Inibaru.id – Karyo merantau dari Pekalongan ke Semarang saat umurnya 27 tahun. Dia bekerja sebagai penjahit permak pakaian di samping Pasar Sampangan Baru. Saat ini usianya 35 tahun, delapan tahun sudah dia menjalani pekerjaan tersebut.
Sebelum menjadi penjahit permak pakaian keliling menggunakan gerobak, Karyo sempat mengikuti kursus menjahit selama empat tahun dari 2001-2005 di daerah asalnya. Awalnya dia pernah membuka bisnis taylor di rumah, karena sepi akhirnya memutuskan untuk jadi penjahit permak keliling.
Menggunakan gerobak mesin jahit yang dibuatnya sendiri, Karyo menangani jasa-jasa permak. Meliputi membesarkan dan mengecilkan pakaian, mengganti ritsleting, serta membetulkan pakaian yang sobek.
Karyo tengah bersantai sambil menunggu orderan. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)
Karyo mengatakan pendapatan yang didapat sehari-hari nggak menentu. Kadang ramai, kadang juga pernah sepi nggak ada yang datang. Dalam sehari dia bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 50-70 ribu. Tarif per permak sendiri bermacam-macam. Untuk tarif membesarkan dan mengecilkan baju misalnya, dia patok sebesar Rp 10-12 ribu.
“Konsumen jahitnya kebanyakan ganti ritsleting. Kalau ganti ritsleting bisa sampai sepuluh dan lima belas ribu, tergantung merk ritsleting. Proses permak, ya langsung aja. Dari mesin jahit ini. Bisa ditunggu,” kata Karyo.
Laki-laki yang telah berkeluarga dan memiliki satu anak tersebut mengaku, terkadang penghasilannya sehari nggak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Ini disebabkan pula karena rumah yang ditempati dia dan keluarga masih mengontrak. Sebab itu, bagi Karyo nggak ada kata libur, dia bekeja setiap hari dari pukul 07.30-17.00 WIB.
Pejahit permak lain bernama Ariri yang saat ini dia berumur 46 tahun bercerita tentang pengalamannya pula. Sebelum memutuskan untuk bekerja sebagai penjahit permak keliling, dia pernah menjajal pekerjaan dari menjadi pedagang hingga bekerja di konveksi.
Namun, hasil kerjanya itu nggak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akhirnya di umur 36 tahun dia memutuskan untuk merantau dari Pekalongan ke Semarang dan menjadi penjahit permak pakaian. Profesi itu telah sepuluh tahun dia jalani.
Ariri (kiri) dan Karyo (kanan) sama-sama merantau dari Pekalongan ke Semarang bekerja sebagai penjahit permak pakaian. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)
FYI, penjahit permak pakaian ini di Pekalongan memiliki perkumpulannya sendiri lo, Millens. Biasanya perkumpulan ini mengadakan kegiatan arisan, membahas soal perkainan, dan harga jasa permak.
Dalam sehari Ariri bisa mendapat Rp 50-100 ribu. Dia menangani dari mengecilkan baju yang kebesaran, mengganti ritsleting, hingga membuat baju seragam sekolah untuk siswa TK dan SD.
“Kalau harga tergantung susah dan gampangnya, seragam 60 ribu satu paket. Motong celana rata-rata lima ribu, motong daster rok tergantung kain, paling mahal sepuluh. Otodidak belajar jahitnya, dulu pernah di konveksi buat belajar pola jahit,” kata Ariri.
Wah, struggling juga ya, Millens! Kalau ristletingmu rusak kamu perbaiki apa lembiru (lempar beli yang baru) nih? (Isma Swastiningrum/E05)