Inibaru.id – Bagi orang awam, macapat mungkin nggak lebih dari menyanyi tembang berbahasa Jawa. Padahal, macapat lebih dari itu.
Merujuk namanya, macapat diartikan sebagai cara membaca yang terjalin tiap empat suku kata. Ada pula yang menyebutkan kata “pat” dalam macapat merujuk pada jumlah sandangan (tanda diakritis) dalam aksara Jawa. Sementara, "maca" berarti membaca, yang jika digabung berarti membaca sandangan dalam aksara Jawa.
Tembang macapat. (Blogkulo)
Di Yogyakarta, kesenian ini bisa dipelajari secara gratis di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sekolah yang berdiri pada 1960-an itu semula hanya ditujukan untuk keluarga keraton. Namun, seiring waktu, abdi dalem kemudian diperbolehkan untuk mempelajarinya.
Romo Prajo Swasono adalah salah seorang abdi dalem yang turut melestarikan kesenian ini dengan mengajarkannya pada masyarakat umum.
Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Wilangan
Dalam macapat, terdapat guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Jika kamu bingung, penjelasan sederhana ini mungkin bisa bikin kamu paham.
Guru gatra merupakan jumlah baris dalam satu bait, sedangkan guru lagu adalah bunyi sajak yang sama pada akhir kata tiap larik. Sementara, guru wilangan adalah jumlah suku kata pada setiap larik.
Para sinden dalam seni Macapat. (Bangsaonline)
Tentang Fase Kehidupan Manusia
Beberapa sekolah dasar di Yogyakarta dan Jawa Tengah hingga kini masih mengajarkan kesenian macapat. Secara umum, macapat terdiri atas 11 tembang, yang menggambarkan fase kehidupan manusia. Mijil, Kinanti, Sinom, dan Gambuh adalah contoh tembang-tembang yang diajarkan.
Nggak seperti musik Campur Sari yang menggunakan bahasa Jawa Ngoko dalam liriknya, tembang-tembang macapat menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil, lo. Para pengajar biasanya menjelaskan makna setiap lirik dalam tembang-tembang tersebut.
Kini, macapat mungkin menjadi kesenian yang tersisihkan oleh budaya pop. Hanya sedikit generasi modern Jawa yang tertarik mempelajarinya.
Nembang macapat. (Sesawi)
Kamu yang masih pengin kesenian dan budaya Jawa bertahan, sebaiknya bergabunglah dengan menjadi murid di Sekolah Macapat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jadi, yuk, merawat dan melestarikan budaya sendiri! (IB06/E03)