BerandaTradisinesia
Rabu, 23 Apr 2024 10:59

Beragam Tradisi Menjaga Bumi yang Ada di Nusantara

Dewi Sri yang merupakan Dewi Bercocok Tanam atau Dewi Padi sangat lekat dengan masyarakat Jawa. (Langgar)

Ada banyak tradisi di Indonesia yang memiliki semangat menjaga dan berterima kasih kepada bumi. Sebagai generasi muda, sudah seharusnya kita melestarikan tradisi yang positif tersebut.

Inibaru.id - Kemarin kita baru saja memeringati Hari Bumi, 22 April 2024. Tapi, sebenarnya tanpa terpaku pada tanggal, masyarakat Indonesia sudah lama hidup bersahabat dengan bumi. Hubungan keduanya tercermin pada tradisi-tradisi menjaga bumi yang tersebar di seluruh Nusantara.

Banyak cara atau bentuk ucapan syukur yang masyarakat kita lakukan untuk bumi atas segala hal yang telah diberikan setiap harinya. Dan karena tradisi-tradisi itu masih lestari, nggak jarang suatu daerah menjadikan perayaan menjaga bumi tersebut sebagai objek wisata yang menyedot wisatawan untuk berkunjung.

Di Jawa dan Bali kita mengenal Dewi Sri yang merupakan Dewi Bercocok Tanam atau Dewi Padi. Konon, masyarakat lokal melakukan tradisi pemujaan kepada Dewi Sri sebagai bentuk ucapan terima kasih, sekaligus memohon agar hasil panen baik dan melimpah.

O ya, “ucapan” terima kasih kepada alam nggak hanya berkaitan dengan ritual Dewi Sri saja. Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi-tradisi unik yang dilakukan untuk menjaga kelestarian alam. Nah, tradisi menjaga bumi apa sajakah yang ada di Indonesia?

1. Tradisi Wiwitan

Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada sosok Dewi Sri atas hasil panen yang melimpah. Tradisi yang kental bagi masyarakat Jawa ini diawali dengan memanjatkan doa dan dilanjutkan memotong padi sebagai simbol siap panen. Setelah itu, tradisi ini dilanjutkan dengan membagikan makanan yang telah dipersiapkan kepada seluruh masyarakat sekitar, lalu menyantapnya bersama.

2. Festival Jatiluwih

Festival yang digelar di Desa Jatiluwih, Bali ini dilakukan dengan memadukan kebudayaan dan kesenian tradisional, seni pertunjukan, seni rupa, seni musik, hingga memamerkan produk-produk kreatif khas Jatiluwih. Menurut kepercayaan, tradisi Jatiluwih dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas ketersediaan pangan di Bumi, terutama persediaan padi.

3. Ngertakeun Bumi Lamba

Tradisi Ngertakeun Bumi Lamba merupakan manifestasi hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan sang pencipta. (Istimewa)

Tradisi Ngertakeun Bumi Lamba adalah upacara menjalankan pesan kasepuhan dengan menitipkan tiga gunung sebagai paku alam (diperlakukan sebagai tempat suci). Ketiga gunung tersebut adalah Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Wayang, dan Gunung Gede. Konon, tradisi Ngertakeun Bumi Lamba merupakan manifestasi hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan sang pencipta.

4. Paca Goya

Tradisi menjaga dan berterima kasih kepada bumi yang nggak kalah menarik adalah tradisi Paca Goya yang dilakukan masyarakat Kampung Kalaodi, Tidore. Selain bentuk syukur atas hasil panen yang melimpah, tradisi Paca Goya juga dilakukan sebagai pengingat warga Kalaodi untuk nggak merusak maupun mengeksploitasi alam secara berlebihan. Bahkan, sebagai bentuk komitmen, masyarakat lokal memegang sumpah Bobeto yang artinya “siapa merusak alam, akan dirusak alam”.

5. Buka Egek

Buka Egek merupakan tradisi yang dilakukan oleh Suku Moi, Papua. Menariknya, dalam tradisi Buka Egek, ada beberapa jenis sumber daya alam yang dilarang dieksploitasi oleh siapa pun dalam rentang waktu tertentu, yaitu 6-12 bulan. Larangan dalam rentang waktu tersebut dibuat agar sejumlah sumber daya alam mempunyai kesempatan untuk berkembang dan terjaga dengan baik.

Sebenarnya jika kita telusuri, masih banyak lagi tradisi sebagai wujud berterima kasih dengan alam. Jadi, melestarikan tradisi-tradisi itu sama dengan melestarikan nilai-nilai positi terhadap alam ya, Millens? (Siti Khatijah/E07

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024