Inibaru.id - Aku berani bilang kalau orang awam mungkin akan menganggap Teosofi adalah sebuah kepercayaan. Atau punya sejenis elemen-elemen sebagaimana agama atau kepercayaan yang lain lengkap dengan ritual, kitab, atau hal-hal yang harus diyakini. Aku awalnya termasuk yang mengira kalau ini adalah sebuah kepercayaan.
Barangkali pemahaman itu akan terbentuk kalau melihat Teosofi dari
permukaan. Apalagi sanggar pertemuannya yang mirip
seperti gereja semakin melekatkan anggapan ini.
Namun ternyata, semua terang ketika aku ikut perkumpulan Teosofi di Sanggar Wijaya Kusuma Jalan Panjaitan, Kota Semarang. Apa yang dijalankan oleh perkumpulan Teosofi, jauh dari yang dibilang dengan sebuah agama atau kepercayaan.
Perkiraanku tadi banyak diluruskan oleh Theresia Yohana Ina, salah seorang anggota Teosofi Semarang. Dia sudah sejak muda ikut Teosofi. Setelah ngobrol banyak, dia mengungkapkan kalau Teosofi berperan dalam hidupnya.
Jujur di pertemuan itu aku berupaya mengulik apakah Teosofi ini sebuah kepercayaan. Ina pun langsung menampik. Teosofi bukanlah kepercayaan yang harus diyakini. Atau bakal menjauhkan jemaat dari agama yang dipeluk. Di sini tempat orang mempelajari segalanya berdasarkan religi, sains, dan filsafat.
“Bukan menjauhkan dari agama. Tapi malah membuat kita semakin mengenali agama kita,” kata Ina pada Jumat (3/7/2020).
Bahkan Ina secara pribadi kurang sepakat kalau Teosofi masuk ke kategori kepercayaan dalam legalitas pemerintah. Katanya Teosofi bukan dogma.
Ina mengaku meskipun sudah hampir dua dekade lebih ikut Teosofi, bukan berarti dia meninggalkan agamanya.
“Saya aktif di Teosofi, aktif juga di gereja,” ungkapnya.
Kemudian yang harus dicermati, Teosofi nggak mengikat. Atau kalau kamu ikut perkumpulannya, otomatis, kamu harus menjadi bagian dari mereka. Sama sekali nggak kok.
Kata Ina, Teosofi nggak mengikat. Di sini hanya ada orang yang murni ingin belajar. Karena itu, jemaat perkumpulan dibedakan menjadi 2. Anggota dan simpatisan. Anggota berarti pengurus inti, sementara simpatisan hanya mereka yang datang saja untuk belajar.
Pernyataan kalau meski ikut Teosofi tapi nggak meninggalkan agama aslinya juga terlontar dari Adi Suswoyo. Laki-laki 64 tahun ini datang dengan atribut peci, berpakaian rapi, dan berikat pinggang.
Dia pun juga mengaku kalau tetap menjalankan salat, puasa, dan ibadah lain. Dia adalah orang yang sebagian besar pemikirannya mungkin sudah banyak terilhami Teosofi. Adi nggak lagi "menyiksa" hewan, setelah dia sempat menyinggung ibadah penyembelihan hewan korban.
“Tapi kan saya nggak bisa seenaknya berkomentar. Itu sudah menjadi bagian dari tradisi keagamaan. Boleh nggak setuju, namun tetap harus paham situasi. Jangan merasa sok benar,” pungkasnya.
Jadi, yang harus dipahami, Teosofi bukan kepercayaan yang mengikat ya, Millens. Semua kembali pada kepercayaan masing-masing dan pemikiran yang merdeka. Menarik ya? (Audrian F/E05)