Inibaru.id – Rasa tegang menghadapi sidang skripsi masih melekat di ingatan saya kendati peristiwa itu telah berlangsung dua tahun silam. Gugup rasanya harus berhadapan langsung dengan para penguji. Hm, gimana perasaan mereka yang, karena corona, belakangan melakukannya via daring, ya?
"Beda!" tegas Rahmat Hidayat, mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang belum lama ini melaksanakan sidang skripsi. "Rasa gugup sidang online lebih kecil ketimbang offline."
Rahmat, sapaan akrabnya, tahu betul perbedaan tersebut karena dia merasakan keduanya, yakni secara offline saat seminar proposal dan online saat sidang skripsi. Menurutnya, sidang daring yang dilakukannya via Teleconference memang nggak bikin waswas, tapi terbatas dalam segi interaksi.
"Kalau tatap muka, saya merasa lebih leluasa berdialog dan paham poin-poin yang dikatakan dosen," tuturnya via pesan singkat, Sabtu (18/4).
Yap, saat menghadapi sidang skripsi pada 2018 lalu, saya pun merasa coretan-coretan dari dosen pada draf skripsi begitu membantu saat merevisi skripsi pasca-sidang. Setali tiga uang, Rahmat pun merasa demikian.
“Pas sempro (seminar proposal) offline, saya tahu kesalahan dalam skripsi secara lebih detail, hingga dari segi redaksional,” ujar dia.
Terkendala Koneksi Internet
Lain Rahmat, lain pula Mifta. Gadis bernama lengkap Miftahul Jannah itu mengaku, kesulitan terbesarnya saat menjalani sempro daring adalah koneksi internet.
Kepada saya, mahasiswa yang juga kuliah di UIN Sunan Kalijaga itu mengeluhkan koneksi internet yang beberapa kali bermasalah saat sempro berlangsung. Dia bilang, presentasi 30 lembar yang kalau bertatap muka bisa berlangsung lebih cepat, harus dilaluinya berjam-jam karena koneksi trouble.
“Beberapa kali koneksi (internet) trouble, jadi harus mengulangi yang sudah diucapkan dan mendengarkan lagi (penjelasan dosen). Ini bikin lama,” kata Mifta.
Dia menambahkan, pihak UIN sejatinya telah memberikan bantuan kuota, tapi hanya untuk provider tertentu, dan hanya untuk mengakses aplikasi belajar atau e-learning.
Mifta berharap, jika pandemi corona terus berlangsung, kampusnya bersedia memberi bantuan kuota khusus untuk para mahasiswa dan dosen yang melakukan atau menguji sidang skripsi.
“Iya dong, baiknya disediakan akses internet yang kuat, cepat, agar video nggak buffering , suara nggak hilang atau terpotong!” pungkas perempuan asal Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, tersebut.
Hm, kalau pandemi ini nggak segera berakhir, sejumlah catatan memang harus diselesaikan. Namun, saya percaya, ini bisa dilakukan. Sepakat? (Isma Swastiningrum/E03)