BerandaHits
Minggu, 18 Okt 2025 15:01

Puasa Gawai untuk Hidup yang Lebih Ideal di Era Hiper-digital

Ilustrasi: Di era hiper-digital, puasa gawai tetap harus dilakukan demi kehidupan yang lebih ideal. (iStock via NYT)

Hampir nggak mungkin menjauhkan ponsel dari tangan generasi muda, tapi puasa gawai tetap perlu dilakukan untuk mencapai kehidupan yang lebih ideal di era hiper-digital.

Inibaru.id - Anak muda kini hidup dalam era hiper-digital: bangun tidur langsung cek notifikasi, tidur pun ditemani layar ponsel. Meski teknologi membawa manfaat besar, penggunaan berlebihan dapat berdampak pada kesehatan mental, fisik, dan sosial.

Inilah mengapa digital detox atau rehat sejenak dari gawai menjadi kebutuhan, bukan lagi sekadar tren atau jargon. Mengapa kita membutuhkannya? Sebuah studi terhadap satu juta remaja di AS yang dilakukan Twenge & Campbell pada 2018 menyebutkan, screen time yang terlalu lama bisa memicu depresi.

Mereka mengungkapkan, semakin lama seseorang menghabiskan waktu di depan layar, semakin rendah tingkat kebahagiaannya dan semakin tinggi risiko depresinya.

Sementara itu, menurut American Academy of Ophthalmology (2020), terlalu lama menatap layar bisa memicu digital eye strain dengan gejala mata kering, sakit kepala, dan gangguan tidur. Adapun sebuah penelitian di Harvard Medical School pada 2015 mengatakan, menatap layar terlalu lama juga buruk untuk kondisi fisik.

"Cahaya biru dari layar ponsel menghambat produksi melatonin hingga 2 jam, mengakibatkan penurunan kualitas tidur secara signifikan," tulis mereka.

Strategi Digital Detox yang Realistis

Ilustrasi: Berhenti terpapar layar 30 menit sebelum tidur dan setelah bangun bisa menjadi salah satu puasa gawai yang realistis untuk dilakukan. (Omegarecovery)

Terlalu sering menggunakan gawai juga buruk untuk interaksi sosial. University of Essex pada 2012 pernah membuat satu penelitian terkait hubungan antara gawai dengan komunikasi langsung. Hasilnya, keberadaan ponsel di meja saat berkomunikasi saja sudah cukup membuat percakapan tatap muka terasa kurang intim.

Ini menunjukkan betapa pentingnya melakukan digital detox. Namun, di era yang serba digital, mengenyahkan pengaruh gawai sepenuhnya tentu saja hampir mustahil dilakukan. Berikut adalah strategi digital detox yang realistis untuk dilkukan:

1. Atur “No Phone Zone”

Terapkan area bebas gawai, misalnya meja makan atau kamar tidur. Ini membantu meningkatkan interaksi nyata dengan orang lain di rumah.

2. Gunakan Fitur Screen Time

Fitur di iOS dan Android, bahkan platform media sosial seperti Instagram atau TikTok, sudah dibekali dengan perangkat pengingat waktu. Gunakanlah fitur tersebut untuk membatasi waktu screen time kamu.

Menurut survei Pew Research Center (2022) terhadap para gen-Z, sekitar 54 persen dari mereka merasa lebih sehat setelah membatasi waktu menatap layar menggunakan fitur tersebut.

3. Jadwalkan “Tech-Free Hours”

Studi Sleep Foundation pada 2021 menyebutkan bahwa rutinitas menjauhkan gawai sekitar 30 menit sebelum tidur dan setelah bangun akan meningkatkan kualitas tidur dan mood harian. Maka, cobalah untuk menerapkan "puasa gawai" itu setengah jam menjelang tidur dan nggak langsung memegangna saat bangun.

4. Ganti dengan Aktivitas Analog

Membaca buku fisik, menulis jurnal, atau sekadar berjalan kaki di sekitar kompleks bisa menjadi aktivitas analog yang baik untuk kesehatan sebagai pengganti screen time. Microbreak seperti ini terbukti mengurangi stres dan meningkatkan konsentrasi (Journal of Applied Psychology, 2016).

5. Digital Decluttering

Hapus aplikasi yang tidak esensial, unsubscribe dari email spam, dan rapikan folder. Semakin sedikit distraksi, semakin mudah fokus. Inilah fungsi dari digital decluttering.

Dr Anna Lembke, ahli kejiwaan sekaligus penulis Dopamine Nation mengungkapkan, puasa gawai bukan berarti seseorang anti-teknologi, yang mana hal itu hampir nggak memungkinkan untuk dilakukan generasi muda saat ini.

“Digital detox adalahtentang mengendalikan teknologi agar tidak mengendalikan hidup kita,” tegasnya.

So, kuncinya bukan dengan menjauhkan diri dari teknologi, tapi mengembalikan kendali penggunanya untuk mengurangi dampak negatif pada kesehatan mental, fisik, dan relasi sosial. (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: