BerandaPasar Kreatif
Rabu, 12 Okt 2021 15:00

Terapi Akupunktur Semarang di Tengah Pusaran Obat Paten dan Masyarakat Modern

Proses pemilihan titik tusuk pada tubuh pasien. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Di tengah modernitas zaman dan pusaran obat paten di pasaran, terapi akupunktur rupanya masih diminati masyarakat Semarang. Hal ini salah satunya terlihat dengan masih banyaknya orang yang mengantre di klinik terapi akupunktur di kota tersebut.

Inibaru.id – Obat paten yang banyak beredar di apotek kerap menjadi rujukan masyarakat modern. Namun, pengobatan tradisional Tionghoa rupanya juga masih bertahan dan bahkan nggak kalah peminat. Buktinya, sebuah klinik akupunktur di Kota Semarang hampir selalu dipenuhi antrean pasien saban hari.

Perlu kamu tahu, akupunktur adalah bagian dari seni pengobatan tradisional Tionghoa yang memakai media jarum sebagai terapi. Cara kerjanya, jarum ditusukkan ke bagian tubuh tertentu pada pasien. Jumlah dan lokasi penusukan jarum berbeda pada tiap pasien, tergantung diagnosis penyakit, analisis sindrom, dan titik akupunktur yang tepat berdasarkan teori pengobatan berusia ribuan tahun itu.

Nah, di klinik yang berlokasi di kawasan Gayamsari, Kota Semarang, tersebut, hampir tiap hari selalu ada pasien yang mengantre. Adalah Wahyu Stephanie, terapis akupunktur lulusan Tiongkok yang sehari-hari menerima pasien di klinik tersebut.

Wahyu belum lama membuka praktik di Semarang. Sebelumnya, perempuan asal Kabupaten Kudus tersebut mukim di Kediri, Jawa Timur. Namun, setelah menyelesaikan kuliah S2-nya di Tianjin University of Traditional Chinese Medicine, Tiongkok, pada 2020, perempuan berjilbab ini memilih menjadi terapis di Semarang yang lebih dekat dengan rumahnya.

Pengalaman Pertama dan Yang Rutin Terapi

Beberapa contoh jarum yang digunakan untuk terapi akupuntur. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Nggak semua pasien yang mengantre di klinik Wahyu adalah pasien langganannya. Beberapa dari mereka bahkan terbilang sekadar coba-coba menjajal pengobatan tradisional Tionghoa, utamanya akupunktur. Salah seorang pengantre itu adalah Joyo, yang menyambangi klinik belum lama ini.

Lelaki paruh baya itu mengaku baru kali itu mencoba akupunktur. Kendati demikian, dia sama sekali nggak merasa gentar atau takut. Namun, diakuinya, dia sedikit bingung dengan metode pengobatan yang konon sudah ada sejak sebelum masehi tersebut.

"Iya, yang saya bingung, kok jarum bisa menyembuhkan penyakit,” terangnya sembari menunggu antrean. Nggak lama kemudian, giliran dia diterapi pun tiba.

Seusai diterapi, mimik muka Joyo memang sama sekali nggak menunjukkan ketegangan. Dengan santai dia keluar. Dia juga mengatakan, nggak ada efek apa pun saat tubuhnya ditusuk jarum, termasuk rasa sakit atau luka.

“Belum ada efek (negatif) apa-apa. Nggak tahu, mungkin nanti atau memang tidak ada,” celetuknya santai. "Hasil (positif) juga belum terlihat. Mungkin butuh beberapa kali."

Untuk mendapatkan dampak positif akupunktur, pasien memang sebaiknya melakukan terapi beberapa kali secara rutin atau sesuai anjuran terapis. Hal inilah yang dirasakan Erlik Dwi Prasetyono. Lelaki 64 tahun ini mengaku sudah menjalani terapi akupunktur sebanyak 44 kali.

“Awal terapi itu dua kali dalam seminggu, selama 1,5 bulan. Habis itu seminggu sekali terapi, berjalan sampai sekarang sudah 44 kali," terang kakek tiga cucu tersebut via telepon, beberapa waktu lalu.

Proses Penyembuhan Bertahap

Proses terapi akupunktur pada bagian leher seorang pasien perempuan. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Perlahan tapi pasti, Erlik merasakan ada perubahan positif pada dirinya pascaterapi. Dia merasa tubuhnya membaik dan proses penyembuhan berangsur-angsur terjadi. Tentu saja ini membuatnya senang, sebab dia sudah mencoba pelbagai macam pengobatan dan belum membuahkan hasil.

“Beragam pengobatan sudah saya jalani, termasuk menyambangi lima dokter spesialis syaraf. Baru kali ini ada terasa hasilnya (setelah terapi akupunktur)," aku Erlik yang awalnya mengeluhkan rasa sakit di atas pantatnya.

Sebelum diterapi akupunktur, Erlik mengaku menderita satu penyakit yang bahkan sempat membuat lidahnya cadel dan mengalami stroke ringan. Meski sudah datang ke berbagai macam pengobatan, dia gagal mengetahui penyebab keluhan yang dideritanya sejak awal 2013 itu.

Semula, dia hanya menduga, rasa sakit itu muncul karena kebiasaannya mengantongi dompet di saku celananya. Namun, akhirnya hasil rontgen mengatakan ada syaraf yang terjepit di tubuhnya.

“Saya merasakan sakit dua tahun, lalu ditawari menantu saya yang punya teman terapis akupunktur di Kediri. Ya sudah, saya coba saja siapa tahu mujarab,” tuturnya.

Namanya juga ditusuk jarum, Erlik mengaku mengalami rasa sakit, tapi nggak seberapa dibanding penyakit yang dia derita. Menurutnya, sakit itu memang muncul saat penusukan jarum ke dalam tubuh, yang bagi dia wajar dan nggak perlu dipermasalahkan. Terlebih, keinginannya untuk sembuh jauh lebih besar.

Erlik justru sangat puas dengan dampak positif yang terjadi sekarang ini. Sebagai pasien, menurutnya pengobatan yang positif harus dipercayai. "Percaya bahwa pengobatan ini akan menyembuhkan kita. Itu penting!" serunya.

Namun demikian, dia nggak menampik kalau bisa saja terapi akupunktur yang cocok untuknya malah nggak sesuai bagi orang lain, menilik pengalamannya yang harus gonta-ganti dokter, obat, dan teknik penyembuhan dulu untuk menemukan metode yang cocok.

Saran yang menarik! Metode penyembuhan, baik tradisional atau modern, adalah dua hal yang bisa saling mengisi, karena tujuannya sama-sama mengobati. Eits, tapi daripada mengobati, mending kamu mencegahnya dengan menerapkan pola hidup sehat ya, Millens! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Rampcheck DJKA Rampung, KAI Daop 4 Semarang Pastikan Layanan Aman dan Nyaman Jelang Nataru

4 Des 2025

SAMAN; Tombol Baru Pemerintah untuk Menghapus Konten, Efektif atau Berbahaya?

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: