BerandaTradisinesia
Minggu, 17 Mar 2018 08:20

Keseruan Main Gobak Sodor

Gobak sodor (anakbawangsolo.org)

Permainan zaman old ini selain mengasah katangkasan fisik juga mengajarkan kerja sama dalam tim. Namanya gobak sodor. Nggak banyak lagi yang memainkannya, kabar bagus datang dari KONI Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur yang memasukkan permainan ini sebagai bagian cabang olahraga.

Inibaru.id – Kamu yang lahir pada era 90-an atau sebelumnya, kemungkinan tahu tentang permainan gobak sodor. Gobak sodor adalah permainan tradisional yang sering dimainkan pada zaman dahulu dan terkenal pada masanya. Ini merupakan permainan "lari-larian" yang dilakukan oleh dua tim.

Hampir semua daerah di Nusantara mengenal permainan ini. Mungkin hanya namanya saja yang berbeda-beda. Di Kepulauan Natuna dikenal dengan nama galah, sementara di Riau dikenal dengan nama galah panjang. Di daerah Riau Daratan permainan ini dikenal dengan nama cak bur atau main belon. Sedangkan di Jawa Barat, nama permainan ini adalah galah asin. Di Makassar permainan gobak sodor ini disebut asing.

Mengutip liputan6.com (6/4/2015), biasa dimainkan pada saat jam istirahat sekolah atau pada sore hari di lingkungan tempat tinggal, gobak sodor terkenal di wilayah Pulau Jawa. Mengenai asal usulnya, banyak yang mengatakan permainan gobak sodor berasal dari  daerah Yogyakarta. Nama Gobak sodor berasal dari kata gobag (bergerak) dan sodor (tombak).

Ini karena pada zaman dahulu, para prajurit mempunyai permainan yang sederhana yang disebut sodoran sebagai latihan keterampilan dalam berperang, dengan menggunakan sodor, yaitu tombak dengan panjang kira-kira dua meter, tanpa mata tombak yang tajam pada ujungnya.

Baca juga:
Filsafat Hidup dalam Permainan Tradisional Cublak-cublak Suweng
Menumbuhkan Sportivitas melalui Permainan Betengan

Namun ada juga yang mengatakan bahwa permainan ini diadaptasi dari bahasa Inggris, lo. Nama gobak sodor ini berasal dari bahasa Inggris yaitu Go Back through the Door yang artinya kembali melewati pintu, sesuai aturan permainan ini. Tapi karena susah melafalkannya, oleh orang Indonesia permainan ini disebut gobak sodor, deh.

Nggak hanya itu saja, permainan ini juga kali pertama tercatat dalam Baoesastra Jawa (kamus bahasa Jawa) pada 1939 yang ditulis oleh WJS Poerwadarminto, terbitan JB Wolters Uitgevers Maatschappij NV Groningen, Batavia (kini Jakarta).

Seperti apa cara permainannya?

Untuk memainkannya sebenarnya cukup mudah. Yang harus kamu persiapkan dalam permainan ini adalah lapangan yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 9 x 4 m, atau lapangan bulu tangkis, yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas pada setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.

Selain itu, pemain terdiri atas dua tim, yaitu tim penjaga dan tim penyerang. Satu tim biasanya terdiri atas 3-10 anak. Biasanya anak laki-laki lebih sering memainkannya. Tapi kadang juga dimainkan anak perempuan, asalkan kedua tim mempunyai komposisi pemain yang seimbang baik jenis kelamin maupun umurnya. Ini untuk menghindari ketimpangan kekuatan pada salah satu tim, karena permainannya cukup menguras banyak tenaga.

Nah untuk memainkannya, pada tiap garis batas, akan ada satu pemain yang ditempatkan oleh  tim penjaga. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horizontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas.

Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Sementara itu, tim penyerang akan mengirim satu per satu pemainnya untuk melewati penjaga di tiap-tiap garis batas.

Di sini biasanya dibutuhkan keterampilan mengecoh dan kecepatan si penyerang, serta kecekatan dan kecepatan respons si penjaga di tiap garis yang dipertahankan. Siapakah pemenangnya? Jika para pemain tim penyerang mampu menembus setiap penjaga dan garis atau tim penjaga mampu menyentuh setiap pemain dari tim penyerang, maka dialah tim pemenang. Sangat seru, bukan?

Selain menyenangkan, permainan ini juga memiliki banyak manfaat, lo. Nggak hanya meningkatkan kekuatan dan ketangkasan fisik, permainan ini juga melatih kerja sama dalam tim, melatih kepemimpinan, mengasah kemampuan otak, dan mengasah kemampuan mencari strategi yang tepat. Di sisi lain, anak-anak juga diajari bagaimana menghadapi dan menyelesaikan konflik yang terjadi antarteman.

Sayang, permainan ini sekarang kurang populer di kalangan remaja sekarang. Alasannya? Salah satunya kemungkinan karena permainan ini butuh tempat yang agak luas.Padahal, lahan sekarang sudah banyak disulap menjadi rumah. Hal inilah yang membuat permainan gobak sodor jarang dimainkan.Selain itu, gobak sodor juga membutuhkan jumlah pemain yang nggak sedikit.

Baca juga:
Dakon, Permainan Tradisional yang Hampir Punah
Sucikan Diri dan Alam melalui Upacara Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan

Meski kurang populer, namun itu bukan berarti sekarang nggak ada yang memainkannya. Perlu kamu tahu, melansir pojokpitu.com (24/12/2017), di Bondowoso permainan olahraga tradisional tersebut sangat diminati masyarakat dan sudah berdiri Asosiasi Gobak Sodor (AGS) Bondowoso. Ini karena gobak sodor dinilai dapat menjaga silaturahmi dan keakraban pertemanan antardesa dan kecamatan.

Bahkan, karena banyaknya peminat akhirnya membuat olahraga tradisional ini resmi masuk menjadi salah satu cabang olahraga di KONI Kabupaten Bondowoso, lo. Memiliki 80 klub sodor di seluruh kabupaten, diharapkan gobak sodor ini dapat menjadi salah satu cabang olahraga yang masuk dalam pekan olahraga provinsi, bahkan tingkat nasional. Wah, keren ya?

Semoga saja dengan masuknya gobak sodor ke KONI, permainan warisan nenek moyang ini nggak akan punah. (ALE/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024