BerandaTradisinesia
Senin, 17 Nov 2024 17:22

Sekuntum Senyum Petani Mawar di Tengah Dingin Sumowono yang Menusuk

Sekuntum Senyum Petani Mawar di Tengah Dingin Sumowono yang Menusuk

Tri memetik bunga mawar pada waktu subuh agar bunganya tetap segar saat dijual. (Inibaru.id/Arie Widodo)

Demi memastikan bunga mawar yang dijual tetap segar dan laku dengan harga terbaik, Tri dan petani lain di Sumowono, Kabupaten Semarang terbiasa memetik bunga di tengah gelapnya malam, tepatnya pada dini hari. Seperti apa ya, kisahnya?

Inibaru.id – Kumandang selawat tarhim sebelum azan zuhur terdengar dari masjid di permukiman Desa Jubelan, Kecamatan Sumowono, Kebupaten Semarang. Suara merdu itu menjadi penanda bagi Tri dan para petani lain di sawah desa itu untuk segera pulang ke rumah untuk beribadah dan beristirahat. Dia segera menyelesaikan pemberian pupuk untuk tanaman buncis yang sudah menjuntai lebih tinggi dari tubuhnya.

Sejurus kemudian, Tri dihampiri Sikah, tetangga ladangnya. Perempuan itu menggendong hasil panen jahe seberat 50 kilogram. Sebelum pergi, dia berpesan kepada Tri untuk memetik dan menjual bunga mawarnya pada Rabu (13/11), dan Kamis (14/11).

“Nanti kan Kamis Kliwon, biasanya laris bunganya sejak Rabu pagi. Jualnya kalau bisa sebelum jam 06.30 WIB biar laku,” ucap Sikah pada Tri.

Saran Sikah ini bukan tanpa alasan. Tri baru pulang kampung pada pertengahan 2024 dan mulai bertani sejak 2 bulan terakhir. Wajar jika dia masih awam soal pertanian. Syukurlah, keluarga dan para tetangga berbaik hati memberikan saran, nggak terkecuali Sikah. Apalagi, Sikah dikenal andal bertani sehingga hasil panen dari ladangnya melimpah.

Track record bertani Sikah yang moncer ini membuat Tri mendengarkan sarannya yaitu menjual bunga sebelum pukul 06.30 WIB. Tapi, dia jadi bertanya-tanya pukul berapa bunga harus dipetik? Kalau dia memetik di sore hari sebelumnya, bunga akan layu dan kurang laku. Dengan membulatkan tekad dia memutuskan untuk memetik usai mengerjakan salat subuh.

Sebagai petani newbie dia sempat khawatir jika harus bekerja di kegelapan seorang diri. Namun, dia keliru.

“Jujur aku sempat khawatir kan di ladang jam segitu gelap banget ya nggak ada lampu, mikirku juga nggak ada orang. Tapi ternyata sudah banyak yang memetik bunga sejak pukul 03.00 WIB,” ucap Tri, Rabu (13/11).

Tri menjual bunganya di Pasar Bandungan sebelum pukul 06.00 WIB. (Inibaru.id/Arie Widodo)

Kekhawatiran Tri menguap seketika begitu berjumpa beberapa petani lain yang juga memetik bunga. Berbekal senter menyala di kepala, mereka mengambil kuntum-kuntum mawar yang segar.

Suhu dingin di bawah 17 derajat Celsius membuat udara napasnya terlihat jelas dari sorot cahaya senter yang dipasang di kepala Tri. Dengan cekatan, dia mengambil mawar-mawar berukuran besar yang sudah mekar dengan aroma yang kuat lalu menjatuhkannya ke dalam ember. Mawar yang masih kuncup dia tinggalkan untuk dipanen esok hari. Seringkali jilbab, sarung tangan, atau pakaiannya tersangkut duri dan membuatnya kerepotan. Tapi, gangguan kecil itu nggak menghentikan aktivitasnya. Dia terus melanjutkannya sampai langit berangsur terang

Dia melihat Sikah dan takjub karena tangannya begitu lincah memetik mawar. Sikah bahkan menyelesaikan pekerjaan itu lebih cepat. Hm, jam terbang memang berpengaruh pada skill ya?

“Cepat karena tangannya sudah 'hapal' dengan lokasi bunganya. Ayo segera dijual, matahari sudah terbit,” ajak Sikah ke Tri sembari berjalan ke sepeda motor matic-nya.

Lima belas menit kemudian, Tri mampu memetik lebih dari dua ember mawar. Mawar-mawar ini dia pilah lalu ditempatkan di sejumlah senik (keranjang) rotan untuk dijual di Pasar Bandungan, Kabupaten Semarang yang berjarak 5 kilometer dari rumahnya.

Pada Rabu, mawarnya laku Rp40 ribu per keranjang. Di hari berikutnya, dia mampu menjual mawar Rp50 ribu per keranjang. Harga ini berkali-kali lipat dibandingkan dengan harga mawar di hari lain yang terkadang hanya laku Rp5 ribu atau Rp10 ribu per keranjang.

Senyum Tri merekah selama perjalanan pulang. Dia senang karena memetik bunga di tengah gelapnya malam jadi pengalaman baru baginya. Apalagi, untuk aktivitas yang dilakukan hanya sekitar 2 jam itu, keuntungan yang dia dapat lumayan. Dia pun menanti hari Rabu dan Kamis berikutnya untuk melakukan aktivitas yang sama. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025