BerandaTradisinesia
Jumat, 15 Apr 2021 17:00

Sejarah Mercon Bumbung Alias Meriam Bambu, Ternyata Terkait Zaman Penjajahan lo!

Mercon bumbung atau meriam bambu, permainan khas Ramadan di Indonesia. (Muri.org)

Suaranya menggelegar dan sering dimainkan menjelang buka puasa. Ternyata, mercon bumbung atau meriam bambu punya sejarah panjang sejak zaman penjajahan, lo. Seperti apa sih kisah permainan khas Indonesia, ini?

Inibaru.id – Nggak hanya petasan, ada sejumlah permainan tradisional lainnya yang pasti pernah kamu mainkan saat Ramadan. Salah satunya adalah mercon bumbung atau meriam bambu. Nah, di balik suara menggelegar dari meriam unik ini, kamu tahu nggak kalau sejarahnya ternyata terkait dengan zaman penjajahan, Millens?

Mercon bumbung cukup populer bagi anak generasi 90-an. Permainan ini sering dilakukan saat ngabuburit atau sembari menunggu waktu berbuka. Bambu yang dipakai sebagai meriam seringkali dibuat sendiri dengan ukuran sekitar satu meter atau lebih. Di bagian ujung pangkal, bambu diberi lubang yang diisi minyak tanah. Lewat lubang inilah, kita bisa menyulut ledakan api dengan suara yang menggelegar.

Punya Sejarah Terkait Zaman Penjajahan

Meski kini lebih dikenal sebagai permainan anak atau remaja, ternyata sejarah mercon bumbung terkait erat dengan zaman penjajahan. Hal ini diungkap oleh Pengasuh Pondok Pesantren Rakyat Kota Batu, Malang, Jawa Timur, Ulul Azmi. Jadi, mercon bumbung ternyata muncul saat Portugis datang ke Nusantara sekitar abad ke-16.

Nah, di masa itu, bangsa Portugis datang dengan kapal-kapal yang dilengkapi dengan meriam. Orang pribumi yang belum mengenal meriam pun terkesan dengan senjata ini karena bisa memicu ledakan api, suara menggelegar, sekaligus kerusakan yang cukup besar.

Permainan mercon bumbung sudah ada sejak zaman kedatangan Portugis ke Nusantara pada abad ke-16. (Twitter/roro_asyu/)

Karena pengetahuan membuat meriam belum dimiliki, warga pribumi pun melakukan modifikasi dengan membuatnya dari bahan bambu. Ternyata, mereka mampu membuat meriam bambu dengan suara yang cukup menggelegar meski nggak bisa memicu kerusakan sebagaimana meriam asli.

Lantas, bagaimana bisa mercon bumbung akhirnya identik dengan permainan saat Ramadan? Ternyata, hal ini adalah wujud akulturasi budaya dari warga Tionghoa yang sering menyalakan petasan saat perayaan atau hari besar. Mengingat bulan Ramadan dianggap sebagai bulan spesial bagi umat muslim, maka meriam bambu yang berisik layaknya petasan pun sering dinyalakan di bulan puasa.

Punya Beragam Nama di Setiap Daerah

Sebenarnya, penyebutan mercon bumbung lebih dikenal di wilayah-wilayah yang memakai Bahasa Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, atau Yogyakarta. Kalau di Minangkabau, nama permainan ini dikenal sebagai meriam betung atau badia batuang. Kalau di Bangka, lebih populer dengan sebutan bedil bambu.

Warga Banten atau masyarakat Sunda sering menyebut permainan ini dengan Bebeledugan. Kalau Warga Aceh, justru mengenalnya dengan Te’t Beude Trieng. Sementara itu, Warga Gorontalo justru menyebutnya dengan bunggo.

Khusus untuk warga Aceh dan Gorontalo, meriam bambu justru dinyalakan menjelang waktu sahur. Tujuannya tentu saja untuk membangunkan warga untuk melakukan santap sahur. Nah, warga Minangkabau juga punya kebiasaan unik saat memainkannya, yakni berjejeran di tepian sungai sebelum waktu berbuka tiba.

Wah, permainan mercon bumbung alias meriam bambu ini ternyata punya sejarah dan budaya yang unik, ya Millens. (Mal, Wik/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024