BerandaTradisinesia
Rabu, 26 Mar 2019 13:38

Mengulik Ebleg, Cikal Bakal Kesenian Kuda Lumping

Ebleg. (Facekebumen.com)

Kuda Lumping merupakan salah satu kesenian tradisional yang melegenda. Nggak hanya wisatawan lokal, wisatawan mancanegara pun mengagumi kesenian ini. Namun, tahukah kamu kalau Kuda Lumping bermula dari kesenian lain bernama Ebleg?

Inibaru.id – Kuda Lumping merupakan salah satu atraksi kesenian yang menyedot perhatian banyak orang. Atraksi makan pecahan kaca selalu jadi bagian yang ditunggu para penonton. Konon, atraksi Kuda Lumping dulunya berasal dari kesenian Ebleg. Kesenian ini lahir di Panjer yang kini berubah nama menjadi Kabupaten Kebumen.

Ebleg muncul sekitar 1600-an saat Panjer dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Kesenian ini dulunya juga dikenal dengan nama Sendratari Perang Yudha Cakrakusuma. Agak berbeda dengan Kuda Lumping, Ebleg memiliki gerakan-gerakan yang pakem.

Barongan yang merupakan simbol Sultan Agung Hanyakrakusuma menjadi instrumen wajib dalam kesenian ini. Selain barongan, jaran kepang (kuda kepang) dengan warna putih dan hitam mewakili pasukan Mataram. Sementara, warna putih dan hitam adalah warna kuda yang digunakan pasukan ini.

https://budayajawa.id/wp-content/uploads/2019/02/kolaborasi_ebleg_kebumen_dan_tni_59_n-615x430.jpg

Ebleg. (budayajawa.id)

Gending (lagu) berjudul "Eling-Eling" dan "Rito-Rito" menjadi pengiring Ebleg. Lagu ini berisi nasihat pada generasi muda untuk tidak berfoya-foya dan selalu mengingat jasa para pahlawan.

Dalam pelaksanaannya, Ebleg memiliki beberapa pakem formasi persembahan. Formasi ini meliputi Turangga Jejer (kuda berbaris), huruf Sa dalam aksara Jawa, Kusuma Sungsang (silang), Turangga Sirep (kuda tidur), dan Turangga Lurug (kuda bangun).

Supaya tetap lestari, pemerintah Kabupaten Kebumen kini berusaha menarik minat anak muda untuk mempelajari Ebleg.

Dengan mendirikan bengkel seni, pemkab Kebumen juga berharap Ebleg bisa dikenal di daerah lain. Semoga minat anak muda Kebumen tetap tumbuh ya, Millens! (IB15/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024