Inibaru.id – Pada masa Dinasti Syailendra, Rakai Panangkaran sebagai pemimpin Kerajaan Mataram Kuno membangun tempat pemujaan agama Buddha. Candi Sewu, Kalasan, Sari, dan Bubrah pun berdiri. Nama terakhir yang menghadap timur diresmikan setelah Rakai Panangkaran meninggal.
Perlu kamu tahu, Candi Bubrah disebut demikian karena ditemukan saat candi sudah nggak berbentuk bangunan utuh. Dalam bahasa Jawa, bubrah berarti rusak atau roboh. Setelah dipugar pada 2017 lalu, candi tersebut menjadi salah satu situs yang menarik wisatawan saat berkunjung ke kompleks Prambanan.
Berlokasi di Dukuh Bener, Desa Bagusan, Kecamatan Prambanan, Candi Bubrah memiliki ukuran 12x12 meter. Berdasarkan prasasti Manjusrigrha, candi ini diresmikan pada 792 Masehi.
Candi Bubrah mengambil konsep pantheon dalam agama Buddha, menilik bentuknya yang ramping. Candi ini menggunakan satu stupa yang pada bagian puncak, yang dikelilingi delapan stupa tepat pada bagian bawahnya. Kemudian, di bawah delapan stupa, ada 16 stupa yang bergelung mengelilinginya.
Candi Bubrah setelah dipugar tampak begitu menawan. (Wisnuherlambang)
Motif bunga teratai yang menjadi ciri khas candi ini membuatnya tampak istimewa. Oya, motif ini juga kerap dipakai sebagai motif batik, lo!
Ciri khas lain dari Candi Bubrah adalah pada simbol dua konsep mandala, yakni Garbhadhatu dan Vajradhatu. Dalam agama Hindu, konsep ini disebut Lingga dan Yoni atau simbol maskulinitas dan feminitas.
Tertarik mempelajari keunikan candi ini? Datang saja pada pukul 06.00-17.00 WIB. Candi ini dibuka setiap hari dengan harga tiket yang relatif murah, kok. Cukup merogoh kocek sebesar Rp 10 ribusaja, kamu bisa menikmati keindahan Candi Bubrah sepuasnya.
Gimana, tertarik mengenal lebih lanjut Candi Bubrah? (IB15/E03)