Inibaru.id - Diadaptasi dari buku dengan judul yang sama karya Marchella FP, film ini memang mengangkat isu personal meski dalam balutan tema keluarga. Konflik-konflik sederhana hingga yang paling kompleks pun bisa kamu temukan dalam keluarga yang beranggotakan lima orang; bapak, ibu, dan tiga anak; yang menjadi pusat dari film NKCTHI besutan Visinema Pictures.
Film dibuka dengan perjalanan pesawat kertas menuju ke suatu kamar yang rupanya dihuni Isyana Sarasvati. Pembukaan film itu makin syahdu dengan iringan lagu “Rehat” karya Kunto Aji. Pas untuk mengobrak-abrik suasana di awal!
Usai dibuka, film langsung menampilkan kisah masa lalu keluarga Awan, tokoh utama yang diperankan Rachel Amanda. Awan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Sebagai anak bungsu, sudah maklum bila dia diperlakukan secara istimewa. Awan selalu diperhatikan dan dijaga penuh ayah, ibu, dan kedua kakaknya. Bahkan, Awan diceritakan hampir nggak pernah membuat keputusan karena semuanya sudah diselesaikan keluarganya. Kondisi ini sering terjadi di masyarakat yakni anak terakhir selalu dimanja.
Posisi itu memicu terjadinya konflik. Makin dewasa Awan makin dihadapkan banyak masalah dan dia pengin menyelesaikannya sendiri. Dia pengin kebebasan yang diberikan orang tuanya kepada para kakaknya, Angkasa yang diperankan Rio Dewanto dan Aurora yang diperankan Sheila Dara.
Kegelisahan itu membawanya bertemu pada Kale yang diperankan Ardhito Pramono. Kale membukakan mata Awan tentang dunia luas serta mengenalkannya dengan hal baru yang sebetulnya sederhana.
Konflik kian rumit saat Awan mulai mencari jati dirinya. Dia kemudian berkonflik dengan kedua kakaknya bahkan orang tuanya. Di tengah, konflik mencapai klimaks saat semua orang di keluarga itu membuka kembali memori kesedihan yang disimpan lama secara rapat oleh sang ayah yang diperankan Dhony Damara.
Isu Personal Toxic Positivity
Meski terbungkus dalam tema keluarga, sang sutradara Angga Dwimas Sasongko tetap membawa isu personal. Dari keseluruhan film ini, isu yang tampak adalah toxic positivity. Isu ini mulai santer terdengar di awal 2019. Secara singkat, toxic positivity adalah pikiran-pikiran positif yang selalu digaungkan sampai menjadi racun dalam pikiran.
Isu ini sejak awal sudah dikenalkan, mulai dari sang ayah yang selalu ingin anak-anaknya bahagia hingga Angkasa dan Aurora yang memastikan diri agar baik-baik saja padahal perasaan mereka merasakan sebaliknya. Di titik klimaks, isu ini secara gamblang dikatakan Aurora saat bertengkar dengan sang ayah.
“Ayah selama ini selalu bilang jangan bersedih, jangan bersedih, jangan bersedih terus. Di otakku sampai otomatis mengikuti sugesti Ayah buat nggak bersedih. Tapi apa nyatanya?”
Pada momen itulah semua anggota keluarga itu membuka memori lama dan merasakan kesedihan masing-masing. Mereka menyendiri dengan pemikiran mereka dan menyelesaikan masalah mereka dengan cara yang berbeda-beda.
Mereka menyadari kalau menciptakan kebahagiaan bersama dengan cara menyembunyikan kesedihan bukanlah cara yang tepat. Kesedihan memang perlu diekspresikan. Satu lagi, bahagia adalah urusan masing-masing sehingga nggak ada yang bisa menjamin kebahagiaan orang lain. Hal ini betul-betul ditekankan sebelum akhirnya mereka menyelesaikan kesedihan masing-masing. Di titik itu, ibu yang sejak awal ditempatkan sebagai subordinat berubah menjadi pemersatu dan penghubung dalam keluarga.
Paket Komplet di Awal Tahun
Selain cerita yang menarik dan menyentuh, aspek lain seperti akting para pemain juga jempolan. Para pemain di film ini memang sudah nggak diragukan lagi aktingnya. Ardhito Pramono sebagai pendatang baru pun bermain cukup apik di film perdananya ini.
Pemilihan soundtrack pun sangat pas. Di awal, film dibuka dengan lagu Kunto Aji. Di tengah, ada lagu Hindia “Secukupnya”, “Untuk Hati yang Terluka” Isyana Sarasvati, dan “Fine Today” milik Ardhito Pramono.
Untuk pembuka awal tahun, film ini sangat patut untuk ditonton. Kamu bisa menikmati film ringan yang punya makna sangat dalam dengan menonton film ini. Selamat menonton! (Ida Fitriyah/E05)