br>
Di Kampung Senik, Pasijah menjadi satu-satunya keluarga yang tersisa.<br>

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: