Inibaru.id - Congklak telah lama dikenal dunia, tentu saja dengan nama yang berbeda. Di AS, orang menyebutnya Kalah atau Mancala. Kemungkinan, permainan itu dibawa masyarakat Afrika yang mendiami Negeri Paman Sam. Sementara, di Indonesia, selain congklak, masyarakat juga menyebutnya dakon.
Mancala, "papan congklak" yang menjadi koleksi di Museum Brooklyn. (Brooklynmuseum)
Belum bisa dipastikan kapan congklak masuk Nusantara. Namun, sejak abad ke-17, permainan itu konon sudah dimainkan para anak bangsawan di sini. Bahkan, sejumlah situs di pelosok negeri menunjukkan ada peninggalan prasejarah berbentuk mirip papan dankon yang terbuat dari batu.
Di Kabupaten Purbalingga, tepatnya Desa Onje, Kecamatan Mbrebet, terdapat batu yang menyerupai dakon bernama Situs Batu Dakon. Ini diberikan karena pada bagian atas lempeng batu andesit sepanjang 70 sentimeter itu terdapat lubang-lubang yang menyerupai dakon berdiameter 10-15 sentimeter.
Congklak dari tanah liat di Banten. (Kompas)
Setali tiga uang, congklak kuno juga ada di Banten. Ditemukan pada 1983 di daerah Panjunan, congklak yang terbuat dari tanah liat ini ditemukan di antara ribuan fragmen tembikar. Situs yang diduga merupakan bekas pabrik tembikar tersebut diberi nama Congklak Terakota Banten. Kini, temuan ini disimpan di Museum Nasional.
Selain dua temuan tersebut, batu dakon juga sempat ditemukan di beberapa tempat lain seperti Bogor, Sukabumi, Pulau Samosir, Lampung, dan Kuningan.
Teori tentang Situs Batu Dakon
Jika masyarakat kiwari (zaman sekarang) menjadikan congklak sebagai papan permainan saja, gimana dengan yang ada di Situs Batu Dakon di Desa Onje, Kecamatan Mbrebet, Kabupaten Purbalingga, itu? Apakah masyarakat prasejarah telah bermain dakon?
Situs Batu Dakon di Purbalingga. (Sejarahsmapbg.wordpress)
Setidaknya ada dua pendapat arkeolog terkait situs batu dakon ini. Pertama, lubang-lubang pada batu tersebut sejatinya berfungsi sebagai tempat sesaji, misalnya biji-bijian dan kembang. Dugaan tersebut diperkuat dengan lokasi temuan batu congklak yang berdekatan dengan menhir dan punden berundak.
Nah, batu congklak itu diduga merupakan bagian dari alat pemujaan. Sementara, pendapat kedua menyebutkan bahwa batu congklak berfungsi sebagai proyeksi peta bintang seperti yang ada di dataran tinggi India.
Terlepas dari dua pendapat tersebut, warga Purbalingga percaya, Situs Batu Dakon Desa Onje berhubungan erat dengan leluhur mereka, yakni Adipati Onje II. Nah, batu tersebut diyakini sebagai peninggalan dukun bayi yang merawat Adipati Onje. Lubang itu merupakan medium untuk menghaluskan bahan jamu bagi Adipati Onje.
Perihal adakah hubungan antara situs dakon dengan permainan congklak, mungkin memang masih perlu dikaji ulang lagi ya, Millens! (MG28/E03)