BerandaInspirasi Indonesia
Sabtu, 15 Nov 2019 10:49

Bijak Menyikapi Hal Gaib ala Komunitas Semarangker

Basecamp Semarangker. (Inibaru.id/ Audrian F)

Komunitas Semarangker nggak cuma menjelajah tempat-tempat angker, tapi juga mendobrak mitos yang berkembang di masyarakat. Mereka pengin membuktikan bahwa kuasa terbesar ada pada Tuhan YME sehingga nggak seharusnya manusia lebih menakuti <i>lelembut</i> dibanding Penciptanya.

Inibaru.id - Di Kota Semarang ada sebuah komunitas yang hobinya mengunjungi tempat-tempat angker. Yap, namanya adalah Semarang Angker (Semarangker). Berdiri sejak tahun 2007, tentu komunitas ini sudah menjelajah hampir semua tempat-tempat angker di Semarang.

Inibaru.id menemui Pamuji Yuwono, ketua Komunitas Semarangker di basecamp-nya yang berada di Jalan Lamper Tengah nomor X/20, Kota Semarang, Kamis (7/11). Di markas Semarangker yang sudah dibikin beraura horor tersebut dia banyak bercerita.

Meskipun Semarangker suka menjelajah tempat-tempat angker dan erat kaitannya dengan hal-hal mistis, namun Semarangker memandangnya secara rasional.

“Kami lebih menguak mitos suatu tempat. Visi kami agar lebih cerdas dan bijak dalam menyikapi hal gaib,” ujar Pamuji.

Pamuji kemudian bercerita maksud dari visi tersebut. Di beberapa tempat angker, Semarangker cenderung mendobrak mitos yang digaungkan masyarakat. Motto mereka be smart and wise. Maksudnya (tentu) dalam menyikapi hal-hal yang nggak kasat mata.

Pernah suatu ketika dia dan timnya mengunjungi “Watu Kuntilanak” di daerah Tinjomoyo. Mitosnya, batu besar tersebut nggak boleh dinaiki, tapi akhirnya mereka menaikinya. Kemudian di Hotel Bukit Gombel ada “Rambut Wewe Gombel” yang dianalogikan akar pohon beringin yang dianggap keramat. Oleh mereka kepercayaan itu dipatahkan. Mereka bahkan mencabutnya.

Nekat, pikir saya.

Pamuji Yuwono di Museum Semarangker. (Inibaru.id/ Audrian F)

Dasar dari sikap Semarangker terhadap hal gaib atau mitos tersebut karena ingin membuktikan. Sebab terkadang mitos yang berkembang di masyarakat itu belum diketahui faktanya secara jelas.

Baca juga: Ngeri-Ngeri Sedap, Tur Mistis di Museum Semarangker

“Bahwasanya kekuasaan tertinggi berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Pijakan kita hanya kepada kitab suci. Sejauh itu nggak melanggar norma dan meminta izin kepada penjaga tempat, ya akan kami lakukan” jelas Pamuji.

Dalam menjelajah, Semarangker masih menjalankannya secara internal. Kalaupun diadakan secara lebih publik, intensitasnya nggak sering. Bahkan bisa setahun sekali.

Menurut pria yang sering disapa Master Pamuji itu, banyak hal harus dipertimbangkan ketika menjelajah dengan masyarakat umum. Bukannya khawatir kalau-kalau ada yang kesurupan, Millens. Pamuji lebih khawatir apabila ada yang bertindak sembrono sehingga tertimpa atau menginjak sesuatu. Maklum, tempat-tempat angker biasanya berada di sebuah gedung tua atau mangkrak.

Meskipun bernama Semarangker, ternyata mereka nggak cuma "bergerilya" di Semarang, lo. Pamuji mengaku beberapa kali mengunjungi tempat-tempat horor di luar Jawa bahkan luar negeri. Keren banget nggak sih!

Hal yang membuat saya lebih tercengang dibanding semua cerita mistis yang diceritakan adalah pengakuan Pamuji mengenai aksi sosial dan lingkungan yang juga "disentuh" Semarangker. Siapa sangka komunitas yang ngurusi hal-hal seram seperti ini juga memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Buat kamu yang tertarik menjadi anggota Semarangker, sepertinya cukup panjang prosesnya. Tim Semarangker harus mengenalmu luar dan dalam, Millens. Pasalnya, Semarangker lebih mengedepankan kekeluargaan, dibanding keanggotaan yang sifatnya formal. Jadi, kamu harus pedekate ya. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024