BerandaAdventurial
Jumat, 25 Jun 2020 14:30

Berkunjung ke Pusat Produksi Beduk dan Rebana di Kabupaten Demak Paling Terkenal

Beduk dikeringkan. (Inibaru.id/ Audrian F)

Kabupaten Demak memiliki banyak sentra produksi rebana dan beduk. Ada beberapa orang yang membuatnya. Saya mengunjungi salah satunya yaitu milik H Mustofa. Dari yang saya dengar, beduk dan rebana buatan keluarga H Mustofa ini yang paling melegenda di Demak. Ternyata ini alasannya!<br>

Inibaru.id - Di Kabupaten Demak, ada seorang pengrajin beduk dan rebana yang sudah melegenda. Namanya, H Mustofa. Melakoni profesi secara turun-temurun, produk bikinan keluarga Mustofa ini sudah sangat tenar.

Berbagai pelosok Indonesia hingga menembus mancanegara sudah membuktikan kualitas beduk dan rebana buatannya. Presiden Indonesia dari masa ke masa juga sudah pernah membeli produk dari keluarga Mustofa.

Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana proses produksi beduk dan rebana yang sudah melegenda itu, saya berinisiatif berkunjung ke rumah Mustofa. Lokasinya berada di Jalan Tanubayan RT 3/ RW 10. Saat saya masuk di gang tersebut, ternyata pengrajin bedug dan rebana nggak hanya satu.

“Itu yang buka dulunya adalah pegawai saya. Mereka membuka sendiri,” terang Mustofa beberapa jam kemudian setelah saya cukup lama di sana pada Rabu (17/6).

Farid Fatullah, anak Mustofa sedang mengecat kaligrafi beduk. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Awal kedatangan saya bingung dan ragu, sebab rumah Mustofa nggak seperti tempat produksi beduk dan rebana. Tampilannya apik layaknya rumah hunian. Tapi ternyata dugaan saya salah. Mustafa lalu mengajak saya ke belakang rumahnya. Di sanalah dia memproduksi kerajinan-kerajinan ini.

Begitu masuk terlihat beberapa jumlah pekerja yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada salah seorang pekerja yang bernama Farid Fatullah. Dia sedang mengecat tulisan kaligrafi pada beduk yang masih setengah jadi.

Kami mengobrol ringan mulai dari proses pembuatan hingga seberapa luas pasar beduk buatannya. Farid tahu banyak hal. Saya jadi paham mengapa lak-laki ini tahu banyak. Ternyata dia bukan pegawai biasa seperti yang saya sangka, tapi anak dari Mustofa.

“Bapak (Mustofa) masih ikut membuat kulitnya. Kalau kulitnya nggak bisa sembarangan,” katanya.

Mustofa nggak bisa sembarangan dalam mengolah kulit. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Memang kualitas utama beduk dan rebana adalah pada kulit tabuhannya. Kalau salah desain sedikit saja, suaranya akan berbeda. Kemudian ketahanannya pun nggak bisa lama. Kulit yang digunakan adalah kulit sapi dan kambing.

Saya kemudian berbincang langsung dengan Mustofa. Usaha yang telah dia jalani sejak tahun 80-an ini memang harus penuh perhitungan. Jenis kayu yang digunakan juga nggak bisa asal. Untuk membuat beduk, Mustofa menggunakan kayu trembesi. Sementara rebana dibuat dengan kayu mahoni.

Saat ini Mustofa sudah memiliki pemasok kayu. Kayu yang dibeli merupakan kayu utuh, Millens. Kemudian kayu dilubangi dan diukir di Jepara. Ukiran itu berbentuk kaligrafi.

“Tapi yang di Jepara itu juga pegawai saya,” ungkapnya.

Taufikul Kamal, juga ikut membantu mengamplas rebana. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Proses selanjutnya adalah pengeringan. Ini nih proses yang memakan waktu paling lama. Bisa sampai 1 tahun lo. Nah, agar pembeli nggak perlu menunggu terlalu lama, Mustofa biasanya menggunakan stok yang sudah ada.

FYI, proses yang dilakukan di rumah Mustofa ini hanya sebatas finishing seperti pengamplasan, pengecatan, dan pemasangan kulit.

“Membuat seperti ini (rebana dan beduk) perlu perhitungan khusus, nggak semua orang bisa. Bahkan yang tahu rumusnya hanya turun-temurun dari kakek saya,” tutur laki-laki berusia 59 tahun tersebut.

Harga rebana dan beduk memiliki kategori masing-masing tergantung ukuran, jumlah, dan hal-hal khusus yang dipesan. Harga rebana berkisar antara Rp 2 juta sampai Rp 10 juta. Sementara beduk dibanderol mulai dari Rp 12,5 juta sampai Rp 125 juta. Hm

Harga ini tentu sepadan dengan kualitas barang ya. Bayangkan saja, beduk dan rebana produksi Mustofa bisa bertahan hingga 30 tahun. Berminat beli, Millens. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024