Inibaru.id – Suku baduy di Provinsi Banten, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak sudah kondang akan tradisi dan kebudayaannya yang unik. Salah satunya, tradisi Kawalu. Kawalu adalah upacara untuk menyambut bulan Kawalu yang disucikan oleh masyarakat Baduy, baik oleh Baduy Dalam (Baduy Girang) maupun Baduy Luar (Baduy Hilir). Durasi bulan Kawalu berlangsung selama tiga bulan. Setiap bulannya orang Baduy berpuasa satu hari.
“Sabulanna sakali puasana, jadi kabehna tilu kali anu tilu bulan,” tutur Ating, pemuda asal Baduy Luar seperti dilansir Rungkun Kata (23/1/2018). Ya, sebulan sekali puasa sehari sehingga keseluruhannya tiga kali berpuasa.
Yang kudu kamu ketahui, bulan Kawalu adalah bulan larangan bagi pengunjung untuk masuk ke wilayah orang Baduy Dalam dan hanya diperbolehkan ke Baduy Luar. Larangan masuk itu meliputi ke Cibeo, Cikeusik, dan Cikertawarna.
Larangan hanya berlaku untuk orang dari luar. Orang Baduy luar diperbolehkan masuk karena sama-sama menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
Dikutip dari Antaranews.com (23/1/2018), pemuka adat yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jaro Saija mengatakan pihaknya telah memasang papan peringatan di pintu gerbang Baduy di Ciboleger agar pengunjung menaati hukum adat.
“Itu sudah ketentuan dan aturan dari leluhur kami. Bagi yang tidak menaati aturan itu, siapa saja orangnya akan mendapatkan hukuman. Baik itu oleh hukum adat maupun hukum pemerintahan, karena Baduy merupakan kampung adat yang dilindungi oleh negara. Selain itu ada juga hukuman yang sifatnya kepercayaan atau adat,” tutur wakil Jaro alias wakil pemimpin suku baduy.
Wakil Jaro mengungkapkan, ada saja akibatnya jika melanggar aturan yang diterapkan. Pelanggar bisa kena tulah celaka. Kedengarannya nggak masuk akal, ya? Tapi intinya, siapa pun mesti menghargai dan patuh terhadap aturan masyarakat adat.
Oya Millens, perlu kamu ketahui nih bahwa dalam ajaran Sunda Wiwitan, kawalu adalah upacara bersih kampung. Larangan orang luar masuk karena pada upacara tersebut, orang Baduy Dalam melakukan ritus untuk membersihkan pengaruh buruk, termasuk pengaruh dari orang luar Baduy.
Selain sebagai upacara pembersihan, Kawalu juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberi rezeki kepada orang Baduy, dan juga berterima kasih kepada alam tempat mereka hidup.
Nggak hanya itu, nilai kebersamaan mereka saat Kawalu terlihat ketika mereka berkumpul di Kampung Cibeo (Pusat Kebudayaan Baduy) untuk berbuka puasa yang mereka laksanakan sehari penuh. Sebelumnya, mereka membakar kemenyan dan wewangian. Lalu untuk berbuka puasa, mereka mengawalinya dengan makan sirih atau istilahnya dalam bahasa Sunda, Nyepah. Setelah makan Sirih, baru mereka diperbolehkan menikmati hidangan berbuka.
Jadi jelas kan dalam tradisi Kawalu terkandung nilai-nilai mulia yang secara turun-menurun hidup dipertahankan oleh orang Baduy. (LIF/SA)