BerandaAdventurial
Rabu, 1 Okt 2024 17:00

Tiga Budaya dalam Gurat Pahat Masjid Mantingan Jepara

Seorang pengunjung sedang mengabadikan relief yang tertempel di dinding masjid. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Islam, Hindu, dan Tionghoa menjadi tiga budaya yang memengaruhi gurat pahat di pelbagai ornamen yang menghiasi Masjid Mantingan Jepara.

Inibaru.id - Waktu salat berjemaah Zuhur baru saja usai saat saya tiba di Masjid Sultan Hadlirin Jepara, belum lama ini. Ada yang langsung pulang, tapi nggak sedikit jemaah yang bertahan di serambi masjid untuk sekadar duduk-duduk santai atau mengamati ornamen masjid yang terbilang unik.

Yang paling menarik perhatian pengunjung tentu saja ukiran-ukiran batu putih yang terserak di dinding bangunan. Selain menumpang salat, untuk alasan ini pulalah saya menyambangi tempat ibadah bersejarah yang juga dikenal sebagai Masjid Mantingan tersebut.

Hampir tiap hari masjid yang terletak di sisi utara Jalan Sultan Hadlirin, Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan ini disambangi pengunjung seperti saya yang selain salat juga pengin melihat sendiri keindahan masjid yang "diramu" dari tiga budaya, yakni Islam, Hindu, dan Tionghoa, tersebut.

Menurut sejarawan Belanda Johannes de Graaf, keterlibatan masyarakat Tionghoa pada pembangunan masjid ini memang ada; terlihat dari ukiran bermotif Tionghoa di dinding masjid ini. Hal itu diperkuat oleh catatan RA Kartini dalam bukunya yang bertajuk Door Duisternis Tot Licht.

Menarik minat pengunjung, terdapat ratusan relief yang diukir di atas batu putih di Masjid Mantingan. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Ari Prastiyo, seorang pengunjung yang saya dapati tengah memotret ukiran di teras Masjid Mantingan mengatakan, dirinya sengaja datang bersama teman-temannya untuk mengamati sekaligus mengabadikan ukiran di masjid ini.

“Tadi datang pas Zuhur, tapi salat (berjemaah) dulu. Sekarang baru sempat foto-foto," terang lelaki 30 tahun tersebut sembari menunjukkan beberapa hasil jepretannya.

Dia sengaja memotret dengan detail ukiran-ukiran di Masjid Mantingan untuk nantinya dibagikan ke media sosial. Menurutnya, sebagai putra daerah, dirinya merasa perlu melestarikan warisan budaya di masjid yang menjadi kebanggan masyarakat Jepara tersebut.

“Masjid ini adalah bukti nyata akulturasi budaya yang patut kami jaga bersama, salah satunya dengan mengabadikan dan mengabarkan ke media sosial, kalau Jepara ada tempat yang sebagus ini,” kata dia.

Salah satu relief yang tertempel di dinding masjid. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Pahatan batu atau relief di Masjid Mantingan berjumlah ratusan, yang tersebar di kompleks makam (di belakang masjid), dinding sisi kanan dan kiri bangunan, serta di atas dan dalam mihrab. Untuk ukirannya, ada motif geometris, teratai, kalamakara, batu karang, mega mendung, dan lain-lain.

Relief ini terbuat dari batu putih, yang diyakini didatangkan langsung dari Tiongkok, negara asal sang pengukir, yakni Tjie Wie Gwan, ayah angkat Sultan Hadlirin, yang juga menjadi arsitek dari masjid yang dibangun pada abad ke-16 tersebut.

Salah satu ukiran yang menurut saya paling menarik adalah di bagian dalam mihrab masjid yang bertuliskan "Rupa Brahmana Warna Sari". Ini adalah sengkalan (kata-kata bermakna perhitungan tahun) yang menandakan angka waktu pendirian masjid, yakni pada 1481 Saka atau 1559 Masehi.

Oya, selain karena tertarik dengan keunikan ornamen bangunannya, orang-orang acap datang ke Masjid Mantingan untuk berziarah, karena pada sisi barat masjid terdapat Kompleks Makam Mantingan yang menjadi "rumah" terakhir untuk Tjie Wie Gwan, Ratu Kalinyamat, dan Sultan Hadlirin.

Kompleks makam kuno di sebelah barat masjid yang sering disebut sebagai Makam Mantingan. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Tjie Wie Gwan, Ratu Kalinyamat, dan Sultan Hadlirin adalah tiga sosok penting dalam pendirian Masjid Mantingan. Yang pertama adalah sang arsitek dan pengukir, sedangkan sosok kedua dan ketiga merupakan pasangan penguasa Jepara yang menginstruksikan pendirian masjid tersebut.

Oya, Tjie Wie Gwan juga dikenal sebagai Sungging Badarduwung. Nggak hanya mengarsiteki pembuatan Masjid Mantingan, masyarakat setempat juga percaya bahwa sosok berdarah Tionghoa ini adalah seniman yang mangajari cara memahat, hingga menjadikan Jepara sebagai Kota Ukir seperti sekarang.

Berdasarkan informasi yang dirangkum dari berbagai sumber, Masjid Mantingan semula adalah tempat beristirahat Sultan Hadlirin, pemimpin Kerajaan Kalinyamat (Kerajaan Jepara). Setelah wafat, sang istri yang bernama Retna Kencana, yang kemudian naik tahta dan dikenal sebagai Ratu Kalinyamat, membangun ulang tempat ini menjadi masjid.

Dalam pembuatannya, Ratu Kalinyamat konon sangat memperhatikan detail masjid, termasuk akulturasi budaya yang menyatukan dirinya yang keturunan Kerajaan Demak, suami yang berasal dari Tiongkok, serta masyarakat yang masih banyak terpengaruh Hindu.

Jadi, bisa dikatakan Masjid Mantingan merupakan bentuk cinta abadi Ratu Kalinyamat terhadap sang suami, yang dalam Babat Tanah Jawi disebutkan meninggal terbunuh. Mirip mausoleum Taj Mahal di India yang didirikan Kaisar Shah Jahan untuk mengenang kematian sang istri Mumtaz Mahal, ya?

Hari itu, saya senang bisa menyaksikan sendiri keindahan Masjid Mantingan, termasuk ratusan reliefnya yang sarat makna, yang konon menjadi cikal bakal seni ukir di sana. Kalau masjid ini nggak pernah ada, kira-kira Jepara dikenal sebagai kota apa ya sekarang? (Imam Khanafi/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: