BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 13 Jul 2023 19:03

Di MTs Pakis Banyumas, Uang Pendaftaran Siswa Baru Bisa Pakai Hasil Bumi!

Orang tua siswa baru di MTs Pakis membawa hasil bumi saat mendaftarkan anaknya sekolah. (Kompas/Fadlan Mukhtar Zain)

MTs Pakis mampu tetap eksis mempertahankan tradisi membolehkan orang tua membayar uang pendaftaran siswa baru dengan hasil bumi. Bagaimana ya cara mereka bisa tetap menyediakan pendidikan murah ini?

Inibaru.id – Di tengah viralnya kasus pungutan liar atau biaya sekolah lain-lain yang mahal, muncul kabar hangat di dunia pendidikan dari MTs Pakis Banyumas. Di sana, orang tua siswa nggak perlu dipusingkan dengan uang pendaftaran sekolah karena mereka bisa membayarnya dengan hasil bumi. Yap, kamu nggak salah baca, Millens. Mereka bisa membayarnya dengan ketela, kelapa, pisang, dan hasil bumi lainnya!

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pakis bisa kamu temui di Dusun Persawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok. Lokasinya ada di pedesaan, tepatnya sekitar 20 kilometer di barat daya Purwokerto. Sekolah ini mempertahankan tradisi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun, yaitu membolehkan orang tua siswa baru boleh membayar uang sekolah dengan hasil bumi.

Hal ini membuat saat hari pendaftaran, yaitu Rabu (12/7/2023), sekolah terlihat seperti pasar tradisional karena para orang tua murid membawa hasil bumi yang mereka punya.

Salah seorang di antaranya, Sakinah, mengaku MTs Pakis sebagai pilihan paling logis bagi anaknya untuk bersekolah. Perempuan berusia 57 tahun itu mengaku nggak mampu membiayai Amira (12) di sekolah lain yang membebankan uang sekolah karena dia harus menghidupi 13 anak.

“Anak saya banyak. Kalau Amira sekolah di sini, nggak perlu biaya. Dia juga bisa berangkat jalan kaki karena dekat. Kalau harus sekolah di bawah (kota Kecamatan Cilongok), saya nggak mampu biayai transportasi. Yang penting anak saya bisa sekolah,” terangnya sebagaimana dikutip dari Kompas, Kamis (13/7/2023).

Amira yang merupakan anak bungsu pun menjadi anak keenam Sakinah yang belajar di sekolah yang sudah eksis sejak 2013 itu.

“Ini saya bawa labu dan singkong. Kalau labu dijual itu laku Rp10 ribu per kilogram. Lima anak saya lainnya juga dulu sekolah di sini. Sekarang mereka semua sudah bekerja,” lanjut Sakinah.

Hal serupa diungkap wali murid lainnya, Suwarsiti. Perempuan berusia 68 tahun dari Grumbu Karangondang itu hanya membawa talas untuk mendaftarkan cucunya.

“Syaratnya (boleh membawa hasil bumi) sangat meringankan. Saya bisa mendaftarkan cucu saya sekolah di sini karena kami sekeluarga nggak punya kendaraan. Kalau di sini bisa jalan kaki,” ucapnya sebagaimana dikutip dari Detik, Kamis (13/7).

Tahun Ini Ada 8 Siswa Mendaftar di MTs Pakis

MTs Pakis jadi tujuan banyak keluarga dari kalangan ekonomi kelas bawah menyekolahkan anaknya. (Kompas/Fadlan Mukhtar Zain)

Meski tidak meminta biaya sekolah yang mahal, realitanya peminat MTs Pakis rendah. Hal ini dibuktikan dengan hanya 8 siswa baru yang mendaftar pada tahun ajaran 2023/2024. Hal ini dibenarkan oleh kepala sekolah tersebut, Isrodin.

“Total siswa di sekolah kami dari kelas 1 sampai kelas 3 ada 22 murid. Mereka anak petani. Proses belajar mengajar akan dimulai tanggal 17 Juli,” terang Isrodin.

Padahal, meski bukan dianggap sebagai sekolah unggulan, sekolah ini memiliki metode pembelajaran agroforesti. Intinya, siswa diajari tentang dunia pertanian, peternakan, dan kehutanan yang bisa sangat berguna bagi mereka nantinya karena sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.

“Nggak hanya pendidikan akademik. Anak-anak di sini belajar tentang kehidupan. Jangan sampai lah anak-anak desa kok nggak bisa bertani,” lanjut Isrodin.

Terkait dengan alasan sekolah ini menerima hasil bumi sebagai uang pendaftaran, Isrodin pun menjelaskan bahwa mereka memang pengin membantu banyak petani dengan taraf ekonomi rendah dengan menyediakan sekolah yang terjangkau bagi mereka.

“Salah satu masalah paling penting dalam dunia pendidikan kita adalah biaya pendidikan yang mahal. Kami mencoba hadir sebagai solusi. Uang bukanlah segalanya. Yang penting semangat anak-anak untuk sekolah. Hasil bumi yang orang tua murid bawa adalah penanda bahwa mereka siap mendukung anak-anaknya bersekolah,” terangnya.

Lantas, siapa yang mengajar di sekolah tersebut? Isrodin pun menjelaskan kalau yang mengajar di MTs Pakis adalah sukarelawan yang berstatus mahasiswa. Saat ini, ada mahasiswa Amikom sebanyak 5 orang yang akan mengajar selama 6 bulan. Selain itu, ada 10 mahasiswa dari Unsoed yang mengabdi di sana.

Lalu, bagaimana dengan pembiayaan operasionalnya? Meski nggak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sekolah ini mendapatkan dana dari sukarelawan. Selain itu, MTs Pakis juga bekerja sama dengan Perhutani setempat dan diperbolehkan mengolah kopi robusta dari hutan sekitar.

Selain menjual olahan kopi tersebut, sekolah juga menyediakan paket wisata edukasi di dekat Telaga Kumpe yang bisa dipakai sekolah-sekolah lainnya. Selain itu, pihak MTs juga mulai memroduksi gula aren.

Salut dengan cara MTs Pakis terus berusaha sebaik mungkin menyediakan pendidikan murah, ya, Millens? Semoga saja MTs Pakis bisa terus melanjutkan tradisi yang sangat hebat ini. Salut! (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024

Sepenting Apa AI dan Coding hingga Dijadikan Mata Pelajaran di SD dan SMP?

12 Nov 2024

Berkunjung ke Dukuh Kalitekuk, Sentra Penghasil Kerupuk Tayamum

12 Nov 2024

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024