BerandaIslampedia
Kamis, 20 Sep 2017 16:32

Akulturasi Itu Bernama Ruwatan

Ritus Malam Satu Sura di Surakarta (Foto: Dok Istimewa)

Dua keyakinan yang berbeda tak selalu harus dipisahkan. Kadang-kadang, keduanya bisa menyatu dalam satu tradisi, misalnya ritus Ruwatan.

Inibaru.id – Ritus “Ruwatan” menjadi satu di antara tradisi-tradisi kejawen yang masih dilestarikan hingga detik ini. Menjelang Satu Sura atau Tahun Baru Muharram biasanya menjadi waktu yang pas untuk meruwat banyak hal, misalnya gaman berupa keris atau tombak tertentu.

Tradisi ini begitu hidup di Tanah Jawa yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam. Sementara, sebagian penganut Islam menganggap tradisi ini mengada-ada dan tidak boleh dilakukan seorang muslim.

Hal ini menjadi rancu lantaran ruwatan juga menjadi “bagian” dari ritus agama Islam untuk sebagian umat Islam lainnya. Bagaimana selanjutnya?

Permasalahan tersebut menjadi perdebatan yang begitu pelik yang tak pernah menjumpai titik temu hingga saat ini. Di satu sisi, ruwatan sudah menjadi tradisi yang begitu mengakar dalam kurun waktu cukup lama di kalangan masyarakat Jawa.

Menghilangkan keyakinan ini tentu tidaklah mudah. Memusuhi penganut tradisi tersebut juga tentu tidaklah arif. Ada baiknya seseorang menelaah terlebih dahulu, apa yang menjadikannya baik dan apa yang tidak, sebelum memutuskan akan meninggalkan atau mengamalkannya.

Ruwatan berasal dari kata “ruwat”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata itu bermakna pulih kembali sebagai keadaan semula. Ruwat juga bisa diartikan sebagai menjaga atau merawat. Sementara, ada pula yang menyebutkan, kata ini berasal dari istilah “ngaruati”, yang maksudnya adalah menjaga dari kecelakaan Dewa Batara.

Secara umum, ruwat diartikan sebagai usaha untuk mengembalikan kepada keadaan yang lebih baik dengan melakukan ritus pembuang sengkala (kesialan), baik kesialan diri (pribadi), lingkungan, atau masyarakat.

Ruwatan umumnya diselenggarakan secara besar-besaran dengan menanggap wayang kulit dengan cerita-cerita khusus seperti Baratayuda, Sudamala, dan Kunjarakarana. Orang yang meruwat pun harus seorang dalang khusus yang mempunyai kemampuan dalam bidang peruwatan.

Baca juga: Menilik Kesakralan Tradisi Malam Satu Sura

Akulturasi Keyakinan

Akulturasi keyakinan dilakukan para ulama agar agama Islam bisa masuk ke Tanah Jawa. Ajaran Islam pun dipadukan dengan budaya lokal yang begitu kental supaya tidak mengalami penolakan. Salah satu di antara perpaduan keyakinan itu adalah tradisi Satu Sura yang terjadi di bulan Muharram.

Menurut tradisi kejawen, Sura adalah bulan kesialan. Hajatan apa pun dilarang pada bulan ini. Lebih dari itu, acara ruwatan juga harus digelar pada bulan ini. Sementara, Islam justru menjadikan Muharram sebagai bulan baik lantaran ini merupakan bulan baru. Berbagai syukuran pun dilakukan.

Nah, di sinilah akulturasi keyakinan itu diinisiasi para ulama terdahulu. Esensi meminta keselamatan kepada yang Mahakuasa menjadi benang merah dari dua keyakinan berbeda tersebut. Ritus Ruwatan pun menjadi jauh lebih “islami” berkat akulturasi tersebut.

Doa akhir dan awal tahun menyatu bersama ritual simbolis seperti penyucian diri dengan air yang diberi doa-doa para ulama. Ruwatan pun menjadi akulturasi keyakinan yang apik hingga sekarang. (GIL)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024