BerandaPasar Kreatif
Minggu, 18 Okt 2025 13:01

'Lagu Bukan Peluru'; Aksi Boikot Spotify, dari Deerhoof hingga Seringai

Ilustrasi: Seringai menjadi salah satu band asal Indonesia yang resmi memboikot Spotify. (Antara Suara via Kompas)

Keputusan CEO Spotify, Daniel Ek, berinvestasi besar di perusahaan senjata berbasis AI, Helsing, menuai protes dari kalangan musikus, mulai dari Deerhoof hingga Seringai.

Inibaru.id - Band metal legendaris Indonesia Seringai resmi mencabut seluruh katalog musiknya dari platform streaming musik Spotify. Mereka resmi menyusul Frau (Leilani Hermiasih) telah lebih dulu melakukannya.

Sebagaimana diketahui, di Indonesia, musikus independen Frau tercatat sebagai salah satu yang paling awal bersuara lantang dengan memutuskan "cabut" dari Spotify sebagai bentuk “amarah kolektif” terhadap kebijakan yang kurang cocok untuknya.

Setali tiga uang, keputusan Seringai hengkang dari Spotify juga didasari alasan yang sama. Manajer Seringai, Wendi Putranto, menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil karena band menolak karya mereka diasosiasikan dengan bisnis yang mendukung teknologi perang.

“Seringai tidak ingin musiknya menjadi bagian dari sistem yang menormalisasi perang,” sebutnya, belum lama ini. "Meski begitu, karya-karya Seringai tetap dapat diakses melalui platform musik lain yang dianggap lebih etis."

Gelombang Protes Global

Nggak hanya di Indonesia, keputusan untuk menarik katalog musik juga dilakukan sejumlah musikus dunia. Gelombang boikot itu mencuat sepanjang Juli hingga September 2025, setelah CEO Spotify Daniel Ek memutuskan untuk berinvestasi di perusahaan senjata militer berbasis AI asal Jerman, Helsing.

Langkah ini memantik kemarahan dari paramusikus dari berbagai belahan dunia yang menilai keputusan tersebut bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan perdamaian yang selama ini mereka junjung.

Daniel Ek, yang menjabat CEO Spotify sejak 2006, dilaporkan memimpin pendanaan sebesar 700 juta dolar AS untuk Helsing, perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak AI untuk keperluan militer termasuk sistem tempur canggih seperti HX-2 AI Strike Drone, pada Juni 2025.

Minat Ek terhadap Helsing sejatinya bukan hal baru. Pada 2021, melalui perusahaan investasinya Prima Materia, dia telah menanamkan modal sekitar 115 juta dolar AS ke perusahaan senjata tersebut, jauh sebelum invasi Rusia ke Ukraina.

“Helsing memiliki posisi unik dengan kepemimpinan AI-nya untuk menghadirkan kapabilitas penting dalam inovasi pertahanan di semua domain,” ujar Ek dalam pengumuman resminya pada akhir Juni 2025.

Spotify Memilih Bungkam

Kebijakan CEO Daniel Ek untuk berinvestasi di perusahaan senjata militer berbasis AI asal Jerman Helsing dibalas dengan aksi boikot oleh para musisi. (Getty Images/Spotify/Presley Ann)

Berkaitan dengan hal ini, Spotify memilih nggak memberikan tanggapan resmi atas kontroversi tersebut, sebagaimana dilaporkan The Los Angeles Times. Keputusan Daniel Ek itu pun segera menuai kritik keras dari sejumlah musisi internasional.

Salah satunya datang dari Greg Saunier, pendiri band asal San Francisco, Deerhoof, yang sebagaimana Seringai, menyatakan bahwa mereka nggak mau musiknya menjadi bagian dari industri yang mendukung perang.

“Setiap kali seseorang mendengarkan musik kami di Spotify, apakah itu berarti ada satu dolar lagi yang disedot untuk membuat semua yang telah kami saksikan di Gaza jadi lebih sering dan menguntungkan?” ujarnya kepada The Los Angeles Times.

Saunier menegaskan, nggak butuh waktu lama bagi pihaknya untuk memutuskan bahwa jika Daniel Ek semakin gencar dalam perang AI, mereka bakal keluar dari Spotify. Bahkan, menurutnya, keputusan itu bukan pengorbanan yang besar bagi Deerhoof.

Disusul Banyak Musikus

Langkah Deerhoof kemudian diikuti sejumlah musisi lain seperti Xiu Xiu, label elektronik asal Amsterdam Kalahari Oyster Cult, serta band rock asal Australia King Gizzard & the Lizard Wizard.

“Kami sudah bertahun-tahun bilang ‘f*** Spotify’,” ujar vokalis King Gizzard, Stu Mackenzie. “Saya tidak menganggap diri saya seorang aktivis, tetapi ini terasa seperti keputusan untuk tetap setia pada diri sendiri. Kami melihat band-band lain yang kami kagumi hengkang, dan kami menyadari bahwa kami tidak ingin musik kami ada di sana saat ini.”

Sementara itu, di Indonesia, selain Frau dan Seringai, aksi protes juga dilancarkan Majelis Lidah Berduri. Grup musik eksperimental ini resmi menghapus seluruh albumnya dari Spotify pada akhir September 2025. Album seperti Re Anamnesis dan NKKBS Bagian Pertama sudah nggak lagi tersedia di platform tersebut.

Mereka menyebut keputusan itu sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan sekaligus penolakan terhadap keterlibatan nggak langsung mereka dalam industri persenjataan.

“Selama keuntungan dari musik masih bisa berujung pada pembiayaan perang, kami tidak bisa tinggal diam,” seru Majelis Lidah Berduri.

Bukan yang Pertama bagi Spotify

Aksi boikot ini bukanlah yang pertama bagi Spotify. Sebelumnya, platform layanan streaming itu juga pernah dikritik karena memberikan ruang bagi siniar yang menyebarkan misinformasi, seperti Joe Rogan saat pandemi Covid-19, serta membayar royalti yang dinilai terlalu rendah.

The Los Angeles Times menilai, meski eksodus musikus independen ini belum memberi guncangan besar terhadap Spotify, dampaknya bisa signifikan jika artis pop global ikut bergabung; sebagaimana pernah dilakukan Taylor Swift kala menarik seluruh katalognya dari pada 2014-2017.

Fenomena ini membuka kembali perdebatan lama tentang idealisme seniman versus realitas industri digital. Di tengah dominasi platform streaming global, keputusan para musikus untuk hengkang adalah bentuk perlawanan moral yang diperlukan.

Keputusan itu bisa menegaskan bahwa musik nggak semestinya dikaitkan dengan kekerasan, perang, atau benefit lain yang berdiri di atas nyawa yang meregang sia-sia. Gimana menurutmu, Gez? (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: