BerandaTradisinesia
Selasa, 4 Jun 2018 14:00

Mappalette Bola, Tradisi Pindah Rumah ala Suku Bugis yang Unik

Tradisi Mappalette Bola khas suku Bugis. (Tirto.id)

Tradisi pindah rumah menjadi suatu acara besar bagi masyarakat suku Bugis. Nggak hanya sekadar pindah tempat tinggal, suku Bugis benar-benar memindahkan rumahnya dari tempat lama ke tempat baru. Wah, seperti apa ya?

Inibaru.id - Umumnya, jika ada orang yang bilang akan pindah rumah, orang itu pasti akan bersiap-siap untuk memindahkan barang-barang ke rumah yang baru. Tapi hal itu berbeda dengan adat masyarakat suku Bugis, Sulawesi Selatan. Bagi mereka, pindah rumah berarti benar-benar memindahkan rumah yang ditinggali dari tempat lama ke tempat yang baru. Unik ya, Millens.

Dalam tradisi suku Bugis, tradisi memindahkan rumah disebut sebagai Mappalette Bola. Orang Bugis percaya, rumah itu nggak hanya digunakan sebagai tempat tinggal maupun tempat berteduh, tetapi juga menjadi sesuatu yang sakral.

Rumah adalah ruang sakral di mana penghuninya mengalami berbagai hal seperti lahir, menikah, beribadah, bersosial, dan mati. Pemilik rumah biasanya melakukan pindahan rumah ini karena tanah rumah sebelumnya telah terjual, sehingga mereka memindahkan rumahnya ke tanah (tempat) yang baru.

Perlu kamu tahu, Millens, rumah khas suku Bugis memang sengaja didesain agar dapat dibongkar pasang. Struktur bagunan rumah yang unik memudahkan rumah adat suku Bugis ini dapat dengan mudah dipindahkan.

Struktur rumah panggung Bugis terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas (rakkeang) yang biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru dipanen. Bagian tengah (ale bola) merupakan bagian untuk tempat tinggal.

Sedangkan bagian bawah atau kolong (awa bola) berfungsi untuk menghindari serangan binatang buas untuk naik ke atas, atau pada zaman sekarang digunakan untuk menempatkan kendaraan pribadi.

Masyarakat Suku Bugis bergotong-royong memindahkan rumah. (Tribunnews.com)

Goodnewsfromindonesia.id (27/2/2017), menulis, ada dua cara dalam memindahkan rumah. Pertama adalah dengan cara didorong. Cara ini dilakukan ketika posisi rumah yang baru, berdekatan dengan posisi rumah yang lama.

Nah, kalau cara kedua, dengan cara diangkat, Millens. Cara ini dilakukan jika jarak posisi rumah yang baru cukup jauh dari posisi rumah yang lama.

Proses Pemindahan Rumah

Sebelum pemindahan rumah, pemilik rumah harus menyiapkan pelbagai hal. Pemilik rumah biasanya mengadakan ritual selamatan dahulu, kemudian menurunkan perabotan rumah yang mudah pecah, mudah bergerak, atau yang dapat memengaruhi berat rumah pada saat pemindahan berlangsung.

Selanjutnya, pemilik rumah bersama warga memasang bambu pada kaki-kaki rumah panggung sebagai pegangan sekaligus penahan ketika mengangkat rumah itu.

Proses pengangkatan dan pemindahan rumah umumnya dipimpin oleh seorang ketua adat untuk memberi aba-aba dan mengarahkan warga. Pemindahan ini hanya dilakukan oleh laki-laki dan bisa melibatkan puluhan hingga ratusan warga laki-laki. Tradisi ini juga meningkatkan rasa gotong royong antarwarga.

Masyarakat suku Bugis makan bersama setelah prosesi pindah rumah. (Goodnewsfromindonesia.id)

Sedangkan untuk para warga perempuan, mereka menyiapkan makanan untuk warga yang membantu memindahkan rumah. Sebelum prosesi pindahan dilakukan, pemilik rumah wajib menyiapkan makanan pembuka yang merupakan makanan ringan khas suku Bugis seperti kue bandang, baronggo, suwella, serta teh hangat dan kopi.

Setelah prosesi pindahan selesai, pemilik rumah juga memberikan makanan berat sebagai penutup. Makanan khas yang menjadi suguhan ini adalah sup saudara, dan ikan bandeng yang diberi bumbu saus kacang. Hal ini dilakukan sebagai ucapan terima kasih atas bantuan warga dalam memindahkan rumah, dan sebagai imbalan lelah setelah bekerja keras.

Unik sekali ya, Millens. Meski memindahkan rumah itu nggak mudah, masyarakat suku Bugis saling bahu-membahu mengangkat rumah agar terasa ringan. Semoga tradisi ini tetap lestari ya. (IB12/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024