BerandaAdventurial
Selasa, 25 Jan 2021 11:35

Sisa Kejayaan dan Mimpi Kecil di Bekas Pabrik Kopi Margo Redjo Semarang

Sisa-sisa alat produksi Pabrik Margo Redjo. (Inibaru.id/ Audrian F)

Dharma Boutique Roastery punya produk kopi yang telah dijalankan secara turun temurun yakni "Margo Redjo". Tempat produksinya berada di Jalan Wotgandul Nomor 12, Pecinan. Meski pabrik tutup, sang pemilik bermimpi menghidupkannya kembali.<br>

Inibaru.id - Warisan keluarga berupa pabrik kopi itu terletak di sebuah halaman belakang rumah di Wotgandol 12 Semarang. Kalau mendatangi alamat itu, jelas kamu nggak akan langsung menemukannya. Bangunan pertama yang bakal kamu jumpai adalah rumah kuno yang dikenal juga sebagai butik kopi legendaris di Semarang, Dharma Boutique Roastery.

Rumah kuno dan butik tadi barangkali sudah dikenal banyak orang. Sebab selain sudah menjadi bangunan cagar budaya, Dharma Boutique Roastery sering jadi rujukan para pencinta kopi di Kota Semarang untuk membeli, berbisnis, dan berbagi ilmu tentang kopi.

Pabrik ini memang nggak banyak yang tahu karena jarang dipublikasikan. Namun, justru ia menjadi semacam benda berharga yang jarang terjamah lantaran tersimpan lama di dalam lemari.

Di ruangan ini mungkin pernah ramai aktivitas. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Saya datang ke sana dan bertemu seseorang yang namanya selalu lekat tempat ini, yaitu Widayat Basuki Dharmowiyono (75). Dia mempersilakan saya melihat dan memotret pabrik kopi tuanya yang ada di belakang rumah.

“Ini jarang orang yang tahu karena sebelumnya gudang. Dulu banyak barang sampai katakanlah, buat jalan saja nggak bisa,” ujar Basuki.

Perkakas yang dulu berserakan telah dia bereskan. Jadilah ruang itu menjadi bekas pabrik kopi kembali. Pabrik ini merupakan bekas tempat produksi kopi turun-temurun milik keluarga Basuki yakni , “Margo Redjo”. Dulu namanya adalah “Koffiebranderij Margo-Redjo”. Didirikan oleh kakek Basuki yakni Tan Tiong Ie pada 1916.

Mesin tua. Usianya hampir 1 abad. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Begitu masuk saya mendapati banyak mesin-mesin tua dan berkarat teronggok di sudut gelap ruangan. Saya diantar Safar, pegawai Basuki. Dia adalah roaster di butik kopinya. Meskipun masih baru, Safar tahu cara kerja mesin-mesin itu.

“Ini ada dua sisi ruangan. Yang paling dalam usianya lebih tua,” jelas Safar.

Di sana ada alat pengolah biji kopi, seperti pengupas biji kopi, sangrai pembakaran dan juga penggiling. Kedua sisi pabrik, yang dijelaskan oleh Safar tadi punya jenis alat yang berbeda. Untuk alat-alat yang lebih tua masih menggunakan bahan kayu bakar. Kemudian yang lebih modern sudah menggunakan gas.

Sepeda tua dan tabung pembawa kopi. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sebuah sepeda tua dengan dua tabung kaleng yang menggantung di bagian depan menarik minat saya. Kata Basuki, tabung itu dulu untuk menampung kopi.

“Gunanya untuk mengantar kopi ke pemesan. Dulu ada banyak. Tapi nggak tahu ke mana, dijual mungkin. Untung masih saya pertahankan satu,” ujarnya sambil tersenyum.

Menurut Basuki, Margo Redjo mengalami era kejayaan sekitar tahun 1930. Kala itu bahkan, Margo Redjo bisa mengekspor ke luar negeri sampai menjadikan Tan Tiong Ie sebagai orang Tionghoa kaya di Jawa.

Pabrik kopi Margo Redjo terakhir beroperasi sekitar 1985. Itupun nggak maksimal karena bisnis kopi Margo Redjo sudah mengalami kemunduran.

Penyangrai biji kopi berbahan bakar kayu. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Beberapa sebab kemunduran Margo Redjo, antara lain kondisi ekonomi dan politik negara serta perubahan kebiasaan minum kopi di masyarakat.

“Sekarang kan orang makin paham. Kebanyakan nggak membeli dalam bentuk bubuk tapi biji,” katanya.

Itulah mengapa, pabrik nggak lagi digunakan. Energi produksi tetap banyak, tapi permintaan sedikit. Nggak imbang jadinya.

Inisiatif Basuki dalam merapikan gudang yang pernah menjadi pabrik tadi sebetulnya bukan tanpa maksud. Cucu Tan Tiong Ie ini punya mimpi mengubahnya menjadi semacam galeri atau ruang terbuka untuk diskusi.

“Itu cita-cita. Cuma belum tahu kapan akan terlaksana. Saya nyicil dulu,” pungkas laki-laki lulusan Hukum Universitas Diponegoro tahun 1975 itu.

Wah, kalau benar akan menjadi galeri, pasti menarik ya, Millens? (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Rampcheck DJKA Rampung, KAI Daop 4 Semarang Pastikan Layanan Aman dan Nyaman Jelang Nataru

4 Des 2025

SAMAN; Tombol Baru Pemerintah untuk Menghapus Konten, Efektif atau Berbahaya?

4 Des 2025

Ketua DPRD Jateng Sumanto Resmikan Jalan Desa Gantiwarno, Warga Rasakan Perubahan Nyata

4 Des 2025

Cara Bikin YouTube Recap, YouTube Music Recap, dan Spotify Wrapped 2025

5 Des 2025

Data FPEM FEB UI Ungkap Ribuan Lulusan S1 Putus Asa Mencari Kerja

5 Des 2025

Terpanjang dan Terdalam; Terowongan Bawah Laut Rogfast di Nowegia

5 Des 2025

Jaga Buah Hati; Potensi Cuaca Ekstrem Masih Mengintai hingga Awal 2026!

5 Des 2025

Gajah Punah, Ekosistem Runtuh

5 Des 2025

Bantuan Jateng Tiba di Sumbar Setelah 105 Jam di Darat

5 Des 2025

Warung Londo Warsoe Solo, Tempat Makan Bergaya Barat yang Digemari Warga Lokal

6 Des 2025

Forda Jateng 2025 di Solo, Target Kormi Semarang: Juara Umum Lagi!

6 Des 2025

Yang Perlu Diperhatikan Saat Mobil Akan Melintas Genangan Banjir

6 Des 2025

Tiba-Tiba Badminton; Upaya Cari Keringat di Tengah Deadline yang Ketat

6 Des 2025

Opak Angin, Cemilan Legendaris Solo Khas Malam 1 Suro!

6 Des 2025

Raffi Ahmad 'Spill' Hasil Pertemuan dengan Ahmad Luthfi, Ada Apa?

6 Des 2025

Uniknya Makam Mbah Lancing di Kebumen, Pusaranya Ditumpuk Ratusan Kain Batik

7 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: