BerandaInspirasi Indonesia
Kamis, 16 Sep 2020 09:00

I Komang Putra, Dedikasi dan Kisah Heroiknya di PSIS Semarang

Komang punya dedikasi besar terhadap PSIS Semarang. (Inibaru.id/ Audrian F)

PSIS punya penjaga gawang yang sudah menjadi ikon dan punya sejarah penting, yaitu I Komang Putra. Lelaki kelahiran Denpasar, Bali, tersebut punya sebuah kisah heroik, yakni ketika cabut dari pernikahannya hanya untuk membela PSIS Semarang. Kini, dia masih di PSIS, tapi sebagai pelatih kiper.<br>

Inibaru.id – Medio 1999 hingga 2007 saya kira adalah tahun-tahun yang membekas bagi pencinta sejati PSIS Semarang. Sebab, waktu itu, Laskar Mahesa Jenar begitu garang. Kendati sempat degradasi, selebihnya banyak yang bisa dibanggakan sekaligus dikenang dari si Biru.

Pada tahun-tahun tersebut, semua orang pasti sangat akrab dengan salah seorang penggawa PSIS Semarang yang setia dan selalu diandalkan. Dialah sang penjaga gawang dengan nomor punggung 12, I Komang Putra.

Saya baru tahu Komang pada 2005. Saat itu saya adalah bocah Kelas 2 SD yang menonton PSIS bertanding secara langsung untuk kali pertama. Namun, hari-hari berikutnya, mata dan hati saya selalu mantap menatap pertandingan apabila ada namanya di bawah mistar gawang.

Sejauh yang saya tahu, kehadiran lelaki kelahiran 6 Mei 1972 itu di PSIS terjadi tanpa terencana. Pada 1998, tim kawakan kepunyaan Keluarga Cendana, Arseto Solo, bubar. Sejumlah pemain cabut ke PSIS Semarang, antara lain Agung Setyabudi, Wahyu Teguh, dan I Komang Putra.

Meski datang secara nggak sengaja, Komang punya reputasi apik. Di antaranya, dia menjadi bagian penting yang membawa PSIS Juara pada 1999, Juara III pada 2005, dan runner up pada 2006.

Gahar di Bawah Mistar

Saat ini Komang menjadi pelatih kiper di PSIS Semarang. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Gestur yang gahar dan penuh bara di bawah mistar gawang selalu menjadi ciri khas I Komang Putra. Saya sampai hafal gimana mimik mukanya yang kesal ketika terjadi gol atau ada pemain belakang yang melakukan kesalahan.

Sepanjang saya lihat, Komang nggak pernah berhenti berteriak untuk memberikan komando kepada rekan-rekannya, khususnya yang berada di garis pertahanan. Namun, setahu saya, dia terlihat nggak banyak bicara di luar lapangan.

Kalau bukan karena pandemi, saya ingin menemui Komang. Tapi keadaan mengharuskan saya hanya mewawancarainya via telepon. Seperti sudah saya duga, Komang nggak banyak bicara dan menjawab dengan normatif saja.

Namun, saya tahu pasti, bagi Komang, PSIS selalu penuh cerita. Siapa pun tahu apa yang telah dilakukan sosok murah senyum tersebut.

Menurut Komang, faktor kekeluargaan adalah aspek yang selalu bikin dirinya betah di PSIS. Kendati sudah mengalami sejumlah perubahan manajer, yaitu dari era Simon Legiman hingga Yoyok Sukawi, Komang nggak merasakan perbedaan.

“Saya banyak dapat rezeki di PSIS. Jadi, ini adalah bentuk balas budi kecil dari saya. Selagi masih dibutuhkan PSIS, saya selalu siap,” tegas Komang.

Cabut dari Pernikahan Sendiri demi PSIS 

Beberapa menit sebelum Komang melenggang ke Semarang di tengah acara pernikahannya. (Doc. Arief Rahman)<br>

Bagi saya, Komang adalah anutan. Saat berseragam PSIS, ada satu momen menarik ketika dia cabut di tengah acara pernikahannya sendiri di Solo hanya untuk membela PSIS. Seorang bekas wartawan olahraga di Kota Semarang, Arief Rahman sempat membeberkannya kepada saya.

Kala itu dia turut serta dalam rombongan penjemput Komang. Dia bahkan sempat mengabadikan momen tersebut.

“Suasananya mirip sebuah film. Kami kebut-kebutan di jalan hanya untuk bawa Komang. Sirine mobil polisi meraung-raung,” jelasnya, menambahkan bahwa waktu itu PSIS akan menghadapi PKT Bontang.

Arif mengatakan, kebut-kebutan tersebut membuat perjalanan Solo-Semarang yang seharusnya ditempuh dalam 2,5 jam menjadi sejam saja. Tampaknya dia mengenang betul peristiwa itu.

Menghadapi PKT Bontang, PSIS harus menang. Komang terpaksa meninggalkan resepsi pernikahannya sendiri karena kala itu timnya sedang berjuang untuk terbebas dari jurang degradasi Kompetisi Liga Indonesia(KLI) V, sementara kompetisi tinggal menyisakan beberapa laga.

Berdasarkan arsip Suara Merdeka edisi 19 Mei 2000, Koman ditemani jajaran manajemen, di antaranya bekas Ketua Umum PSIS Soetrisno Soeharto (mantan Walikota), Ketua Umum Soetjipto SH, dan Manajer Tim Simon Legiman.

I Komang Putra (6 dari kiri) saat berada di Korea Selatan dalam rangka menjalani Liga Champions Asia karena sebelumnya PSIS meraih juara pada 1999. (Doc. Arief Rahman)<br>

Edy Paryono, sang pelatih kala itu, sangat mengapresiasi langkah yang ditempuh Komang. Edy sebetulnya bisa memainkan kiper kedua, Djoko Darwanto. Namun, Edy menilai Djolo belum siap dan terlalu riskan kalau hanya ada satu kiper dalam sebuah pertandingan.

“Saya tidak bisa memberikan penilaian atas keputusan Komang. Anda bisa menilainya sendiri. Jika ada pemain bersikap profesional seperti itu, predikat apa yang pantas kita berikan padanya?" terang Edy, dikutip dari Suara Merdeka, 17 Mei 2000.

Pengorbanan dan kerja keras Komang membuahkan hasil manis. Pertandingan itu dimenangkan PSIS dengan skor 2-1. Yang paling diingat, pada laga ini Komang tampil cemerlang meski kelelahan selepas melangsungkan pernikahan.

Semua orang sepakat, hari itu merupakan penampilan terbaik Komang selama KLI V 2000. Bahkan, pemain PKT Bontang Fachri Husaini nggak segan melontarkan pujian.

“Kalau saja kipernya bukan Komang, saya yakin PKT yang menang,” ujar Fachri, dikutip dari Suara Merdeka, 19 Mei 2000.

Di PSIS, Komang sudah banyak merasakan asam-garam. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Kelak, bertahun-tahun kemudian Komang membenarkan kalau semua itu sudah dia sanggupi. Dia nggak masalah kalau hari bahagianya bersama Maria Yuliana Pertiwi terganggu. Komang merasa punya tanggung jawab besar dalam menjaga gawang, ditambah lagi saat itu PSIS memang sangat butuh poin.

Tapi meskipun demikian, Komang menampik kalau pertandingan melawan PKT Bontang adalah berkat penampilan apiknya.

“Semua berperanlah pada hari itu. Bukan karena saya saja,” tutur Komang via telepon, Jumat (4/9/2020).

Sayangnya, tuah Komang nggak merembet ke pertandingan selanjutnya. Pada tahun itu PSIS gagal memaksimalkan laga sisa. Dan di penghujung kompetisi, PSIS sempat degradasi. Saya sedih sekali kala itu.

Sampai saat ini Komang masih di PSIS. Namun,bukan sebagai pemain, tapi pelatih kiper. Meskipun sempat ganti klub, atas dedikasinya untuk PSIS, saya harus angkat topi. IKP 12 adalah legenda! (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024