BerandaHits
Senin, 11 Agu 2024 19:34

Suaranya Makin Jarang Terdengar, Kodok-pucat Trilaksono Terancam Punah

Kodok-pucat Trilaksono terancam punah. (Mongabay/LIPI)

Suara kodok-pucat trilaksono yang biasanya mendominasi setelah hujan semakin redup. Apa ya alasan dari kondisi populasinya yang kini terancam punah?

Inibaru.id – Kamu tinggal di kawasan pedesaan atau setidaknya nggak jauh dari area sawah, Millens? Memang, sekarang sedang musim kemarau sehingga kita jarang mendengar suara kodok. Tapi, pada musim hujan sebelumnya, terpikir nggak kalau suara kodok setelah hujan nggak seramai pada zaman dahulu?

Usut punya usut, ternyata hal ini disebabkan oleh semakin berkuranya populasi kodok di Indonesia. Bahkan, salah satu jenis kodok yang biasanya paling mendominasi saat suaranya bersahut-sahutan setelah hujan, yaitu kodok-pucat Trilaksono, terancam punah.

FYI aja nih, nama resmi kodok ini di dunia internasional adalah Chirixalus Trilaksonoi. Spesies ini baru diberikan nama tersebut pada 2014 lalu setelah ditemukan oeh salah seorang staf dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bernama Wahyu Trilaksono saat melakukan penelitian di area persawahan di sekitar tempat tinggalnya di Bogor.

Ukuran kodok ini kecil karena panjangnya biasanya nggak mencapai 3 sentimeter. Bentuknya ramping dan warnanya pucat. Pada bagian punggung juga ada corak garis tipis memanjang.

Habitat kodok ini bukanlah di hutan, melainkan di area persawahan, rawa-rawa, kebun sawit, hingga kolam-kolam yang ada di dekat tempat tinggal manusia. Makanya, dulu kodok ini sangat mudah ditemukan.

Sawah jadi habitat utama kodok-pucat Trilaksono. (Rri/Nova Ariana)

O ya, meskipun ukurannya cukup mini, soal suara yang dihasilkan, kodok ini cukup hebat lo. Jadi, saat kelembapan udara sedang tinggi seperti setelah hujan turun misalnya, kodok-pucat Trilaksono bisa mengeluarkan suara dengan frekuensi paling tinggi jika dibandingkan dengan kodok-kodok jenis lain yang ada di sawah. Jadi, sebagian dari suara kodok setelah hujan yang semarak itu berasal dari kodok jenis ini.

Sayangnya, belakangan ini populasi kodok ini terus menurun dengan drastis. Penyebanya bervariasi dari penggunaan insektisida yang sangat tinggi sehingga membuat makanan alami mereka semakin sulit ditemukan di alam, semakin berkurangnya jumlah pohon peneduh di area sawah, hingga meningkatnya jumlah kodok pemangsa yang ukurannya lebih besar.

Kodok ini nggak diburu atau diperdagangkan oleh manusia. Tapi, karena berbagai faktor yang disebutkan sebelumnya, membuat statusnya jadi terancam punah. Lantas, apakah nggak ada yang bisa dilakukan agar kodok ini bisa tetap eksis di alam liar?

Sejauh ini memang nggak ada kawasan konservasi khusus untuk mereka. Tapi, jika kita nggak membiarkan area sawah berubah jadi permukiman, kandang, area wisata tematik, atau pabrik, bisa jadi hal ini bakal memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus bertahan.

Apalagi jika di sekitar area persawahan ada area genangan air atau klam yang bisa jadi habitat yang cocok bagi mereka untuk berkembang biak saat musim panen. Tatkala musim panen usai, kodok-kodok pun bisa kembali beraktivitas di sawah.

Semoga saja ya, kodok-pucat Trilaksono ini nggak sampai punah sehingga nggak mengganggu keseimbangan alam. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Tanda Diabetes pada Kulit yang Jarang Disadari

8 Des 2024

Berapa Luas Kamar Tidur yang Ideal?

8 Des 2024

Piknik Santai di Rowo Gembongan Temanggung

8 Des 2024

Ombudsman: Terkait Penanganan Kasus Penembakan Siswa SMK, Polrestabes Semarang Nggak Profesional

8 Des 2024

Dekat dengan Candi Prambanan, Begini Keindahan Candi Sojiwan

8 Des 2024

Pemprov Jateng: Pagu 10 Ribu, Makan Bergizi Gratis Nggak Bisa Sediakan Susu

8 Des 2024

Hadirkan Stefan William di Acara Pembukaan, Miniso Penuhi Gaya Hidup Modern dan Kekinian Warga Kota Semarang

8 Des 2024

Ada Tiga Bibit Siklon Tropis Kepung Indonesia, Apa Dampaknya?

9 Des 2024

Menilik Hasil Rekapitulasi Suara Pilkada 2024 di Lima Daerah

9 Des 2024

Produksi Genting di Desa Papringan, Tetap Autentik dengan Cara Tradisional

9 Des 2024

Rekor 1.000 Poin Megawati Hangestri di Liga Voli Korea

9 Des 2024

Peringati Perang Diponegoro, Warga Yogyakarta Gelar Kirab Tongkat Kiai Cokro

9 Des 2024

Tanpa Transit! Uji Coba Direct Train Gambir-Semarang Tawang, KAI Tawarkan Diskon 50 Persen

9 Des 2024

Sidang Kode Etik Kasus Penembakan di Semarang, Hadirkan Saksi dan Keluarga Korban

9 Des 2024

Apa yang Bikin Generasi Z Sering Dideskripsikan sebagai Generasi Paling Kesepian?

9 Des 2024

Kasus Polisi Tembak Siswa SMK, Robig Dipecat Tidak Dengan Hormat!

10 Des 2024

Penembak Siswa SMK 4 Semarang Dipecat; Ayah Korban: Tersangka Nggak Minta Maaf

10 Des 2024

50 Persen Hidup Lansia Indonesia Bergantung pada Anaknya; Yuk Siapkan Dana Pensiun!

10 Des 2024

Asap Indah Desa Wonosari, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Jawa Tengah

10 Des 2024

Hanya Membawa Kerugian, Jangan Tergoda Janji Manis Judi Online!

10 Des 2024