BerandaKulinary
Rabu, 19 Feb 2019 16:51

Kedai Wedang di Semarang yang Selalu Ramai Pembeli: Warung Kacang Ijo Kapuran

Warung Kacang Ijo Kapuran menyediakan aneka minuman hangat. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Saat musim hujan, paling enak memang menyerutup minuman hangat. Nah, kamu bisa menemukan beberapa minuman hangat di Warung Kacang Ijo Kapuran.

Inibaru.id – Hujan baru saja reda ketika saya tiba di kedai ini. Di luar, mobil-mobil berderet terparkir di pinggir jalan, sementara pemiliknya tengah menghangatkan diri di tempat yang sama dengan saya, yakni Warung Kacang Ijo Kapuran, Semarang.

Tak terlintas di benak saya kedai wedang (minuman hangat) di bilangan Jagalan, Semarang Tengah, itu bakal seramai ini. Tempatnya hanya berupa warung tenda yang didirikan di pinggir jalan, tapi pelanggannya terus mengalir seakan tiada habisnya.

Cuaca dingin yang menerpa Semarang sore itu memang paling pas untuk menyesap minuman hangat. Itulah yang saya dan mungkin puluhan pembeli pikirkan saat datang ke kedai ini.

Wedang kacang tanah jadi andalan Warung Kacang Ijo Kapuran. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Oh, iya, bukan perkara mudah menemukan warung yang konon sudah berdiri sejak 1975 ini. Untuk menuju Warung Kacang Ijo Kapuran, saya perlu bertanya ke seseorang dan akhirnya memanfaatkan teknologi Google Maps.

Warung tersebut berada di Jalan Ki Mangunsarkoro, Kelurahan Jagalan, Semarang Tengah. Lokasinya nggak jauh dari Kawasan Pecinan Semarang.

Begitu masuk kampung pecinan yang tepat berada di belakang Pasar Johar, carilah Gang Baru. Dari sana, lurus saja hingga tiba di pertigaan dengan kantor polisi di salah satu sisinya, kemudian ambil arah ke kanan. Ikuti jalan itu hingga ada perempatan, lalu ambil kanan.

Masih bingung? Buka saja ponsel pintarmu, lalu gunakan aplikasi Google Maps, kemudian ketiklah: Kacang Ijo Kapuran. Yap, kuti saja jalannya. Ketemu, kok! Ha-ha.

Warung Kacang Ijo Kapuran selalu ramai pengunjung. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Sebelum menempati wilayah yang sekarang, Warung Kacang Ijo Kapuran berlokasi agak ke utara.

Sriyati, sang pemilik warung, mengatakan, sang bapak yang merupakan pendiri kedai tersebut, berjualan sekitar 50 meter dari lokasi yang sekarang. Namun, lantaran tempat tersebut difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir, mereka pun pindah ke tempat yang sekarang.

“Ada pembuangan sampah (di sana), jadi ya pindah ke sini. (Selama) 15 tahun ada lah,” ujar Sri yang merupakan generasi kedua pewaris kedai legendaris tersebut.

Pengunjung menikmati makanan di Warung Kacang Ijo Kapuran. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Warung Kacang Ijo Kapuran punya dua menu utama, yakni Wedang Kacang Ijo dan Wedang Kacang Tanah. Selain itu, ada juga Wedang Duren dan pelbagai penganan seperti lunpia, pisang karamel berukuran besar, aneka gorengan, dan bakcang ayam.

Mengenai harga, makanan dan minuman di sana cukup ramah di kantong, kok. Semua wedang dibanderol dengan harga Rp 7.000 per porsi. Sementara, untuk penganannya dihargai Rp 3.000 sampai Rp 9.000.

“Paling yang Rp 9.000 itu bakcang,” turur Sri singkat.

Pilihan makanan di Warung Kacang Ijo Kapuran. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Berkunjung ke warung tenda ini, kamu kudu siap antre dan nggak kebagian tempat duduk, Millens. Mulai buka pukul 14.30 WIB, Warung Kacang Ijo Kapuran hampir dipastikan sudah dipadati pelanggan. Warung baru agak longgar sekitar pukul 18.00 WIB, hingga tutup pukul 22.00 WIB.

Gimana, siap mengantre atau makan sambil berdiri? Silakan datang dan nikmati sendiri sensasinya, nggak menyesal, kok!  (Ida Fitriyah/E03)

 

Kacang Ijo Kapuran

Kategori             : Street Food

Alamat               : Jalan Ki Mangunsarkoro, Jagalan, Semarang Tengah, Kota Semarang

Jam Buka           : Pukul 14.30-22.00 WIB (Minggu tutup)

Harga Minuman   : Rp 7.000

Harga Makanan   : Rp 3.000 s.d. Rp 9.000

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal 4 Budaya Kota Semarang yang Kini Berstatus Warisan Budaya Takbenda

21 Nov 2024

Memahami Perempuan Korea di Buku 'Bukannya Aku Nggak Mau Menikah' Karya Lee Joo Yoon

21 Nov 2024

AI Bikin Cerita Nyaris Sempurna, Tapi Nggak Mampu Bikin Pembaca Terhanyut

21 Nov 2024

Dilema Membawa Anak ke Tempat Kerja

21 Nov 2024

La Nina Masih Berlanjut, BMKG Minta Kita Makin Waspada Bencana Alam

21 Nov 2024

Kematian Bayi dan Balita: Indikator Kesehatan Masyarakat Perlu Perhatian Serius

21 Nov 2024

Ketua KPK Setyo Budiyanto: OTT Pintu untuk Ungkap Korupsi Besar

22 Nov 2024

Menelisik Rencana Prabowo Pengin Indonesia Hentikan Impor Beras Mulai 2025

22 Nov 2024

Meriung di Panggung Ki Djaswadi, sang Maestro Kentrung dari Pati

22 Nov 2024

Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan, Itulah Prinsip Wabi-Sabi

22 Nov 2024

Mencegah Kecelakaan Maut di Turunan Silayur, Ngaliyan, Semarang Terulang

22 Nov 2024

Apa Alasan Orang Jepang Tidur di Lantai?

22 Nov 2024

Rute Baru Semarang-Pontianak Resmi Dibuka di Bandara Ahmad Yani Semarang

22 Nov 2024

Bagaimana Sebaiknya Dunia Pariwisata Menghadapi Kebijakan PPN 12 Persen?

23 Nov 2024

Asal Mula Penamaan Cepogo di Boyolali, Terkait Peralatan Dapur

23 Nov 2024

Mengapa Warna Bangunan di Santorini Dominan Putih dan Biru?

23 Nov 2024

Kekerasan pada Perempuan; Siapa yang Salah?

23 Nov 2024

Wejangan Raden Alas: Warga Blangu, Sragen Dilarang Beristri Dua

23 Nov 2024

Alokasi Ditambah, Serapan Pupuk Bersubsidi di Jawa Tengah Capai 60,23 Persen

23 Nov 2024

Menguak Sejarah dan Alasan Penamaan Tulungagung

24 Nov 2024