BerandaKulinary
Minggu, 7 Apr 2018 11:37

Nikmati Kesegaran Gulai Tanpa Santan di Gulai Kambing Bustaman Mas Romi

Daging dan jeroan kambing yang sedang dipotong kecil-kecil untuk disajikan. (Inibaru.id/Putri Rahmawati)

Gulai kambing ini banyak membuat orang rindu Kota Semarang. Selain lezat, gulai khas daerah Bustaman ini juga tergolong "ramah" karena pengolahannya tanpa santan dan minyak. Hm, seperti apa?

Inibaru.id - Daging kambing acap menjadi pantangan orang, terutama jika dimasak gulai yang bersantan. Kendati menggiurkan, gulai kambing sering dihindari karena menyebabkan darah tinggi dan meningkatkan kolesterol. Nah, kalau kamu mau gulai kambing yang cukup "aman", cobalah Gulai Kambing Bustaman!

Gulai kambing ini merupakan kuliner khas Kampung Bustaman Semarang, Jawa Tengah. Berbeda dengan gulai kambing pada umumnya, gulai kambing bustaman dibuat tanpa menggunakan santan dan minyak. Inilah yang membuat gulai tersebut lebih aman.

Bustaman merupakan nama salah satu kampung di Semarang yang berada di kawasan Jalan MT Haryono. Kampung ini terkenal sebagai sentra pemotongan dan pengolahan daging kambing, itulah sebabnya Kampung Bustaman sering dijuluki sebagi Kampung Kambing.

Dari kampung inilah daging kambing dikirim ke pedagang-pedagang gulai kambing bustaman yang ada di sejumlah tempat di Semarang, seperti di belakang Gereja Blenduk, Kota Lama, Pecinan, Jalan MT Haryono, Jalan Sisingamangaraja, Bukit Sari, dan Pasar Johar.

Salah satu warung gulai kambing bustaman yang cukup ramai dikunjungi pembeli adalah warung Gulai Kambing Bustaman Mas Romi. Berlokasi di Jalan Sisingamangaraja, Candisari, Semarang, warung ini menjadi pilihan warga Semarang untuk menyantap gulai kambing bustaman, terutama mereka yang tinggal di daerah Semarang Atas.

Gulai kambing bustaman manapun umumnya memiliki rasa yang sama. Yeni, salah seorang penjual di Gulai Kambing Bustaman Mas Romi mengatakan, kunci keseragaman rasa itu terletak pada bumbu khusus yang mereka miliki.

“Ada bumbunya sendiri. Apa ya namanya? Nek dhewe si nyebute (kalau kita menyebutnya) galian. Itu semacam jamu,” kata Yeni kepada Inibaru.id, Kamis (5/4/2018).

Untuk menghasilkan daging yang empuk dan nggak prengus, daging harus diolah selama 1-1,5 jam. Segala macam bahan gulai mulai dari daging, jeroan, lidah, dan kepala diungkep jadi satu dengan air yang telah dicampur bumbu halus. Bumbu halus yang digunakan nggak jauh berbeda dengan bumbu halus pada gulai kambing lainnya, yaitu bawang marah, bawang putih, kemiri, kayu manis, sereh, kunyit, garam, dan gula merah.

Berbeda dengan bumbu gulai yang biasanya memakai santan, gulai kambing bustaman tidak. Bumbu halus yang dibuat juga nggak digoreng, cukup diblender saja. Sebagai pengganti santan, gulai bustaman menggunakan parutan kelapa yang disangrai sampai berbentuk seperti bubuk kopi. Inilah yang membuat rasa gulai ini tetap gurih dan terasa segar.

Dua Tempat

Gulai Kambing Bustaman Mas Romi bisa jumpai di dua tempat. Tempat pertama di Jalan Sisingamangaraja, Candisari, sedangkan yang kedua di Jalan Bukit Sari Raya, Ngesrep, Banyumanik. Warung tenda sederhana ini buka pukul 07.30 WIB dan tutup pukul 16.30 WIB.

Buat kamu yang nggak suka mengantre, datanglah sebelum jam makan siang, karena pukul 12.00-14.00 WIB bakal begitu padat pembeli. Gulai kambing itu juga hampir habis setelah jam makan siang. Tak cuma diserbu warga sekitar, pelanggan gulai bustaman didominasi warga keturunan Tionghoa dan Arab.

Jika kamu malas pergi langsung ke warung, gulai kambing ini juga bisa kamu pesan via Go-Food, Millens. Ada dua paket yang ditawarkan di warung Mas Romi. Paket pertama, berisi gulai pisah dengan nasi dan es teh seharga Rp 25 ribu. Paket kedua, yakni gulai campur nasi plus es teh dibanderol Rp 15 ribu. Hm, murah, bukan?

Untuk menambah sedap gulai ini, kamu juga bisa menambahkan bawang merah mentah, kecap, dan cabai rawit. Konon, bawang merah mentah ini juga jadi salah satu bahan untuk menurunkan kadar kolesterol.

Gimana Millens, tertarik mencoba? Tenang, selain nggak bikin sakit di badan, gulai ini juga nggak bikin sakit di kantong, kok. He-he. (UMU/GIL)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024