BerandaTradisinesia
Sabtu, 4 Jul 2025 15:06

Sejarah Pacu Jalur yang Mendunia berkat 'Aura Farming' Tari Anak Coki

Tarian anak di atas perahu yang viral secara global sebagai 'boat kid'. (Shutterstock)

Tari Anak Coki di atas perahu yang viral sebagai boat kid telah menjadi semacam 'aura farming', membuat Pacu Jalur menjadi lebih dikenal secara global. Bagaimana sejarah ajang adu cepat dayung perahu asal Riau ini?

Inibaru.id - Penuh semangat, para pendayung memacu jalur, perahu panjang khas Riau yang bisa diisi hingga puluhan orang, menyusuri tepian Sungai Batang Kuantan. Di ujung jalur, seorang anak tampak berdiri agak menekuk lutut, sementara tangannya menari seirama ritme dayung.

Mengenakan busana Melayu lengkap dengan kacamata hitam, dia tampak tenang mengikuti entakan perahu. Aksi itu nggak hanya memukau penonton lokal, tapi belakangan menjadi tontonan global setelah viral di dunia digital; mengubah wajah Pacu Jalur dari festival tradisional menjadi budaya populer di pelbagai kanal.

Popularitas Pacu Jalur nggak lepas dari video pendek yang mempertontonkan aksi memukau "Anak Coki" yang menari di ujung jalur tersebut. Bak dirijen dalam sebuah orkestra, dia mengayunkan tangannya, bejoget dengan beragam gaya; yang menariknya, kemudian ditiru oleh sejumlah selebritas dunia.

Dari situ, Anak Coki menjadi tren di berbagai tempat, termasuk inspirasi selebrasi sejumlah pemain football profesional di AS dan pesepak bola asal klub kenamaan Prancis PSG.

Gerakan yang 'Memanen Aura'

Warganet, khususnya gen alpha, menyebut tarian anak di atas perahu itu sebagai gerakan yang "aura farming" alias memanen aura, istilah mereka untuk hal-hal yang memancarkan karisma kuat. Mereka menyebut, Anak Coki menjadi upaya memanen aura melalui bahasa tubuh yang penuh keberanian.

Di TikTok, klip tersebut mungkin telah mencapai miliaran tayangan saat ini. Penontonnya nggak hanya dari Indonesia, tapi secara global. Pacu Jalur pun kini bukan sekedar tradisi yang dikenal secara lokal, tapi menjadi ekspresi budaya yang melejit secara global melalui kekuatan "magis" generasi muda.

Dengan dandanan yang khas, anak yang menari di atas perahu ini membuat Pacu Jalur dikenal secara global. (Kemenparekraf via Kompas)

Sebagian besar orang, khususnya yang bermain media sosial, kini mengenal Pacu Jalur. Padahal, tradisi ini telah menjadi bagian dari masyarakat setempat sejak lama. Sedikit informasi, jalur telah menjadi sarana transportasi di Sungai Batang Kuantan sejak sangat lama, diperkirakan sejak abad ke-17.

Sebelum menjadi bagian dari ajang balap perahu, perahu panjang ini merupakan moda air yang digunakan untuk mobilitas masyarakat di sekitar sungai, sekaligus sarana pengangkut hasil bumi dari hulu sungai ke hilir yang berada di Cerenti, yang kini menjadi pusat Festival Pacu Jalur yang digelar tutin saban tahun.

Bagian dari Perayaan Kemerdekaan RI

Dikutip dari Sabangmerauke News, jalur yang biasanya bertahtakan ukiran naga atau harimau ini semula hanya dimiliki para penguasa dan bangsawan setempat. Namun, seiring waktu, perahu ini menjadi sarana untuk kompetisi adu cepat mengayuh dayung, yang kini dikenal sebagai Pacu Jalur.

Pada masa kolonialisme, masyarakat Belanda di Indonesia mempolitisasi tradisi ini sebagai bagian dari perayaan kelahiran Ratu Belanda Wilhelmina. Setelah Indonesia merdeka, Pacu Jalur berubah menjadi tradisi untuk menyambut perayaan Hari Kemerdekaan RI.

Kini Pacu Jalur diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda. Pada 2022 lalu, Google Doodle RI bahkan pernah menampilkan ikon perahu panjang tersebut.

Dari Anak Coki, ia berubah menjadi "boat kid" secara internasional setelah trending di Tiktok, bahkan kini menjadi bagian dari dancing meme global. Meski terkesan receh, kemunculan tren ini telah berhasal menaikkan popularitas Pacu Jalur, yang tetap saja akan menjadi pintu masuk yang menarik untuk memperkenalkan tradisi kita ke ranah global.

Perlu dipahami bahwa Pacu Jalur yang dibawa dan diviralkan oleh anak muda, menunjukkan bahwa tradisi dan budaya bukanlah produk usang yang nggak menarik secara global. Dengan caranya, ia akan tetap berhasil menyampaikan cerita, asalkan "pendongeng"-nya terus ada. (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Rampcheck DJKA Rampung, KAI Daop 4 Semarang Pastikan Layanan Aman dan Nyaman Jelang Nataru

4 Des 2025

SAMAN; Tombol Baru Pemerintah untuk Menghapus Konten, Efektif atau Berbahaya?

4 Des 2025

Ketua DPRD Jateng Sumanto Resmikan Jalan Desa Gantiwarno, Warga Rasakan Perubahan Nyata

4 Des 2025

Cara Bikin YouTube Recap, YouTube Music Recap, dan Spotify Wrapped 2025

5 Des 2025

Data FPEM FEB UI Ungkap Ribuan Lulusan S1 Putus Asa Mencari Kerja

5 Des 2025

Terpanjang dan Terdalam; Terowongan Bawah Laut Rogfast di Nowegia

5 Des 2025

Jaga Buah Hati; Potensi Cuaca Ekstrem Masih Mengintai hingga Awal 2026!

5 Des 2025

Gajah Punah, Ekosistem Runtuh

5 Des 2025

Bantuan Jateng Tiba di Sumbar Setelah 105 Jam di Darat

5 Des 2025

Warung Londo Warsoe Solo, Tempat Makan Bergaya Barat yang Digemari Warga Lokal

6 Des 2025

Forda Jateng 2025 di Solo, Target Kormi Semarang: Juara Umum Lagi!

6 Des 2025

Yang Perlu Diperhatikan Saat Mobil Akan Melintas Genangan Banjir

6 Des 2025

Tiba-Tiba Badminton; Upaya Cari Keringat di Tengah Deadline yang Ketat

6 Des 2025

Opak Angin, Cemilan Legendaris Solo Khas Malam 1 Suro!

6 Des 2025

Raffi Ahmad 'Spill' Hasil Pertemuan dengan Ahmad Luthfi, Ada Apa?

6 Des 2025

Uniknya Makam Mbah Lancing di Kebumen, Pusaranya Ditumpuk Ratusan Kain Batik

7 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: