BerandaTradisinesia
Rabu, 22 Mar 2022 12:55

Sejarah Tradisi Pawang Hujan di Indonesia

Pawang hujan MotoGP Mandalika, Mbak Rara, masih banyak dipakai jasanya di Indonesia. (AFP/Sonny Tumbelaka)

Meski gelaran MotoGP Mandalika telah usai, sosok pawang hujan Mbak Rara masih menjadi bahan perbincangan. Warganet bahkan menemukan bahasan lain mengenai perempuan ini. Diketahui, Rara menuliskan profesinya sebagai cloud engineer at MotoGP Mandalika di akun LinkedIn miliknya. Hm, di luar pengakuan Rara yang mengundang reaksi kocak warganet ini, yuk simak seperti apa sejarah pawang hujan di Indonesia.

Inibaru.id – Kehebohan Rara Istiati Wulandari atau Mbak Rara, si pawang hujan MotoGP Mandalika masih jadi bahasan warganet Indonesia. Aksinya dianggap sukses menyajikan hiburan di tengah balapan sekaligus menunjukkan kearifan lokal yang memang masih dipercaya di negara ini.

Baru-baru ini, warganet kembali menemukan hal menarik yang bisa dibahas dari Mbak Rara nih, Millens. Warganet dibuat tepok jidat dengan profil akun LinkedIn milik Rara. Di sana tertulis dia sebagai Cloud Engineer at MotoGP Mandalika.

Beberapa menertawakan, tapi ada juga yang bijak menyikapi hal ini. Seperti diketahui, cloud engineer adalah sebuah pekerjaan yang bergelut dalam dunia cloud computing meliputi berbagai aspek seperti CPU, RAM, software, network speed, storage, hingga OS. Sedangkan, kalau dilihat Rara sama sekali nggak menggunakan teknologi apa pun untuk membantu pekerjaannya. Jadi ya, bikin orang bingung.

Di luar usaha Rara untuk menamai pekerjaannya dengan istilah mentereng, sepertinya bakal menarik deh kalau kita membahas sejarah eksistensi pawang hujan di Indonesia. Sudah sejak dari dulu banget profesi ini ada di tengah masyarakat.

Hingga saat ini, di beberapa tempat, keberadaan pawang hujan dalam pergelaran skala besar atau hajatan keluarga memang masih banyak ditemui. Mereka dianggap dapat diandalkan untuk mengundang atau menghalau hujan. Dari dulu, masyarakat Indonesia percaya bahwa cuaca bisa di-request.

Menurut budayawan Betawi Yahya Andi Saputra, pawang hujan merupakan profesi yang dikenal masyarakat Betawi sejak lama, jauh sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia.

“Yang begini sudah muncul jauh-jauh hari. Zaman Hindu-Buddha, zaman sebelum Islam. Jadi sudah cukup tua ilmu perdukunan ini,” ujar Yahya.

Jasa ini bahkan semakin sering dipakai seiring bertambahnya masyarakat Betawi yang memeluk Islam. Hajatan layaknya sunatan, pernikahan, hingga perayaan hari besar Islam dikondisikan cuacanya dengan menyewa pawang hujan. Mereka bakal memindahkan awan hujan ke tempat lain dengan doa-doa Islami dan sesajen.

Jasa pawang hujan sudah ada sejak zaman Hindu Buddha di Nusantara. (Antara/Andika Wahyu)

Yahya menambahkan, sesajen yang digunakan yaitu bekakak ayam, nasi kuning, bisong, ayam, telor bebek, telor ayam, kopi pahit, pisang raja, kembang tujuh rupa, dan kue apem.

Yang menarik, pawang hujan Betawi atau yang dikenal sebagai Dukun Pangkeng ini didominasi perempuan paruh baya.

Pawang Hujan dalam Tradisi Jawa

Nggak hanya dikenal di Betawi, tradisi pawang hujan juga ada di Jawa. Bedanya, orang nggak harus berguru atau mempelajarinya untuk menangkal hujan. Ritual sederhana yang bisa dilakukan adalah melemparkan celana dalam perempuan ke atas genteng. Nggak cuma itu, ada pula yang melempar cabai dan bawang tusuk. Cara-cara ini banyak tercantum di dalam primbon lengkap dengan mantranya.

Meski terlihat nggak rasional, realitanya pawang hujan dianggap berjasa melancarkan sejumlah event. (AFP/Sonny Tumbelaka)

Meski begitu, tetap saja ada sosok yang memang dianggap benar-benar ahli dalam mengendalikan hujan. Selain mengurus sesajen dan membaca matra, pawang hujan juga melakukan ritual lain seperti berpuasa atau tirakatan.

“Sudah ada perjanjian nenek moyang kalau mantra ini dibacakan mereka akan membantu,” ungkap budayawan Jawa Prapto Yuwono.

Pawang Hujan di Tempat Lain di Indonesia

Di Bali, pawang hujan dikenal dengan sebutan Nerang Hujan. Sementara itu, di Riau, pawang disebut sebagai Bomoh. Sebagaimana pawang hujan di adat Betawi atau Jawa, pawang-pawang itu juga laris disewa saat ada hajatan.

Lantas, mengapa jasa ini tetap laku di zaman modern penuh dengan teknologi tinggi seperti sekarang ini? Hal ini disebabkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh adat istiadat. Nah, meskipun aksi mereka terlihat sebagai hal yang nggak rasional, pawang hujan masuk dalam adat yang layak untuk terus dilestarikan.

Selain itu, keberadaan mereka toh kerap dianggap sukses membantu melancarkan hajatan. Jadi, wajar deh kalau sampai sekarang, Mbak Rara dan pawang-pawang hujan lain nggak pernah sepi job.

Kalau kamu, percaya nggak dengan kesaktian para pawang hujan, Millens? (Kum,Med/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: