Inibaru.id – Untuk memperkenalkan budaya masyarakat Ternate, baru-baru ini Galeri Indonesia Kaya menggelar acara bertajuk “Rentak Gamalama”. Acara dipusatkan di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta dan dibuka dengan menampilkan Tari Soya Soya.
Bagi masyarakat Ternate, Tari Soya Soya memang sangat terkenal. Selain itu, tari ini juga sarat akan nilai sejarah perjuangan masyarakat Ternate dalam mengusir bangsa Portugal yang menduduki wilayah mereka.
Lantaran begitu penting, keberadaan tari perang tersebut terus dilestarikan dan dikembangkan. Sejumlah variasi dan kreasi acap ditambahkan agar tampak menarik, mulai gerak, kostum, hingga musik pengiringnya, tanpa mengurangi esensi tari tersebut.
Dilansir dari Negerikuindonesia.com, tari perang ini berasal dari Maluku Utara, tepatnya wilayah Kayoa. Soya Soya ditarikan para pria dengan pakaian prajurit kesultanan pada zaman dahulu. Sembari menari, mereka menyandang salawaku di tangan kiri dan ngana-ngana di kanan.
Baca juga: Tari Sakral dari Kasunanan Surakarta
Salawaku adalah perisai tradisional masyarakat Maluku Utara yang terbuat dari kayu, sementara ngana-ngana adalah pedang dari bambu berhiaskan daun palem. Keduanya merupakan perlengkapan tari yang tak bisa ditinggalkan.
Tari Soya Soya merupakan tari tradisional yang cukup terkenal di Maluku Utara. Sejumlah perhelatan penting, seperti penyambutan tamu penting, perayaan adat, pertunjukan seni, atau festival budaya, kerap menampilkan tarian ini.
Masyarakat Maluku zaman dulu menggunakan Soya Soya sebagai tari penyemangat bagi para prajurit dari Kesultanan Ternate yang akan menyerbu Benteng Nostra Senora del Resario atau Benteng Kastela yang dikuasai Portugal.
Dipimpin langsung Sultan Baabullah, penyerbuan itu dilakukan untuk menyelamatkan Sultan Khairun, ayah Sultan Baabullah yang kemudian dibunuh tentara Portugal. Dari pertempuran ini, masyarakat kemudian terus berjuang mengusir penjajah Portugal dari tanah mereka.
Untuk mengabadikan peristiwa heroik itu, para seniman kesultanan kemudian menciptakan Tari Soya Soya. Hingga kini, tari tersebut terus dilestarikan sebagai jembatan untuk memperkenalkan sejarah daerah mereka.
Soya Soya cocok ditarikan sebagai tari penyambutan tamu, pembukaan acara, atau perhelatan-perhelatan yang membutuhkan gerak tari yang energetik dan penuh semangat.
Tari Soya Soya ditarikan lima atau lebih penari laki-laki. Seorang penari bertindak sebagai kapitan atau pemimpin. Ia bertugas memimpin tarian serta memberi aba-aba kepada anggota lainnya. Diiringi musik, mereka kemudian menari dengan memainkan salawaku dan ngana-ngana.
Baca juga: Kapal Phinisi dan Uma Mbatangu Tampil di London
Gerakan Tari Soya Soya sangatlah dinamis, penuh gairah, dan lincah. Tangan memainkan perisai dan pedang, sementara kaki bergerak variatif dan cepat. Formasi dalam tarian ini cukup sering berubah. Namun, kekompakan para penarinya justru membuat perubahan itu kian menarik.
Sejalan dengan tarian yang cepat, musik pengiringnya juga demikian. Tifa (gendang), saragai (gong), dan tawa-tawa (gong kecil) ditabuh dengan irama cepat laksana tengah berada di tengah medan perang.
Para penari biasanya menggunakan baju taqoa, celana panjang, dan kain seperti rok pendek berwarna hitam, merah, kuning, dan hijau. Mereka juga mengenakan tuala lipa atau lipa kuraci, semacam ikat kepala berwarna kuning. (GIL/SA)