BerandaAdventurial
Senin, 14 Feb 2021 18:00

Hygeia, Bekas Pabrik Air Mineral Era Kolonial di Kota Semarang yang Kurang Dikenal

Pabrik Hygea yang bersebelahan persis dengan Pasar Ikan. (Inibaru.id/ Audrian F)

Nggak banyak yang tahu jika persis di samping Pasar Ikan Jalan Agus Salim ada bekas pabrik air mineral yang cukup tenar di zaman kolonial yaitu Hygeia. Mau tahu keistimewaannya?<br>

Inibaru.id - Orang Semarang mungkin nggak banyak yang tahu bahwa di samping Pasar Ikan di Jalan Agus Salim ada sebuah gedung tua bekas pabrik air minum yang tersohor pada zaman kolonial. Pabrik itu bernama Hygeia.

Kalau saya boleh sebut, nggak banyak yang tersisa dari pabrik ini. Mungkin hanya bangunannya yang nggak banyak dikenal orang dan sebuah tulisan berkarat “Pabrik Hygeia”. Saat ini pabrik Hygeia ditempati oleh Eng An, di situ dia beberapa kali membuka usaha mulai dari foto sampai jualan ikan. Dia pribadi nggak tahu banyak kalau rumahnya dulu bekas pabrik air mineral bersejarah.

“Ya saya sejak lahir di sini, tapi nggak tahu banyak,” ujarnya Eng An, Selasa (9/2/2021).

Kalau menurut Ahli cagar budaya Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Tjahjono Raharjo, bekas pabrik itu usianya hampir 100 tahun. Meskipun pernah jaya, namun pabrik ini gulung tikar.

Yang menjadi permasalahan bagi Tjahjono, pabrik yang dibangun tahun 1901 itu seharusnya sudah menjadi cagar budaya namun dia nggak bisa bicara banyak apakah Pemerintah Kota Semarang sudah menangani bangunan tersebut.

“Nggak tahu saat ini nggak jadi cagar budaya,” Tjahyono pada Rabu (10/2/2021).

Sekarang sudah ditempati oleh orang lain. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sayang sekali saya nggak bisa masuk lebih dalam karena sang pemilik sedang cukup protektif melindungi rumahnya dari Covid-19. Namun sebagaimana yang ditulis oleh Yogi Fajri salah seorang sejarawan Semarang, di Tirto, pabrik ini dulu dilengkapi dengan peralatan yang maju pada zaman itu.

Yogi mengutip salah satu terbitan koran kuno zaman Hindia-Belanda yakni Soerabaijasch Handelsblad yang pernah membahas tentang Pabrik Hygeia. Sang penulis di koran itu katanya, begitu terkesan.

“Pabrik ini memiliki sebuah mesin bilas, dengan tiga mesin bilas yang berbeda-beda, mesin ini digunakan untuk mencuci botol-botol supaya lebih steril.” Itu semua harus dilakukan. “Sebelum diisi dan dikirim ke mesin lainnya untuk diberi label.”

Foto pabrik Hygea saat masih aktif. (TropenMuseum)<br>

Menurut koran itu juga pabrik ini punya pencahayaan yang baik dengan lantai pabrik dari Eropa. Dindingnya dilapisi ubin mengilap yang sangat bersih.

Meskipun saya nggak masuk terlalu dalam namun saya sempat menginjakkan kaki di ruang depan atau yang saat ini jadi kios. Memang apa yang dikatakan di koran itu masih sedikit bisa saya temui. Ventilasinya punya daun jendela yang besar. Mungkin itulah yang membuat pencahayaan dibilang baik.

Henrik Tillema. (KITLV)<br>

Promosi Gila-gilaan

Yogi Fajri juga menyebut jika Tillema bekerja keras untuk mengembangkan pabrik air mineral ini. Termasuk bagaimana dengan cara memasarkannya.

Tillema kala itu membuat bermacam reklame yang terpampang di berbagai lokasi, entah itu di taman, stasiun, dan kereta api. Bahkan, asal kamu tahu, Tillema membuat promosi dengan mengedarkan lewat balon udara.

Di balon udara itu, pegawainya membagi selebaran kepada masyarakat setempat. Berkat promosi massifnya, Hygeia jadi dikenal luas. Nggak hanya terkenal di Semarang saja, namun juga di Surabaya, Banjarmasin, Samarinda, Riau, dan kota-kota lain.

Pada 1914, Tillema memutuskan menjual Hygeia dan laku 500 gulden. Dengan hasil uang itu, Tillema memutuskan berkeliling Hindia-Belanda untuk menyalurkan hobi barunya yakni memotret. Sepanjang perjalanan, Tillema memotret kehidupan masyarakat pribumi.

Kamu sendiri nyangka nggak, Millens, kalau di dekat pasar ikan itu ternyata ada pabrik air mineral yang cukup besar pada zamannya? (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024

Sepenting Apa AI dan Coding hingga Dijadikan Mata Pelajaran di SD dan SMP?

12 Nov 2024

Berkunjung ke Dukuh Kalitekuk, Sentra Penghasil Kerupuk Tayamum

12 Nov 2024

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024