Inibaru.id – Batok kelapa yang sebelumnya hanya menjadi limbah usaha kini menjelma menjadi "sumber cahaya" bagi Decoco Luminer, jenama lampu hias asal Tampaksiring, Gianyar, Bali. Nggak hanya bernilai jual, mereka juga membawa pesan yang kuat tentang kolaborasi antara seni, pemberdayaan, dan keberlanjutan.
Decoco Luminer digagas oleh Nurul Adhim yang saat ini merangkap sebagai CEO; sosok filantropis yang percaya bahwa bisnis seharusnya nggak hanya mengejar profit, tapi juga memberi dampak sosial dan lingkungan.
“Kami ingin memberikan nilai tambah pada sesuatu yang dianggap tidak berguna, sekaligus membuka peluang bagi para perajin lokal,” daku perempuan bersahaja tersebut saat memulai cerita tentang usaha uniknya ini, beberapa waktu lalu.
Bercerita panjang lebar via telepon, dia mengatakan bahwa ide awal Decoco Luminer berasal dari kegelisahan melihat banyaknya limbah tempurung kelapa di Bali yang kerap terbuang begitu saja. Padahal, jika bisa diubah menjadi kerajinan, ia bisa punya nilai jual.
“Daripada menjadi sampah, kami pikir kenapa tidak disulap jadi karya seni saja? Maka, tercetuslah ide untuk membuat kriya yang memiliki fungsi pencahayaan sekaligus mengandung makna di dalamnya,” terangnya.
Bukan Sekadar Produk Dekorasi
Produk utama Decoco Luminer adalah lampu dekorasi yang diukir langsung oleh para perajin lokal di Bali. Yang membuatnya istimewa adalah karena ukiran yang ditorehkan adalah motif lokal seperti capung, bunga, daun, bahkan simbol-simbol alam yang dekat dengan kehidupan masyarakat setempat.
Adhim memang sengaja memilih motif-motif tersebut untuk menghadirkan suasana "desa" yang penuh kesederhanaan saat cahaya dari lampu yang dinyalakan berpendar menembus pola ukiran dan membentuk bayangan di tembok rumah. Hangat sekaligus artistik.
Baginya, estetika menjadi hal yang penting dalam sebuah produk. Namun, lebih dari itu, sebuah produk juga harus menawarkan nilai tambah lain, yang dalam hal ini diwujudkannya dalam bentuk inovasi ramah lingkungan, yakni dengan menambahkan panel surya dan baterai lithium di dalamnya.
"Beberapa produk Decoco Luminer punya fitur itu. Jadi, lampu bisa menyimpan energi matahari pada siang hari untuk dinyalakan pada malam harinya. Jadi, produk kami benar-benar hemat energi, yang dipadukan degan estetika," jelas Adhim.
Melibatkan Perajin dari Blora
Decoco Luminer berbasis di Bali. Namun, para perajin Adhim nggak hanya berasal dari Pulau Dewata. Perempuan asal Kabupaten Blora, Jawa Tengah, itu juga melibatkan para perajin kayu dari daerah asalnya untuk ikut serta.
"Workshop fitting lampu juga dilakukan di Blora dengan bantuan perajin sana; memanfaatkan limbah kayu jati yang melimpah di sana. Untuk finishing juga dilakukan beberapa ibu rumah tangga di Blora," ucapnya.
Sedari awal Adhim memang menginginkan Decoco Luminer nggak hanya menjadi produk Bali, tapi jembatan kolaboratif antarwilayah. Bali dengan kearifan lokal ukirannya berkelindan dengan Blora yang punya punya limbah kayu jati yang melimpah.
"Kami juga melibatkan para ibu untuk memberi peluang ekonomi baru bagi mereka," ungkap perempuan berhijab ini. "Model kolaborasi semacam itu penting agar keberlanjutan tidak hanya berbicara soal lingkungan, tetapi juga keberlanjutan sosial."
Filosofi Decoco Luminer
Decoco Luminer, Adhim melanjutkan, berasal dari kata de (dari) coco (coconut/kelapa) yang berarti "dari kelapa" dengan luminer yang terinspirasi dari bahasa Prancis luminaire yang berarti peralatan pencahayaan. Jika digabungkan, Decoco Luminer berarti pencahayaan dari kelapa.
“Kami percaya bahwa keindahan dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan. Lampu bukan hanya soal cahaya, tapi juga tentang menghadirkan suasana, menceritakan budaya, dan memberi dampak nyata bagi lingkungan,” ungkap Adhim.
Menurutnya, Ada tiga nilai utama yang membedakan Decoco Luminer dari produk dekorasi lain di pasaran, salah satunya adalah keberlanjutan, yakni produk hemat energi yang berasal dari limbah. Produk ini juga berbasis kearifan lokal dan eksklusif.
"Setiap ukiran dikerjakan oleh para seniman desa secara manual. Ini juga bukan produksi massal, jadi dijamin eksklusif. Bisa bertenaga surya sekaligus pakai listrik konvensional," jelasnya. "Kami memang ingin memadukan karya seni dengan kepedulian pada lingkungan, budaya, dan pemberdayaan sosial."
Prototipe Bisnis Ramah Lingkungan
Apa yang tengah dikembangkan Adhim merupakan bagian dari prototipe bisnis ramah lingkungan yang tengah dikembangkan Program Smart Energy Lab. Program yang digagas oleh New Energy Nexus Indonesia itu memang turut mendukung perjalanan Decoco Luminer.
Sedikit informasi, Smart Energy Lab adalah program mentoring dan pendanaan bagi wirausahawan muda di Bali untuk mengembangkan prototipe bisnis ramah lingkungan mereka. Nah, berkat dukungan ini, Decoco Luminer kini nggak hanya dikenal di Bali, tapi juga berhasil menjangkau pasar yang jauh lebih luas.
“Harapan saya sederhana; Decoco Luminer bisa menjadi simbol bahwa bahan lokal, jika dikelola dengan kreatif, juga bisa bersaing secara global. Lebih dari itu, saya ingin cahaya dari batok kelapa ini membawa pesan tentang hidup berkesadaran,” tegas Adhim sebelum mengakhiri obrolan.
Dan, begitulah; dari sebuah desa di Bali, Decoco Luminer terus menyalakan harapan; bahwa di tengah krisis iklim dan tumpukan limbah, selalu ada cahaya yang berpendar, ruang untuk berkarya, dan jembatan untuk berkolaborasi. (Imam Khanafi/E10)
