BerandaPasar Kreatif
Selasa, 18 Mei 2020 17:22

Para Penyedia Jasa Tukar Uang Jalanan, Tetap Menjamur pada Musim Lebaran

Para penyedia jasa tukar uang jalanan bermodalkan banner di atas sepeda motor. (Inibaru.id/ Audrian F)

Menjelang lebaran, beberapa profesi dadakan hampir tiap tahun bermunculan, salah satunya penyedia jasa tukar uang jalanan. Seperti apa geliat profesi ini di tengah pandemi corona.<br>

Inibaru.id - Tiap tahun, sekitar seminggu sebelum lebaran, kamu mungkin akan bertemu dengan profesi ini kalau kebetulan melintas di Jalan Pahlawan, Kota Semarang. Merekalah para penyedia jasa tukar uang jalanan. Tahun ini, kendati berada di tengah pandemi, mereka tetap menjalani profesi itu.

Jasa tukar uang baru berupa "receh" berbentuk lembaran pecahan Rp 1.000 hingga Rp 50 ribu itu memang menjadi profesi dadakan yang menggiurkan, kendati saya yakin risiko yang harus mereka emban juga cukup besar.

Sepanjang Jalan Pahlawan, secara berderet, saya bisa melihat mereka saling "bersaing", untung-untungan, duduk atau berdiri memamerkan lembaran uang gres yang terbungkus plastik bening, menunggu pelanggan. Rasa-rasanya, tiap tahun makin banyak saja yang menggandrungi bisnis ini!

Penasaran mengetahui seberapa besar keuntungan bisnis ini, saya pun berhenti sekitar sepelemparan batu dari seorang penyedia jasa tersebut. Saya bertemu Munir.

Misbachul Munir salah seorang penukar uang jalanan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Di sela kesibukannya, lelaki berusia sekitar 30-an tahun tersebut pun bercerita ihwal mula dirinya menggeluti bisnis dadakan tersebut. Dia mengaku sudah hampir sedekade menjadi penyedia tukar uang di jalan.

"Ingat betul kali pertama (menjalani profesi) ini pas pecahan uang kertas Rp 2.000 ribu muncul," aku lelaki bernama lengkap Misbachul Munir tersebut, Jumat (15/5/2020).

Belum tengah hari saat saya bertemu Munir. Dia juga belum lama berdiri di pinggir Jalan Pahlawan, tempat ngetem favoritnya. Tebak, berapa yang telah dia dapatkan?

"Sudah Rp 4 juta hari ini," serunya. Raut kegembiraan begitu tampak di mukanya yang tertutup masker. "Tapi, ini belum (keuntungan) bersih, masih diputar lagi!”

Pelanggan tukar uang berasal dari berbagai kalangan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Penyedia jasa tukar uang seperti Munir biasanya mengambil keuntungan 10 persen dari jumlah yang ditukarkan. Misal, ada seseorang yang menukarkan uang Rp 100 ribu, dia akan membayar sebesar Rp 110 ribu.

Terus, keuntungan harian yang diperoleh Munir nggak menjadi keuntungannya semata. Dia setidaknya harus menyetorkan 60 persen keuntungan itu ke pemberi modal. Penyedia jasa tukar uang seperti Munir kebanyakan nggak punya modal sendiri. Uang pecahan disediakan pemberi modal.

Nah, hari itu sepertinya Munir sedang beruntung. Dalam beberapa jam saja dia sudah mendapat keuntungan jutaan rupiah. Namun, nggak setiap hari dia ketiban durian jatuh semacam itu.

“Kadang bahkan nggak ada yang menukar,” keluhnya.

Pinjaman hingga Rp 50 Juta

Penyedia jasa tukar uang lain, Rohmiyati, mengatakan, dalam menjalankan profesi ini, dia mengaku nggak pakai modal sendiri. Uang pecahan yang dipakainya berasal dari pemodal. Sosok yang dia sebut atasan itulah yang memberi pinjaman, yang jumlahnya bisa mencapai Rp 50 juta.

Namun, nggak semua orang memaksimalkan pinjaman itu, termasuk Rohmiyati. Dia hanya pinjam dengan nominal yang terjangkau lantaran takut hasil yang didapat nggak bisa mencukupi pinjamannya.

“Pandemi corona seperti ini, banyak orang lagi susah. Nanti, kalau banyak (pinjamannya), bukan untung malah saya jadi dikejar utang,” tukasnya.

Tawar menawar harga pas. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Atasan yang disebut Rohmiyati umumnya punya akses menukar uang di bank. Nantinya, setiap orang yang mau menjadi penyedia jasa tukar uang meminjam ke orang tersebut dengan jaminan KTP atau surat identitas lainnya.

Rohmiyati menuturkan, tahun ini agaknya nggak banyak yang menjadi penyedia jasa tukar uang. Krisis selama pandemi membuat orang jadi pesimistis

"Larangan mudik juga punya pengaruh, sih," pungkasnya.

Matahari telah condong ke barat saat saya meninggalkan mereka. Deretan penyedia jasa tukar uang itu tampak masih bersemangat menjemput rezeki. Ah, ora obah, ora mamah, kalau kata orang Jawa! Ya, nggak gerak, nggak makan! (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024